teknologi
Selasa, 30 Januari 2024 15:44 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA - Penelitian terbaru yang dirilis oleh Massachusetts Institute of Technology (MIT) menemukan bahwa saat ini kecerdasan buatan (AI) masih terlalu mahal untuk menggantikan pekerjaan manusia dalam sebagian besar profesi.
Studi yang dilakukan oleh MIT ini dilakukan untuk mengatasi kekhawatiran tentang AI menggantikan pekerja manusia di berbagai industri, hasilnya menunjukkan bahwa kecerdasan buatan saat ini tidak dapat menggantikan sebagian besar pekerjaan secara efisien dari segi biaya.
Penelitian ini juga merupakan penyelidikan pertama tentang kelayakan penggantian pekerjaan oleh AI. Para peneliti memeriksa biaya otomatisasi berbagai tugas di Amerika Serikat, dengan fokus pada pekerjaan yang menggunakan visi komputer, seperti guru dan penilai properti.
Hasilnya menunjukkan bahwa hanya 23% pekerja, diukur dari gaji dalam dolar, bisa digantikan secara efektif. Beberapa pekerjaan lebih ekonomis dilakukan oleh manusia karena biaya instalasi dan operasional visi komputer yang tinggi.
Seperti diketahui, penggunaan AI meningkat di berbagai industri setelah teknologi seperti ChatGPT dari OpenAI dirasa banyak mendatangkan manfaat.
Perusahaan teknologi seperti Microsoft dan Alphabet di AS serta Baidu dan Alibaba di China tak mau ketinggalan meluncurkan layanan AI baru. Namun, kekhawatiran tentang dampak AI terhadap pekerjaan tetap menjadi perhatian utama.
Studi ini menyoroti pemikiran bahwa 'mesin akan mencuri pekerjaan kita' sering muncul selama perubahan teknologi cepat. Peneliti MIT menemukan bahwa hanya 23% kompensasi pekerja yang terpapar visi komputer AI dapat diotomatisasi oleh perusahaan karena biaya awal yang besar dari sistem AI.
Diskusi tentang penggantian tenaga kerja oleh AI juga menjadi perhatian pada Forum Ekonomi Dunia di Davos. Mustafa Suleyman, pendiri Inflection AI dan Google's DeepMind, menyebut sistem AI sebagai "alat pengganti pekerjaan secara fundamental."
Salah satu studi kasus dalam penelitian ini melibatkan toko roti hipotetis, di mana penggunaan kamera dan sistem AI untuk memeriksa kualitas bahan-bahan masih jauh lebih mahal dibandingkan dengan biaya upgrade teknologi tersebut.
Direktur Proyek Riset FutureTech di MIT Computer Science and Artificial Intelligence Lab, Neil Thompson, menyatakan bahwa lebih banyak otomatisasi dapat terjadi di sektor ritel dan perawatan kesehatan, sementara sektor seperti konstruksi, pertambangan, atau real estat mungkin mengalami penurunan otomatisasi.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Rumpi Rahayu pada 29 Jan 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 30 Jan 2024
15 hari yang lalu