Investor
Kamis, 11 Juli 2024 11:12 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA - Berdasarkan laporan terbaru dari Triple-A yang berjudul The State of Global Cryptocurrency Ownership in 2024, sekitar 6,8% atau 562 juta penduduk dunia tercatat memiliki mata uang kripto pada tahun ini.
Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa mayoritas pemilik kripto adalah laki-laki, mencapai 61%, sementara perempuan hanya 39%.
Uni Emirat Arab (UEA) menempati posisi teratas sebagai negara dengan tingkat kepemilikan mata uang kripto tertinggi di dunia, dengan persentase sebesar 25,3% dari total penduduknya. Ini menjadikan UEA sebagai pusat perhatian dalam industri kripto global.
Di posisi kedua, Singapura mencatatkan tingkat kepemilikan kripto sebesar 24,4%, menunjukkan tingginya minat dan adopsi teknologi blockchain di negara tersebut.
Turki mengikuti di tempat ketiga dengan 19,3% penduduknya yang memiliki mata uang kripto. Keadaan ekonomi yang tidak stabil di negara tersebut kemungkinan menjadi faktor pendorong tingginya adopsi kripto sebagai alternatif investasi.
Argentina dan Thailand berada di posisi keempat dan kelima dengan tingkat kepemilikan masing-masing sebesar 18,9% dan 17,6%. Sementara itu, Brasil mencatatkan 17,5% penduduknya memiliki mata uang kripto, sedikit lebih tinggi dibandingkan Vietnam yang berada di angka 17,4%.
Amerika Serikat, meskipun merupakan pusat teknologi dan inovasi global, hanya menempati posisi kedelapan dengan 15,5% penduduk yang memiliki kripto. Ini menunjukkan bahwa adopsi kripto di AS masih tertinggal dibandingkan beberapa negara lainnya.
Indonesia menempati posisi ke-12 dengan 13,9% penduduknya yang memiliki mata uang kripto pada tahun 2024. Meskipun tidak berada di puncak daftar, angka ini menunjukkan bahwa minat terhadap kripto di Indonesia terus meningkat.
Indonesia berada tepat di bawah Malaysia dan Hong Kong yang keduanya memiliki tingkat kepemilikan kripto sebesar 14,3%.
Baca Juga: Saham Berbasis Kripto Lebih Cuan Dibanding Bitcoin? Simak Penjelasannya
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) di bawah naungan Kementerian Perdagangan (Kemendag) melaporkan bahwa nilai transaksi aset kripto di Indonesia mencapai Rp49,82 triliun pada Mei 2024.
Meskipun angka ini menunjukkan penurunan sebesar 4,66% dibandingkan dengan April 2024 yang mencatat Rp52,26 triliun, secara tahunan (year-on-year/yoy), nilai ini melesat 506,83% dibandingkan dengan Mei 2023 yang hanya Rp8,21 triliun.
Sejak awal tahun 2024, nilai transaksi aset kripto di Indonesia mengalami kenaikan signifikan sebesar 130,96% secara year-to-date (ytd) dari Januari 2024 yang tercatat Rp21,57 triliun. Puncak tertinggi transaksi aset kripto bulanan pada tahun ini terjadi pada Maret 2024 dengan total nilai transaksi mencapai Rp103,58 triliun.
Dalam empat tahun terakhir, nilai transaksi aset kripto terendah terjadi pada tahun 2023. Rinciannya adalah Rp859,4 triliun pada tahun 2021, Rp306,4 triliun pada tahun 2022, Rp149,3 triliun pada tahun 2023, dan Rp260,9 triliun dari Januari hingga Mei 2024. Rata-rata nilai transaksi bulanan pada tahun 2023 hanya mencapai Rp12,44 triliun.
Pada Mei 2024, jumlah pelanggan aktif yang bertransaksi mencapai 893.541 orang, dengan penambahan jumlah pelanggan sebanyak 363.101 orang dibandingkan bulan sebelumnya. Jumlah pelanggan terdaftar hingga Mei 2024 mencapai angka 19,75 juta orang.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 08 Jul 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 11 Jul 2024