Investasi
Rabu, 05 November 2025 15:45 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah

JAKARTA - Strategi growth investing atau investasi yang berdasarkan pertumbuhan kini semakin populer di kalangan investor, khususnya generasi muda yang mencari peluang keuntungan besar dari kenaikan harga saham.
Berbeda dengan strategi konservatif seperti value investing yang berfokus pada dividen atau saham undervalued, growth investing menitikberatkan pada potensi peningkatan nilai perusahaan di masa depan.
Pendekatan ini tergolong agresif karena tujuannya adalah mengejar pertumbuhan nilai modal, bukan sekadar pendapatan rutin. Dengan kata lain, investor growth bersedia membayar harga saham yang lebih tinggi asalkan perusahaan tersebut memiliki prospek pertumbuhan menjanjikan dalam jangka panjang.
Dilansir dari laman Investopedia, situs web edukasi keuangan asal Amerika Serikat, Selasa, 4 November 2025, Growth investing adalah strategi investasi yang mengalokasikan dana pada perusahaan yang diprediksi akan tumbuh pesat dalam jangka menengah hingga panjang.
Tujuan utama dari strategi ini adalah mendapatkan keuntungan dari kenaikan nilai saham seiring meningkatnya kinerja perusahaan.
Investor yang menerapkan strategi ini percaya bahwa nilai saham perusahaan akan terapresiasi lebih tinggi daripada rata-rata pasar. Karena berorientasi pada masa depan, pendekatan ini lebih tepat bagi investor agresif yang siap menanggung risiko lebih besar.
Mereka yang memilih strategi ini umumnya memahami bahwa keuntungan tidak datang instan, melainkan melalui proses pertumbuhan perusahaan secara bertahap.
Baca juga : LinkUMKM BRI Tembus 13,6 Juta Pengguna, Dorong UMKM Naik Kelas Lewat Pelatihan Digital
Tidak semua saham yang sedang naik tergolong growth stock. Perusahaan bertumbuh biasanya merupakan bisnis yang sedang berkembang pesat, inovatif, dan memiliki pasar yang luas atau sedang berkembang.
Walaupun belum tentu menghasilkan laba besar atau arus kas stabil, perusahaan ini memiliki potensi untuk terus berekspansi dan memperbesar pangsa pasar. Investor growth lebih menilai bagaimana perusahaan mengeksekusi strategi bisnis, kualitas kepemimpinan, inovasi produk, serta bagaimana pasar akan menghargai pertumbuhan tersebut di masa depan.
Perusahaan teknologi, platform digital, dan startup yang berhasil menembus pasar dengan produk revolusioner kerap menjadi sasaran investor growth yang melihat prospek jangka panjangnya.
Ada sejumlah instrumen yang sering menjadi pilihan dalam strategi growth, tergantung pada tingkat risiko yang siap ditanggung investor.
Pertama, saham small-cap, yaitu saham perusahaan dengan kapitalisasi pasar kecil yang masih berada pada tahap awal pertumbuhan. Meski risikonya tinggi karena bisnis belum sepenuhnya stabil, potensi lonjakan nilainya sangat besar apabila perusahaan berkembang sukses.
Kedua, saham di sektor teknologi dan kesehatan, termasuk perusahaan berbasis AI, software, e-commerce, biotech, dan layanan kesehatan digital, yang dikenal memiliki pertumbuhan cepat berkat inovasi dan perubahan gaya hidup masyarakat.
Ketiga, investasi bersifat spekulatif, seperti saham penny stock, derivatif, hingga investasi properti belum terbangun. Instrumen ini berpotensi memberikan hasil tinggi dalam waktu singkat, namun risikonya juga sama besar sehingga membutuhkan perhitungan matang dan toleransi risiko tinggi.
Baca juga : Mengembangkan Dorongan Bertahan Hidup? AI Menolak Permintaan Mematikan Diri
Agar tidak salah memilih saham dan terjebak pada perusahaan dengan pertumbuhan semu, investor disarankan menggunakan sejumlah indikator keuangan sebagai pertimbangan.
Salah satunya adalah Return on Equity (ROE), yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari modal pemegang saham. ROE yang tinggi dapat menjadi sinyal efisiensi manajemen dalam mengelola modal.
Selain itu, Earnings Per Share (EPS) juga menjadi indikator penting. EPS idealnya meningkat konsisten dan didukung arus kas sehat, bukan sekadar hasil manipulasi akuntansi. Investor juga perlu mencermati proyeksi pendapatan masa depan, sebab ekspektasi pertumbuhan yang tinggi sering kali memicu kenaikan harga saham.
Analisis strategi bisnis, kompetisi pasar, model pendapatan, serta kemampuan perusahaan memonetisasi produk atau layanan menjadi faktor penting dalam menilai prospek jangka panjang.
Walaupun growth investing menawarkan potensi imbal hasil tinggi, strategi ini juga mengandung risiko besar karena umumnya menempatkan modal pada perusahaan yang belum mapan.
Harga saham perusahaan bertumbuh cenderung lebih fluktuatif, terutama saat terjadi tekanan ekonomi, perubahan tren pasar, atau tersendatnya inovasi produk. Karena itu, strategi ini lebih cocok bagi investor berorientasi jangka panjang dengan toleransi risiko tinggi.
Untuk meminimalkan risiko, investor perlu memahami karakter bisnis, kinerja sektor, serta meninjau metrik seperti ROE, EPS, dan forward guidance secara berkala. Diversifikasi portofolio, riset mendalam, serta konsultasi dengan perencana keuangan juga dianjurkan sebelum mengambil keputusan investasi.
Dengan disiplin dan pemahaman yang tepat, growth investing dapat menjadi strategi yang efektif untuk memaksimalkan potensi cuan di pasar saham, namun tetap harus dilakukan dengan perhitungan matang agar portofolio tetap sehat dan berkelanjutan.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 04 Nov 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 05 Nov 2025