jawa tengah
Jumat, 20 September 2024 09:01 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA – Anda tentu sudah tidak asing lagi dengan brand wadah atau container makanan, Tupperware. Namun, akhir-akhir ini ada kabar mengejutkan dari perusahaan produsen container makanan tersebut. Pasalnya Tupperware baru saja mengumumkan telah mengajukan kebangkrutan di Pengadilan Kepailitan Amerika Serikat (AS) untuk Distrik Delaware, Selasa, 17 September 2024.
“Siap-siap dicoret dari KK kalau ngilangin Tupperware emak,” jokes ini pasti familiar di telinga kalian. Lalu, pasti kalian juga ingat jokes yang mana jika kalian punya Tupperware pasti kalian orang kaya.
Tupperware adalah wadah makanan favorit ibu-ibu. Brand ini pernah mengalami masa kejayaannya di masa lalu. Penjualannya tergolong eksklusif karena hanya tersedia melalui reseller resmi, bukan di toko-toko umum. Setiap reseller umumnya memiliki katalog lengkap produk yang ditawarkan kepada calon pembeli.
Namun, tidak dengan sekarang. Manajemen mengungkapkan bahwa mereka mengalami kerugian yang meningkat akibat penurunan permintaan yang drastis. Penjualan merosot dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan strategi baru perusahaan yang menempatkan lebih banyak produk di toko ritel dan platform penjualan online.
Namun, menurut perusahaan, strategi tersebut kini gagal menjangkau konsumen modern. Bulan lalu, Tupperware mengungkapkan keraguan tentang kemampuannya untuk terus beroperasi setelah beberapa kali menunjukkan risiko kebangkrutan akibat masalah likuiditas.
“Perusahaan tersebut memiliki utang sebesar US$812 juta (sekitar Rp12,4 juta triliun),” bunyi berkas pengadilan dikutip dari Reuters, Kamis, 19 September 2024.
Tahun lalu, perusahaan tersebut telah memperingatkan investor tentang adanya “keraguan besar” mengenai kemampuannya untuk terus beroperasi jika mereka tidak bisa dengan cepat menggalang dana baru.
Pekan ini, harga saham Tupperware turun lebih dari 50% setelah muncul laporan mengenai rencana mereka untuk mengajukan kebangkrutan.
Selama pandemi Covid-19, penjualan Tupperware sempat meningkat sementara karena banyak orang yang memasak di rumah dan membutuhkan produk mereka untuk menyimpan makanan. Namun, setelah itu, penjualan kembali menurun.
Berikut beberapa brand terkenal yang bangkrut:
Selama empat tahun terakhir, BATA telah berusaha keras menghadapi kerugian dan tantangan industri yang diperburuk oleh pandemi serta perubahan perilaku konsumen yang cepat. Namun, upaya tersebut belum cukup efektif dan berujung pada penutupan pabrik.
Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2023, BATA mencatat kerugian tahun berjalan yang diatribusikan ke entitas induk sebesar Rp190,29 miliar, meningkat sebesar 79,65% dibandingkan dengan Rp105,92 miliar pada tahun 2022.
Keterpurukan BATA salah satunya disebabkan oleh aturan Verifikasi Kemampuan Industri tahun 2023, yang menambah beban bagi perusahaan.
Hampir setiap generasi pasti ahu merek raksasa ini. Produk-produk seperti televisi, komputer, hingga speaker buatan perusahaan yang didirikan sejak 1875 ini telah lama menghiasi rumah hingga perkantoran. Namun, kini Toshiba menghadapi kebangkrutan.
Toshiba delisting dari daftar Bursa Efek Tokyo pada 20 Desember 2023, setelah melantai di bursa selama 74 tahun. Hal ini disebabkan oleh berbagai pergolakan dan skandal yang dialami dalam sepuluh tahun terakhir, yang menyebabkan ketidakpastian bagi perusahaan.
Menurut Reuters, pada tahun 2015, Toshiba terlibat dalam maladministrasi keuangan di sejumlah divisinya, di mana perusahaan tersebut dilaporkan telah melebih-lebihkan laba sebelum pajak sebesar US$1,59 miliar. Praktik ini berlangsung selama tujuh tahun.
Pada 2017, anak perusahaan Toshiba yang bergerak di bidang pembangkit nuklir di AS, Westinghouse Electric, mengalami kebangkrutan. Saat itu, utang perusahaan melebihi aset yang dimiliki.
