drama korea
Senin, 20 Januari 2025 23:03 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA – Belakangan ini, nama Satryo Soemantri Brodjonegoro menjadi perbincangan hangat di platform media sosial Twitter (X). Pada Senin, 20 Januari 2025, sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) menggelar aksi protes di kantor Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek).
Protes tersebut terkait pemecatan Neni Herlina, seorang pegawai Kemendikti Saintek yang sebelumnya menjabat sebagai Prahum Ahli Muda sekaligus Penanggung Jawab Rumah Tangga. Pemecatan ini dilakukan oleh Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro, dan diduga berlangsung tanpa mengikuti prosedur yang semestinya serta tanpa alasan yang jelas.
Dalam aksi tersebut, para demonstran membawa spanduk dan karangan bunga sebagai simbol penentangan mereka terhadap tindakan yang dianggap tidak adil oleh Satryo.
“Kami ASN, dibayar oleh negara, bekerja untuk negara, bukan babu keluarga,” bunyi pesan dalam spanduk.
“Institusi Negara Bukan Perusahaan Pribadi Satryo dan Istri.”
Satryo Soemantri Brodjonegoro lahir di Delft, Belanda, 5 Januari 1956. Ia adalah anak dari Soemantri Brodjonegoro, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral periode 1967-1973 serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1973. Keluarga ini dikenal memiliki pengaruh besar dalam bidang pendidikan dan pemerintahan di Indonesia.
Namanya sering muncul dalam berbagai diskusi dan kebijakan terkait pengembangan pendidikan tinggi di Indonesia.
Selain itu, Satryo dikenal atas kontribusinya dalam dunia akademik serta upayanya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi pada periode 1999 hingga 2007 dan saat ini menjabat sebagai menteri dalam Kabinet Prabowo Subianto untuk periode 2024-2029.
Satryo menyelesaikan pendidikan tinggi di bidang teknik mesin. Ia meraih gelar S1 di Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia kemudian melanjutkan studi ke University of California, Berkeley, di Amerika Serikat.
Di sana, ia memperoleh gelar Ph.D di bidang Teknik Mesin pada tahun 1985. Sebelumnya, ia juga meraih gelar doktor di Universitas Tokyo, Jepang. Jejak akademiknya menunjukkan komitmen yang tinggi terhadap pendidikan dan penelitian.
Rekam jejak akademiknya sangat panjang. Ia telah mempublikasikan lebih dari 99 karya ilmiah sepanjang kariernya, beberapa di antaranya bahkan dimuat dalam jurnal internasional yang terkait pada teknik mesin dan pendidikan tinggi.
Ia turut berkontribusi dalam pengembangan fakultas teknik di sejumlah universitas, termasuk menjadi anggota tim dari Japan International Cooperation Agency (JICA) untuk Universitas Hasanuddin.
Satryo memulai penerbitan karya ilmiahnya pada tahun 1980 dengan judul Mathematical Formulation for Frequency Calculations of Javanese Gamelan's Wilahan and Gong. Selain itu, ia aktif dalam pengembangan buku ilmiah, salah satunya sebagai editor buku MDGs Sebentar Lagi: Sanggupkah Kita Menghapus Kemiskinan Dunia yang diterbitkan pada tahun 2010.
Namun, pengaruh terbesar Satryo justru terlihat dalam dunia pendidikan dan reformasi perguruan tinggi di Indonesia. Karya ilmiah dan ide-ide yang diajukan dalam penelitian serta reformasi pendidikan telah membantu merubah sistem pendidikan tinggi di Indonesia.
Ia juga tetap berkomitmen untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam bidang teknik mesin. Saat ini, ia masih aktif sebagai dosen tamu di Toyohashi University of Technology, Jepang, dan ITB. Kontribusinya terhadap dunia pendidikan dan riset di Indonesia menjadikannya sebagai salah satu sosok yang dihormati di dunia akademik.
Di dunia akademik, ia mulai dikenal sebagai dosen Teknik Mesin di Institut Teknologi Bandung (ITB). Kariernya semakin berkembang setelah terpilih menjadi Ketua Jurusan Teknik Mesin ITB pada tahun 1992. Posisi ini menjadi langkah awal bagi kontribusinya yang lebih besar dalam dunia pendidikan tinggi.
Pada 1999, ia diamanahi jabatan sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti). Selama delapan tahun masa jabatannya, ia membawa perubahan besar, salah satunya adalah transformasi institusi pendidikan tinggi menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN), yang kini dikenal sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH).
Di bawah kepemimpinannya, konsep World Class University diperkenalkan pada 2007. Program ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing universitas-universitas Indonesia di tingkat internasional melalui kolaborasi global, peningkatan publikasi ilmiah, dan partisipasi dalam QS World University Rankings.
Kontribusinya mendapat pengakuan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah Jepang yang menganugerahkan penghargaan The Order of the Rising Sun pada 2016 sebagai penghargaan atas peranannya dalam memperkuat hubungan pendidikan antara kedua negara.
Mengutip Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ia tercatat memiliki total kekayaan Rp46,05 miliar, yang dilaporkan pada 7 Desember 2024.
Kekayaannya berasal dari aset tanah dan bangunan yang bernilai Rp33,65 miliar. Tanah dan bangunan tersebut tersebar di berbagai lokasi di Indonesia, seperti Jakarta Selatan, Tangerang Selatan, hingga Bali.
Ia juga memiliki kekayaan berupa alat transportasi dan mesin senilai Rp1,4 miliar. Ia mengoleksi beberapa mobil. Dia memiliki mobil BMW X3 tahun 2016 hasil sendiri senilai Rp400 juta, serta mobil listrik BYD Seal tahun 2024 hasil sendiri seharga Rp700 juta.
Koleksi mobil lainnya antara lain Toyota Innova Reborn 2.0 G At tahun 2020 senilai Rp200 juta dan Ford Escape 2.3l Limited At tahun 2011 yang bernilai Rp100 juta. Satryo juga memiliki kas dan setara kas yang mencapai Rp11 miliar dan tercatat tidak memiliki utang.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 21 Jan 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 20 Jan 2025
5 hari yang lalu