fintech
Kamis, 14 Agustus 2025 16:05 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA – Layanan buy now pay later (BNPL) atau bayar tunda, seperti PayLater, kini tidak lagi hanya lekat dengan gaya hidup digital warga kota besar.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pembiayaan BNPL di tingkat nasional tumbuh 56,26% secara tahunan (year-on-year), mencapai Rp8,56 triliun per Juni 2025. Lonjakan ini menunjukkan peran signifikan BNPL, termasuk PayLater, dalam mendorong perluasan inklusi keuangan digital di Indonesia.
Dalam dua tahun terakhir, lonjakan adopsi justru terjadi di kota-kota di luar Jabodetabek, mulai dari Medan hingga Makassar. Data internal Kredivo mencatat, pada 2023, pengguna dari luar Jabodetabek menyumbang 53,6% total pengguna, dengan nilai transaksi yang terus meningkat signifikan.
Dalam dua tahun terakhir, pertumbuhan pengguna justru pesat di kota-kota di luar Jabodetabek, dari Medan hingga Makassar.
Data internal Kredivo mencatat, pada 2023, pengguna dari luar Jabodetabek menyumbang 53,6% total pengguna. Kenaikan itu juga dibarengi lonjakan nilai transaksi yang signifikan di berbagai kota.
Medan mencatatkan nilai transaksi tumbuh 87,34% dan jumlah pengguna naik 57,85% sepanjang 2022–2024. Lalu Semarang mencapai nilai transaksi melonjak 47,82%, dengan kenaikan jumlah pengguna 19% di periode 2022-2024.
Sedangkan di Palembang nilai transaksi tumbuh 67,36%, pengguna naik 25,59%. Makassar nilai transaksi meningkat 108,25%, pengguna bertambah 65,12%. Serta Manado nilai transaksi naik 139,95%, pengguna naik 74,77%.
“Peningkatan ini menunjukkan adopsi PayLater semakin merata ke berbagai daerah, menjadi alternatif finansial yang praktis, aman, dan legal,” ujar SVP Marketing and Communications Kredivo Indina Andamari dalam keterangan resmi, Kamis, 14 Agustus 2025.
Meski PayLater menawarkan tenor cicilan hingga 24 bulan, mayoritas pengguna di daerah memilih tenor 1 bulan dengan bunga 0%. Pola ini menandakan pemanfaatan PayLater lebih condong untuk belanja terencana atau mengatur arus kas, bukan sekadar utang konsumtif jangka panjang.
Namun, tren positif tersebut masih dibayangi tantangan literasi. Masih banyak masyarakat yang keliru menganggap PayLater sama dengan pinjaman online ilegal (pinjol), padahal secara mekanisme, regulasi, dan fungsi, keduanya berbeda.
Ekonom digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, mengingatkan bahwa penggunaan PayLater yang tidak terkontrol tetap berisiko, termasuk potensi gagal bayar dan tercatat di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK.
“Literasi keuangan menjadi kunci. PayLater bisa membantu menjaga daya beli dan arus kas, tapi hanya jika digunakan sesuai kemampuan bayar,” tegas Huda.
Huda juga mengingatkan rendahnya literasi membuka peluang penipuan, seperti pemanfaatan limit PayLater orang lain oleh pihak tak bertanggung jawab, atau penawaran kerja sama fiktif. “PayLater bisa menjadi pintu masuk masyarakat ke layanan keuangan formal. Tapi tanpa literasi, manfaatnya tidak akan maksimal,” pungkasnya.
Dengan pertumbuhan pengguna dan transaksi, industri perbankan berbondong-bondong mengeluarkan fitur paylater. Langkah ini menegaskan keseriusan bank-bank digital untuk bersaing langsung dengan para pemain fintech yang selama ini mendominasi pasar "beli sekarang, bayar nanti", terutama di ekosistem pembayaran QRIS.
Bagi nasabah dan investor, kemunculan produk baru ini tentu memunculkan sejumlah pertanyaan penting. Mulai dari fitur yang ditawarkan, strategi di baliknya, hingga gambaran besar industrinya. Berikut adalah ulasan lengkapnya.
Layanan BNPL telah menjadi fitur krusial dalam ekosistem digital. Peluncuran Raya Paylater menunjukkan bahwa bank digital tidak ingin ketinggalan tren dan berupaya mempertahankan loyalitas nasabah dengan menyediakan opsi pembayaran yang fleksibel dan modern.
Sejumlah bank besar dan digital lain seperti Bank Mandiri (Livin' Paylater), BCA, Allo Bank, dan Digibank by DBS kini memiliki layanan paylater. Langkah ini adalah bagian dari strategi untuk bersaing secara langsung, tidak hanya dengan sesama bank, tetapi juga dengan seluruh pemain di industri teknologi finansial.
Dengan demikian, kehadiran emiten perbankan digital dengan kode saham AGRO dalam arena paylater menandakan bahwa persaingan untuk menjadi pilihan utama dalam transaksi digital nasabah akan semakin intensif di masa mendatang.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pasar BNPL perbankan menunjukkan potensi yang sangat besar. Per April 2025, total baki debet kreditnya mencapai Rp21,35 triliun, sebuah angka yang tumbuh signifikan 26,59% secara tahunan.
Basis penggunanya pun sangat luas, dengan jumlah rekening paylater perbankan yang telah mencapai 24,36 juta akun. Angka-angka ini mengonfirmasi bahwa permintaan masyarakat terhadap layanan pembayaran tunda ini sangat tinggi dan pasarnya terbukti "gurih".
Namun, penting untuk dicatat bahwa porsi kredit paylater ini baru mencapai 0,27% dari total seluruh portofolio kredit perbankan nasional. Angka yang masih kecil ini justru menunjukkan bahwa ruang pertumbuhan bagi para pemain, termasuk Bank Raya, masih sangat terbuka lebar..
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Debrinata Rizky pada 14 Aug 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 14 Agt 2025