Manajemen kemudian memutuskan untuk menerima pendanaan dari investor asing, namun langkah ini memunculkan masalah baru, termasuk perbedaan pendapat terkait keputusan bisnis.
Perusahaan yang berbasis di Tokyo ini terus berupaya memulihkan posisinya setelah satu dekade penuh skandal, kerugian besar, dan penjualan unit chip memori andalannya. Toshiba mengalami kebangkrutan, menjual unit TV dan PC-nya, serta memisahkan divisi yang dianggap paling berharga, yaitu semikonduktor.
PT Kayu Raya Indonesia tau dikenal dengan nama Fabelio, startup yang bergerak di bidang penjualan jasa desain interior dan furniture, telah resmi dinyatakan pailit.
Fabelio resmi pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.47/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN.Niaga.JKT.PST, yang dikeluarkan pada 5 Oktober 2022, yang mengabulkan permohonan pailit terhadap PT Kayu Raya Indonesia.
Sebelumnya, Fabelio sempat menjadi sorotan karena tuduhan tidak membayar gaji karyawan hingga dipaksa mengundurkan diri.
Di samping itu, Fabelio pernah mendapatkan pujian dari Forbes, dengan pendirinya masuk dalam daftar 30 Under 30 pada tahun 2018. Selain itu, pada tahun 2020, Fabelio berhasil memperoleh pendanaan sekitar Rp300 miliar dari berbagai perusahaan.
Namun, penyebab kebangkrutan Fabelio adalah penurunan penjualan yang signifikan akibat penutupan toko offline sebagai dampak dari pandemi COVID-19. Menurunnya kondisi keuangan perusahaan menyebabkan mereka menunggak gaji karyawan selama 2-3 bulan dan terlambat membayar vendor.
Bagi para penggemar fotografi, merek yang satu ini pasti sudah tak asing lagi. Didirikan pada tahun 1892, Kodak merupakan salah satu pelopor dalam industri fotografi. Sayangnya, Kodak harus mengalami penurunan dan resmi dinyatakan bangkrut sejak 2012.
Perusahaan ini tidak mampu bersaing dengan pesaing yang menawarkan produk digital di tengah pesatnya kemajuan teknologi. Selain itu, Kodak juga kurang berinovasi dalam bisnisnya, yang berdampak pada penurunan keuntungan.
HOOQ yang sebelumnya beroperasi di lima negara—Singapura, Indonesia, Filipina, Thailand, dan India—telah resmi menutup layanannya akibat bangkrut per 30 April 2020. Dalam pengumuman perpisahannya di media sosial LinkedIn, Bithos memulai dengan pernyataan, “Every great story has its end.”
Dia menceritakan sejarah pendirian HOOQ pada tahun 2015 dan pencapaian perusahaan dalam meraih lebih dari 80 juta pengguna terdaftar di lima negara Asia selama lima tahun beroperasi.
HOOQ merupakan perusahaan joint venture dari Singtel, Sony Pictures Television, dan Warner Bros Entertainment yang didirikan pada tahun 2015. Saat memasuki pasar Indonesia, HOOQ menjalin kerja sama dengan Telkomsel dan Grab. Namun, sayangnya, HOOQ tidak berhasil berkembang di pasar Indonesia.
Terlebih, persaingan di pasar layanan OTT semakin ketat. HOOQ mengungkapkan kesulitan dalam menutupi biaya konten dan operasional platform. Selain itu, HOOQ tidak lagi mendapatkan pendanaan dari investor, baik yang lama maupun yang baru. Akibatnya, Singtel, sebagai pemegang saham terbesar, memutuskan untuk mengajukan likuidasi.
Era tahun 2000-an, BlackBerry pernah menjadi merek ponsel yang paling populer, menggeser dominasi Nokia yang telah lama berjaya. Namun, setelah tahun 2010, kejayaan BlackBerry mulai memudar. Beberapa tahun kemudian, dominasi BlackBerry di pasar ponsel global benar-benar merosot.
Puncaknya, pada 4 Januari 2022, perusahaan asal Kanada ini menghentikan seluruh dukungan untuk sistem operasi BlackBerry OS, yang berarti semua ponsel dan tablet BlackBerry yang menjalankan sistem operasi tersebut, terutama model-model lama, tidak lagi dapat digunakan.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 20 Sep 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 20 Sep 2024