Rabu, 19 November 2025 14:10 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah

JAKARTA – Sebuah gangguan internet global berskala besar membuat Cloudflare, perusahaan penting dalam infrastruktur internet yang selama ini jarang disorot publik, menjadi pusat perhatian dunia.
Perusahaan penyedia layanan web itu menyampaikan bahwa sistem mereka kini sudah kembali normal sepenuhnya, setelah sebuah bug tersembunyi memicu masalah pada berbagai platform besar seperti X, ChatGPT, dan Canva.
Cloudflare juga memastikan bahwa mereka telah memulai investigasi terkait insiden tersebut dan telah menerapkan solusi untuk mencegah gangguan serupa terjadi lagi.
“Kami terus memantau kemungkinan kesalahan untuk memastikan semua layanan kembali normal,” kata perusahaan asal AS tersebut.
Cloudflare adalah sebuah jaringan pengiriman konten yang berbasis di San Francisco. Selain menangani sekitar seperlima dari lalu lintas web global, Cloudflare juga terhubung dengan sepertiga situs web teratas di dunia, termasuk mendukung peritel seperti Shopify, penyedia AI seperti OpenAI dan Anthropic, serta berbagai aplikasi smartphone dan layanan streaming.
Melansir dari abc.net.au, secara sederhana, Cloudflare bekerja di balik layar untuk membuat internet lebih cepat dan aman dengan melindungi platform dari lonjakan lalu lintas dan serangan siber. Meski kebanyakan orang membayangkan adanya jalur langsung antara perangkat digital mereka dan situs web, perusahaan seperti Cloudflare sebenarnya berada di tengah jalur tersebut.
Menurut ahli keamanan siber Mike Chapple, hal ini berarti ketika terjadi masalah, hal tersebut dapat memicu kebuntuan digital besar-besaran bagi pengguna internet.
“Ketika Anda mengakses situs web yang dilindungi Cloudflare, komputer Anda tidak terhubung langsung ke situs itu,” ujarnya.
“Sebaliknya, komputer Anda terhubung ke server Cloudflare terdekat, yang mungkin sangat dekat dengan lokasi Anda. Cara ini melindungi situs dari lonjakan lalu lintas dan sekaligus memberikan respons yang lebih cepat bagi pengguna,” sambungnya.
Dilansir dari The Guardian, Cloudflare adalah perusahaan layanan cloud dan keamanan siber berskala global. Perusahaan ini menyediakan pusat data, keamanan untuk situs web dan email, perlindungan terhadap kehilangan data, serta pertahanan dari ancaman siber, dan layanan lainnya.
Cloudflare menggambarkan dirinya sebagai sistem kekebalan untuk internet, dengan teknologi yang berada di antara kliennya dan dunia luas untuk memblokir miliaran ancaman siber setiap harinya. Selain itu, perusahaan ini memanfaatkan infrastruktur globalnya untuk mempercepat lalu lintas internet.
Cloudflare menghasilkan lebih dari US$500 juta setiap kuartal dari hampir 300.000 pelanggan yang beroperasi di 125 negara, termasuk China.
Cloudflare adalah salah satu dari beberapa perusahaan yang membentuk komponen penting dari sistem saraf internet. Oleh karena itu, ketika layanan mereka mengalami gangguan, banyak situs web bisa menjadi tidak dapat diakses, yang berdampak pada jutaan orang dan perusahaan.
Platform seperti ChatGPT dan media sosial X milik Elon Musk termasuk di antara situs yang tampak terdampak oleh pemadaman pada hari Selasa, 18 November 2025. Menurut salah satu perkiraan, Cloudflare menyediakan layanan untuk satu dari lima situs web di seluruh dunia.
Pengguna dari beberapa situs web dengan lalu lintas tinggi melaporkan bahwa situs-situs tersebut tidak bisa diakses bersamaan dengan gangguan Cloudflare, seperti permainan multiplayer League of Legends, YouTube dan Google, Canva, X, Grindr, Shopify, Dropbox hingga ChatGPT.
Dengan sebagian besar ekonomi dunia bergantung pada internet, mulai dari perbankan hingga e-commerce, beberapa ahli ketahanan siber memperingatkan bahwa infrastruktur internet kini terlalu tergantung pada beberapa perusahaan besar, sehingga menciptakan rantai ketergantungan.
Masalah yang terjadi pada Cloudflare datang kurang dari sebulan setelah gangguan pada penyedia layanan cloud lainnya, yaitu AWS milik Amazon dan Azure milik Microsoft. Bersama dengan Google Cloud, ketiga penyedia ini menguasai sekitar dua pertiga infrastruktur yang menopang dunia digital. Para ahli menilai hal ini menunjukkan perlunya keberagaman yang lebih besar dalam penyediaan layanan internet.
Adapun, menurut ahli keamanan siber dari University of Surrey, Alan Woodward, insiden terbaru ini menunjukkan betapa tergantungnya layanan internet sangat penting pada sejumlah kecil pemain besar.
“Ia ibarat pedang bermata dua, karena penyedia layanan ini memang harus besar agar mampu memberikan skala dan jangkauan global yang dibutuhkan oleh merek-merek besar,” ujarnya.
“Tapi ketika mereka mengalami gangguan, dampaknya bisa sangat signifikan.”
Niusha Shafiabady, seorang pakar kecerdasan komputasi dari Australian Catholic University, mengatakan bahwa lebih banyak langkah bisa diambil untuk mencegah kegagalan Cloudflare di masa depan.
“Ini adalah panggilan untuk bangun,” ujarnya.
“Kita membutuhkan transparansi, jalur cadangan, dan pengaturan multi-penyedia agar gangguan satu perusahaan tidak bisa memadamkan seluruh internet.”
Menurut analis Emarketer, Jacob Bourne, kejadian ini merupakan bagian dari tren penyedia infrastruktur yang mengalami pemadaman dan menyebabkan gangguan luas di internet.
Layanan cloud Amazon dan Microsoft juga mengalami gangguan bulan lalu.
“Kita melihat pemadaman terjadi lebih sering, dan membutuhkan waktu lebih lama untuk diperbaiki,” kata Bourne.
“Ini merupakan gejala dari infrastruktur yang tertekan, meningkatnya beban AI, permintaan streaming, dan kapasitas yang menua mendorong sistem melampaui batasnya.”
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Distika Safara Setianda pada 19 Nov 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 19 Nov 2025
2 hari yang lalu