Jumat, 09 Desember 2022 18:00 WIB
Penulis:Egi Caniago
Editor:Egi Caniago
Pemerintah akhirnya memutuskan untuk mengambil kebijakan impor beras. Hal ini dilatarbelakangi oleh ketidakcukupan stok beras yang ada di dalam negeri. Bukan cuma itu, beberapa kementerian dan lembaga tak satu suara terkait data beras ini.
Kementerian Pertanian (Kementan) meyakini bahwa hasil produksi beras di dalam negeri masih sangat mencukupi kebutuhan domestik atau dalam kondisi surplus. Namun, di sisi lain Perum Bulog juga yakin jika data Kementan tak sesuai fakta di lapangan. Kepala Bulog Budi Waseso menyebut timnya hanya menemukan 20 juta ton beras bukan 100.000 ton seperti klaim Kementan.
"Sebenarnya saya maunya terima beras, bukan terima data. Saya cek di lapangan enggak ada," kata Buwas, Jumat, 9 Desember 2022.
Sebelumnya, dalam rapat dengar pada 16 November 2022, Direktur Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementan Moh Ismail Wahab memperkirakan produksi periode Oktober hingga Desember 2022 mencapai 10,24 juta ton gabah kering giling (GKG) atau dapat menjadi beras sebanyak 5 sampai 6 juta ton.
Artinya, pada 2022 diperkirakan beras mengalami surplus mencapai 1,8 juta ton. Namun surplusnya harga beras tak ditunjang dengan murahnya harga. Justru harga beras dan gabah terpantau naik. Hal ini diungkapkan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, yang mencatat harga gabah kering panen atau GKP naik sebesar 15,7% dan harga beras medium naik 4,26%.
Bahkan ia merinci total ketersediaan beras nasional per 2 Desember 2022 di angka 515.119 ton, yang mayoritas atau sekitar 514.160 ton berada di BUMN Bulog dan sisanya 959 ton di ID Food.
Adapun dari total ketersediaan beras yang ada di Bulog, stok komersial berada di angka 194.436 ton atau 37,82% dari total stok. Kemudian stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) masih 319.724 ton atau 62,18%.
Kemudian, Komisi IV DPR mengadakan rapat dengar pendapat lanjutan pada 23 November 2022. Kementerian Pertanian diminta untuk memenuhi pasokan CBP ke Bulog selama enam hari kerja. Jumlah beras yang harus dipenuhi sebanyak 600.000 ton.
Setelah itu Kementan melalui Koordinator Data Evaluasi dan Pelaporan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (Ditjen TP) Batara Siagian mengatakan Dirjen Tanaman Pangan telah melayangkan surat resmi ke Dirut Bulog, dengan disertai data beras dan lokasinya secara terperinci.
Batara berharap Bulog dapat segera menyerap beras di wilayah tersebut. Sehingga, pemerintah tidak perlu melakukan importasi beras. Namun, Kementan tak bisa penuhi 600.000 ton beras sesuai harapan DPR.
Pemerintah akhirnya memutuskan impor beras setelah mengadakan rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan juga memberikan persetujuannya dengan menaken izin impor kepada Bulog hingga 500.000 ton.
"Iya betul jadi (impor beras), tadinya kami tidak ada yang ingin impor beras tapi harga beras naik maka kita harus beli. Kenapa harus beli? karena Bulog operasi pasar barang habis stok tinggal sedikit. Nanti bisa terganggu,"ujar Zulhas saat ditemui di Kementerian Perdagangan pada Kamis, 8 November 2022.
Zulhas mengatakan akan memberikan kebebasan pada Bulog untuk kapan saja mendatangkan beras impor ini jika dirasa segera diperlukan untuk memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP). Namun Mendag tak merinci dari mana Indonesia mengambil impor beras tersebut.
Pihaknya menyerahkan sepenuhnya ke Bulog untuk melakukan impor dan serapan beras. Namun jika merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilansir pada 9 Desember 2022, tiga negara pengimpor beras yakni India, Thailand dan Vietnam menjadi pasar pemerintah dalam mengimpor beras dari 5 tahun belakang.
Dari 2017 hingga 2021, India menjadi negara utama impor beras Indonesia. Pada 2017, impor dari India sebanyak 32.209.7 ton. Lalu naik menjadi 337.999 ton pada 2018, dan sempat menurun pada 2019 di angka 7.973.3 ton. Kemudian naik tipis pada 2020 menjadi 10.594.4 ton, dan terakhir tahun 2021 sebanyak 215.386,5 ton beras.
Pada 7 Desember 2022, Menteri Pertanian Syarul Yasin Limpo tetap mengeklaim bahwa stok dalam negeri surplus sebanyak 6 juta ton.
Bahkan, ia menyebut hasil produksi 2022 yang tertinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Terkait impor beras ia mengungkapan alasannya karena harga di dalam negeri jauh lebih tinggi ketimbang harga beras lokal. (TrenAsia.com)