Bukan Cuma Ritual, Ini Etika Membagi Daging Kurban yang Benar

Kamis, 05 Juni 2025 18:49 WIB

Penulis:Redaksi Daerah

Editor:Redaksi Daerah

Bukan Sekadar Tradisi, Ini Cara Tepat Membagikan Daging Kurban
Bukan Sekadar Tradisi, Ini Cara Tepat Membagikan Daging Kurban (Dompet Dhuafa)

JAKARTA – Ibadah kurban tidak sekadar menyembelih hewan dan mendistribusikan dagingnya. Lebih dari itu, kurban merupakan bentuk pengabdian yang mengandung makna sosial yang mendalam.

Terlebih di bulan Zulhijah, saat umat Islam merayakan Iduladha sebagai momentum penting untuk berbagi serta meneladani keikhlasan Nabi Ibrahim AS.

Meski demikian, berbagai pertanyaan masih kerap muncul terkait dengan tata cara pembagian daging kurban. Siapa saja yang berhak menerima? Apakah sebagian daging boleh diperjualbelikan? Dan bagaimana cara menjaga agar pelaksanaan kurban tetap mengandung nilai spiritual?

Berikut panduan membagikan daging kurban dengan benar, ala Dompet Dhuafa:

Tiga Porsi: Diri Sendiri, Fakir Miskin, dan Kerabat
Syariat Islam membagi hasil kurban menjadi tiga bagian:

  • Pertama sepertiga untuk keluarga: Boleh dikonsumsi shohibul kurban dan keluarga, selama kurban itu bukan nadzar.
  • Sepertiga untuk fakir miskin: Ini porsi wajib. Prioritaskan mereka yang benar-benar membutuhkan.
  • Sepertiga untuk kerabat dan tetangga: Tak harus miskin. Tujuannya mempererat hubungan sosial dan silaturahmi.

Tak Semua Boleh Dijual
Daging, kulit, maupun bagian tubuh hewan kurban tidak boleh diperjualbelikan oleh yang berkurban. Termasuk menjadikannya sebagai “upah” untuk panitia penyembelihan.

Namun jika daging telah diberikan kepada orang lain (mustahik), mereka boleh menjualnya karena sudah menjadi miliknya. Intinya, selama masih dalam tanggung jawab shohibul kurban, semuanya harus diniatkan sebagai bentuk ibadah, bukan sumber keuntungan.

Maka, hukumnya tidak dapat dibenarkan untuk menjual daging kurban. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt:
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (QS. Al Hajj: 28)

Etika Distribusi: Jangan Hanya Simbolik

Dalam berkurban ada adab penting yang tak boleh dilupakan, pertama niat karena Allah, hindari niat pamer atau formalitas. Dua, distribusi tepat sasaran, di mana harus memastikan penerima adalah orang yang layak.

Lalu tidak merendahkan, berikan dengan sikap penuh hormat dan tanpa kesan mengasihani. Dan jangan memonopoli artinya kurban bukan ajang membagikan ke orang-orang dekat saja.

Makna Besar di Balik Kurban

Lebih dari sekadar tradisi tahunan, kurban adalah latihan jiwa, mengorbankan ego, harta, dan kemelekatan duniawi demi kebaikan yang lebih besar. Maka, saat membagikan daging kurban, kita sejatinya sedang memperkuat ikatan sosial, membangun keadilan pangan, sekaligus menjalankan perintah Tuhan dengan tulus.

Ingat, tujuan utama dari kurban adalah mendekatkan diri kepada Allah dan berbagi rezeki dengan sesama. Jadi, pastikan setiap langkahmu dalam berkurban tetap dalam jalur yang diridai.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Debrinata Rizky pada 05 Jun 2025 

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 05 Jun 2025