pajak
Senin, 31 Januari 2022 22:55 WIB
Penulis:Sutan Kampai
Editor:Sutan Kampai
Belakangan ramai perbincangan publik mengenai pajak aset digital yang dikenakan terhadap penghasilan Sultan Gustaf Al Ghozali atau lazim dikenal dengan julukan "Ghozali Everyday" dari aset digital NFT (Non-Fungible Token) yang dimilikinya.
Di linimasa media sosial, warganet ramai mengomentari permintaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan agar Sultan Ghozali membayar pajak dan mengarahkannya mengubungi Kring Pajak untuk mengetahui informasi lebih lanjut terkait cara pembayaran pajak tersebut.
"Selamat Ghozali, berikut adalah tautan tempat di mana Anda dapat mendaftarkan NPWP Anda: http://pajak.go.id/id.,” tulis DJP di akun Twitter-nya, 14 Januari 2022.
Cuitan DJP tersebut sudah dibagikan 2.900 kali dan disukai 3.500 orang serta dikomentari 1.500 orang kali. Di antara ribuan komentar, ada yang menulis kata-kata "kasihan, cuan NFT malah dipajaki".
Adapun pengahasilan Sultan Ghozali dari aset digital NFT-nya mencapai sekitar Rp1,5 miliar dari penjualan 230 foto selfie yang dilakukannya selama lima tahun terakhir di internet dalam platform OpenSea.
Menanggapi komentar publik tersebut, DJP menegaskan bahwa memang pada dasarnya di Indonesia belum ada pajak kripto yang dihasilkan dari aset digital bitcoin atau NFT.
DJP Kemenkeu sampai saat ini masih menggodok skema pajak kripto di tengah tekanan otoritas keuangan yang telah melarang pembiayaan aset kripto dan otoritas keagamaan yang telah menyebut kripto sebagai "barang haram".
Dalam penjelasan di situs resminya, DJP mengatakan bahwa dalam sistem self assessment, wajib pajak (WP) diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, melaporkan, dan mempertanggungjawabkan pajaknya.
Hal itu merujuk pada Pasal 4 Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 11 tentang Cipta Kerja.
Dikatakan bahwa PPh adalah pajak yang dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak tersebut.
Dengan sistem perpajakan seperti itu maka salah satu tugas DJP yang sangat penting adalah memberikan edukasi kepada wajib pajak terkait hak dan kewajiban perpajakannya melalui berbagai metode dan kanal. Salah satunya melalui media sosial.
DJP wajar melakukan hal itu karena mau mengingatkan kesadaran masyarakat untuk melaporkan pajaknya ketika mendapatkan penghasilan yang mestinya dikenakan pajak.
"Dan yang patut dicatat adalah lebih banyak masyarakat Indonesia yang mestinya 'dikasihani' karena ada haknya yang terabaikan jika ada sebagian masyarakat tidak membayar pajak," tulis DJP dikutip Senin, 31 Januari 2022.
Dalam mendukung pemulihan ekonomi, DJP mengatakan pajak menjadi tulang punggung pembiayaan negara. Dalam APBN 2022, lebih dari 70% penerimaan negara berasal dari pajak. Tepatnya sebesar Rp1.262,9 triliun.
Sederhananya, pajak yang dibayarkan Ghozali beberapa di antaranya digunakan untuk mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Menurut DJP, pajak benar-benar menyokong APBN 2021 dalam pengendalian pandemi COVID-19 terutama dalam penyediaan vaksin, obat-obatan, tenaga kesehatan, sistem pengendalian wabah. Sehingga dengan itu ekonomi masih bisa terus berputar dan penerimaan negara terjaga.
Pajak juga menyokong APBN 2021 dalam penyelenggaraan pendidikan, utamanya untuk menjaga kualitas sumber daya manusia.
Misalnya, Rp66,4 triliun untuk ketersediaan dana pengembangan pendidikan nasional, dana abadi penelitian, dana abadi kebudayaan, dan dana abadi perguruan tinggi atau Rp1,4 triliun untuk mendukung digitalisasi pendidikan.
Dan yang terpenting adalah ajak menyokong APBN 2021 dalam soal pembangunan infrastruktur terutama infrastruktur prioritas agar daya saing nasional meningkat.
"Belum lagi dalam pembangunan bidang teknologi informasi dan komunikasi yang difokuskan untuk mendukung dan meningkatkan kualitas komunikasi masyarakat. Kecepatan akses internet yang kita nikmati sekarang adalah hasil pencapaian di bidang ini," papar DJP.
DJP menandaskan bahwa pajak bukan sebagai momok yang mesti ditakutkan, sehingga pembayar pajak harus merasa "dikasihani". Pajak sejatinya menjadi sarana pendistribusian kesejahteraan secara merata kepada masyarakat luas.
"Ada sebuah kewajiban yang senantiasa menempel kepada penerima penghasilan: membayar dan melaporkan pajaknya dengan benar. Ada sistem yang mengawasi pembayaran dan pelaporan pajak," tandas DJP.
Asal tahu saja, sejak November 2021, konferensi tahunan NFT ketiga yang diselenggarakan di New York City, Amerika Serikat (AS) menandai berkembangnya tren baru yang menguntungkan dunia blockchain.
Teknologi NFT menetapkan kepemilikan aset digital sehingga para pemilik konten digital tersebut dapat menjual dan memperdagangkannya di dalam sistem blockchain.
Hasil dari penjualan NFT tersebut dapat ditransfer dari dompet kripto penjual ke alamat dompet kripto yang berada di cryptocurrency exchange (perusahaan broker yang memberikan akses dan fasilitas kepada investor untuk bertransaksi dan membeli mata uang kripto di pasar kripto).
Dari proses inilah mata uang kripto tersebut dapat dikonversi ke mata uang rupiah dan ditarik oleh penjual aset digital untuk ditransfer ke rekening bank yang dimilikinya.
Selain Sultan Ghozali, tercatat beberapa artis dan seniman tanah air memanfaatkan NFT untuk menjual karyanya. Salah satunya Syahrini, yang berhasil menjual 17.800 unit aset NFT dengan nilai 20 Binance USD (BUSD) atau sekitar Rp286 ribu per NFT. Diperkirakan aset digital Syahrini total mencapai Rp5,09 miliar. (TrenAsia.com)
4 hari yang lalu