Selasa, 28 Oktober 2025 09:43 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah

JAKARTA - Kemajuan pesat dalam teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah membawa perubahan besar terhadap cara dunia bekerja. Dalam sepuluh tahun mendatang, AI diperkirakan tidak hanya akan menggantikan pekerjaan yang bersifat rutin, tetapi juga mengubah struktur berbagai industri secara menyeluruh.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh National University di Amerika Serikat dan Datarails, sekitar 30% pekerjaan di AS berpotensi sepenuhnya digantikan oleh sistem otomatis pada tahun 2030. Sementara itu, 60% jenis pekerjaan lainnya diprediksi akan mengalami pergeseran besar dalam fungsi dan tanggung jawabnya.
Perubahan ini tidak bisa dihindari. AI dan otomatisasi kini mampu meniru cara manusia mengambil keputusan, memangkas hambatan dalam proses bisnis, serta meningkatkan efisiensi dengan kecepatan luar biasa. Meski ada ancaman terhadap sejumlah pekerjaan, muncul pula banyak peluang baru dari pemanfaatan teknologi tersebut.
Teknologi self-checkout, computer vision, dan toko tanpa kasir seperti konsep “Amazon Go” mulai menggantikan fungsi kasir konvensional.
Menurut MIT Sloan, banyak toko ritel fisik akan kehilangan daya saing jika tidak mengubah pengalaman pelanggan menjadi lebih digital dan interaktif.
Dalam beberapa tahun ke depan, posisi kasir bisa menjadi langka, digantikan oleh sistem pembayaran otomatis berbasis AI.
Perbankan digital dan layanan keuangan berbasis aplikasi telah menurunkan kunjungan ke cabang fisik. Nasabah kini dapat membuka rekening, mengajukan pinjaman, hingga berinvestasi secara daring tanpa bantuan teller.
Laporan National University memprediksi penurunan 15% posisi teller dan 11% posisi kasir pada tahun 2033, seiring bank mempercepat transformasi digitalnya.
AI kini mampu melakukan pelaporan keuangan, analisis data, hingga rekonsiliasi transaksi dengan cepat dan akurat. Platform seperti Datarails mencatat bahwa 57% Chief Financial Officer (CFO) berencana mengurangi posisi administratif keuangan karena otomatisasi laporan dan analitik.
Peran manusia akan tetap ada, tetapi bergeser ke posisi yang memerlukan penilaian strategis, bukan sekadar entri data.
Industri asuransi menjadi salah satu yang paling terdampak AI. Sistem berbasis pembelajaran mesin kini dapat menilai risiko, mendeteksi klaim palsu, dan menyetujui klaim dalam hitungan detik, tugas yang dulu memerlukan waktu berhari-hari.
Laporan dari Nexford University menempatkan underwriting sebagai salah satu profesi yang paling rentan terhadap otomatisasi penuh.
Baca juga : BREN, CUAN, hingga BBCA Seret IHSG Anjlok Imbas MSCI
Robotika dan sistem otomatis seperti Amazon Robotics sudah mengubah cara gudang beroperasi. Pekerjaan seperti penyortiran, pengemasan, dan pemindahan barang kini banyak dilakukan oleh robot cerdas dengan efisiensi tinggi.
Dalam dekade mendatang, pekerja manusia di sektor logistik diperkirakan hanya akan berfokus pada pengawasan dan pemeliharaan sistem.
Teknologi AI voice agents dan chatbot generatif mampu melakukan percakapan yang menyerupai manusia. AI kini dapat menjalankan panggilan penjualan, menawarkan produk, dan menjawab pertanyaan pelanggan secara otomatis.
National University menilai pekerjaan telemarketing termasuk yang paling berisiko, karena model percakapan generatif mampu menggantikan skrip penjualan dengan hasil lebih konsisten.
Tugas rutin seperti menjadwalkan rapat, mengelola arsip, dan memilah email kini ditangani oleh asisten digital seperti Google Gemini, Microsoft Copilot, dan Notion AI.
Perusahaan besar mulai mengurangi jumlah staf administratif untuk efisiensi, menjadikan peran klerikal pemula sebagai salah satu yang paling cepat tereliminasi.
Perkembangan AI di bidang hukum memungkinkan sistem untuk menulis, meninjau, dan menstandarkan dokumen hukum dalam skala besar. Menurut riset Cornell University, banyak pekerjaan di bidang hukum “white-collar” seperti paralegal atau asisten kontrak berisiko tinggi tergantikan otomatisasi.
Namun, peran pengacara senior dan pengambil keputusan hukum strategis masih akan tetap dibutuhkan.
AI generatif seperti ChatGPT, Claude, dan Gemini kini mampu menulis artikel, ringkasan berita, bahkan naskah iklan. Platform pemasaran seperti Martech mencatat bahwa AI telah mengambil alih sebagian besar pekerjaan rutin di bidang konten.
Walau efisien, tren ini dikhawatirkan menciptakan “kekosongan talenta” di generasi kreatif berikutnya karena hilangnya jenjang karier awal di industri media.
AI membantu dokter dalam mendeteksi penyakit lebih dini, menganalisis citra medis, dan merancang terapi personalisasi. Namun, keputusan klinis tetap membutuhkan intuisi dan empati manusia.
Permintaan tenaga medis, analis data kesehatan, dan bioinformatika diperkirakan terus meningkat karena kolaborasi manusia–AI dianggap paling efektif.
Seiring meningkatnya penggunaan AI, kebutuhan untuk melindungi data, model, dan sistem digital juga melonjak. Perusahaan kini mencari ahli di bidang AI risk management, etika data, compliance, dan threat modeling.
Menurut Datarails, cybersecurity akan menjadi sektor dengan pertumbuhan tercepat karena ancaman terhadap sistem AI makin kompleks.
Mereka yang membangun sistem AI, mulai dari data scientist, engineer, hingga prompt designer akan menjadi tulang punggung ekonomi baru.
National University memperkirakan permintaan tinggi untuk profesi seperti AI Engineer dan Algorithm Developer selama dekade mendatang.
Pekerjaan di bidang ini bukan hanya aman, tetapi juga menjadi pusat inovasi global.
Baca juga : Kegemaran Nonton Micro Drama Bikin China Cuan Rp157 Triliun!
AI kini berperan besar dalam optimasi energi, pemantauan emisi, dan efisiensi sistem listrik. Dengan meningkatnya tekanan global menuju net-zero emission, industri energi hijau menjadi target utama investasi. Tenaga kerja yang mampu menggabungkan AI dan teknologi lingkungan akan sangat dicari di masa depan.
AI mendorong revolusi pendidikan melalui platform pembelajaran adaptif, tutor virtual, dan kurikulum cerdas. Menurut Nexford University, sektor ed-tech menjadi salah satu yang tumbuh tercepat di dunia karena kebutuhan pelatihan ulang (reskilling) tenaga kerja di era AI.
Pendidik, desainer kurikulum, dan pengembang sistem pembelajaran digital akan menjadi kunci masa depan pendidikan global.
AI memang akan “mematikan” sejumlah profesi, namun juga membuka ruang bagi pekerjaan baru yang lebih strategis, kreatif, dan berbasis teknologi.
Pekerjaan yang menggabungkan empati manusia dengan kecerdasan buatan akan menjadi pemenang dalam revolusi industri berikutnya.
Masa depan bukan milik manusia yang melawan AI, tetapi bagi mereka yang mampu berkolaborasi dengan AI untuk menciptakan nilai baru.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 28 Oct 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 28 Okt 2025