ojk
Selasa, 23 Desember 2025 12:32 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah

JAKARTA – Kebijakan gerai roti Roti’O yang tidak menerima pembayaran tunai menuai sorotan publik setelah beredar video viral yang memperlihatkan seorang nenek gagal melakukan transaksi karena hanya membawa uang Rupiah dalam bentuk fisik.
Kejadian ini memunculkan berbagai reaksi dari masyarakat. Sejumlah pihak mempertanyakan penerapan sistem pembayaran non-tunai di gerai tersebut, khususnya terkait kesesuaiannya dengan aturan hukum yang mewajibkan penggunaan Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia.
Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa Rupiah merupakan satu-satunya alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketentuan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. BI menyatakan Rupiah wajib diterima dalam setiap transaksi pembayaran, sepanjang keasliannya tidak diragukan.
Menanggapi polemik yang berkembang, manajemen Roti'O menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas ketidaknyamanan yang terjadi. Perusahaan menyatakan tengah melakukan evaluasi internal terhadap kebijakan pembayaran di seluruh gerainya agar selaras dengan ketentuan yang berlaku. Manajemen juga menyampaikan komitmen untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada konsumen.
Dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 disebutkan bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau penyelesaian kewajiban lain di wilayah Indonesia. Pengecualian hanya dapat dilakukan apabila terdapat keraguan atas keaslian Rupiah yang digunakan.
“Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah tersebut,” bunyi ketentuan undang-undang tersebut, dikutip Senin, 22 Desember 2025.
Secara yuridis, frasa “setiap orang” dalam pasal tersebut mencakup individu maupun badan usaha, termasuk pelaku usaha ritel dan jaringan waralaba. Dengan demikian, kewajiban menerima Rupiah berlaku bagi seluruh pelaku usaha yang melakukan transaksi jual beli di Indonesia.
Bank Indonesia menjelaskan bahwa penggunaan Rupiah dapat dilakukan baik secara tunai maupun nontunai, sejalan dengan perkembangan sistem pembayaran. Namun, BI menegaskan bahwa pemilihan metode pembayaran harus didasarkan pada kesepakatan antara pihak yang bertransaksi, bukan ditetapkan secara sepihak.
BI juga menyampaikan bahwa meskipun transaksi nontunai terus didorong, uang tunai masih memiliki peran dalam sistem pembayaran nasional. Perbedaan kondisi geografis, tingkat literasi keuangan, serta akses terhadap layanan digital menjadi pertimbangan penting dalam penggunaan instrumen pembayaran.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 juga mengatur sanksi bagi pihak yang dengan sengaja menolak penerimaan Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenai pidana kurungan paling lama satu tahun dan/atau denda maksimal Rp200 juta.
Kasus yang melibatkan Roti'O kembali menyoroti penerapan kebijakan pembayaran non-tunai di sektor ritel, khususnya dalam kaitannya dengan kepatuhan terhadap regulasi penggunaan mata uang nasional.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 22 Dec 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 23 Des 2025
sebulan yang lalu