Harga Batu Bara Internasional Meroket

Sabtu, 12 Maret 2022 21:27 WIB

Penulis:Sutan Marajo

Editor:Redaksi

Coal barges are pictured as they queue to be pulled along Mahakam river in Samarinda, East Kalimantan province, Indonesia, August 31, 2019.jpg
Kapal tongkang batu bara terlihat mengantre untuk ditarik di sepanjang sungai Mahakam di Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia, 31 Agustus 2019. (Reuters)

Komoditas batu bara mejadi sorotan dalam beberapa hari terakhir sejak dimulainya invasi militer Rusia ke Ukraina. Di pasar berjangka ICE Newcastle, batu batu bara bahkan sempat mencapai level tertingginya sepanjang sejarah di harga US$435 per ton pada 4 Maret 2022.

Pada penutupan perdagangan Jumat, 11 Maret 2022, harga batu bara terkoreksi berada dibawah level psikologis US$400 per ton menjadi US$368,65 per ton. Meski begitu, harga itu juga terhitung masih tetap tinggi jika dibandingkan dengan pergerakan di tahun sebelumnya yang hanya menyentuh harga tertingginya pada level US$269,5 per ton.

Tingginya harga batu bara internasional yang terjadi saat ini memberikan ancaman serius terhadap pemenuhan kebutuhan pasokan dalam negeri. Pasalnya, di akhir tahun kemarin Indonesia sempat mengalami krisis ketersediaan batu bara untuk kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Krisis ketersediaan batu bara itu berujung pada adanya potensi pemadaman listrik secara massal bagi konsumen PLN di beberapa wilayah di Indonesia pada saat itu.

Krisis ketersediaan batu bara dalam negeri terjadi karena para perushaaan pemasok cenderung lebih memiilih untuk menjajakan komoditasnya itu ke pasar internasional daripada untuk pemenuhan kewajiban di dalam negeri.

Hal itu lantaran tingginya harga batu bara yang terjadi di pasar internasional dinilai lebih menguntungkan bagi para perusahaan jika dibandingkan dengan harga untuk pemenuhan dalam negeri pada Domestic Market Obligation (DMO).

Saat ini, harga DMO batu bara masih berada jauh di bawah harga internasional sebesar US$70 per ton, atau terhitung empat kali lipat lebih rendah dibandingkan harga yang bergerak di pasar internasional saat ini.

Pengamat Ekonomi dan Energi asal Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi pun mengingatkan kembali kepada para perusahaan agar tetap patuh terhadap kewajiban pemenuhan dalam negeri melalui kebijakan DMO kepada PLN sebesar 25% dari total seluruh produksi yang dilakukan.

Hal itu agar krisis ketersediaan pasokan dalam negeri yang sebelumnya terjadi di akhir tahun tidak terulang kembali. 

“Pengusaha batu bara jangan rakus dalam meraup keuntungan dengan mengekspor seluruh produksi, tanpa memasok batu bara ke PLN itu dapat menyebabkan krisis batu bara di PLN seperti yang terjadi sebelumnya,” ujar Fahmy kepada TrenAsia.com, Sabtu, 12 Maret 2022.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Asosiasi Pemasok Batu Bara dan Energi Indonesia (Aspebindo) Anggawira menjelaskan krisis ketersediaan batu bara di dalam negeri tidak akan terulang mengingat sudah adanya sejumlah aturan ketat yang diberlakukan sebagai pembelajaran di tahun lalu.

“Saya rasa dengan adanya pengalaman di tahun lalu, Permen (Peraturan Menteri) kan sudah mengantisipasi dengan berbagai macam regulasi yang ada. Jadi saya rasa sih untuk tahun ini juga akan lebih baik, tinggal nanti dievaluasi per-triwulan update-nya seperti apa,” ujar Anggawira kepada kepada TrenAsia.com, Sabtu, 12 Maret 2022.

Adapun aturan mengenai sanksi kewajiban pemenuhan DMO yang saat ini berlaku tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 13.k/HK.021/MEM.B/2022 tentang Pedoman Pengenaan Sanksi Administratif, Pelarangan Penjualan Batu Bara ke Luar Negeri dan Pengenaan Denda Serta Dana Kompensasi Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri.

Dalam kebijakan tersebut telah diatur sejumlah sanksi bagi perusahaan apabila tidak menjalankan DMO. Mulai dari pemberhentian kegiatan operasional produksi, pencabutan Ijin Usaha Pertambangan (IUP), hingga adanya denda yang harus dibayarkan oleh para pemasok.

Sementara itu, untuk mencegah terjadinya krisis pasokan batu bara seperti yang sempat terjadi di akhir tahun lalu, PLN sendiri saat ini sudah mengembangkan sebuah monitoring system yang terintegrasi dengan Kemeterian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memantaunya.

Adapun pemerintah juga telah meluncurkan sebuah Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara atau dikenal dengan Simbara pada Selasa, 8 Maret 2022 sebagai upaya dalam mengawal rantai pasok batu bara dari hulu ke hilir secara real time.

“Aplikasi ini sebagaimana diketahui merupakan suatu rantai proses yang dimulai dari hulu sampai hilir yaitu proses perencanaan, penambangan, pengolahan, pemurnian dan penjualan komoditas minerba serta kaitannya dengan pemenuhan kewajiban pembayaran penerimaan negara dan pelabuhan,” ujar Menteri ESDM dalam acara peluncuran.