Tertarik WHV ke Australia? Anda Bisa Nabung sampai Rp15 Juta per Bulan

Kamis, 03 Juli 2025 16:32 WIB

Penulis:Redaksi Daerah

Editor:Redaksi Daerah

Ini Keuntungan WHV Australia, Bisa Nabung Rp15 Juta per Bulan!
Ini Keuntungan WHV Australia, Bisa Nabung Rp15 Juta per Bulan! (Reuters/Loren Elliott)

JAKARTA – Program Working Holiday Visa (WHV) merupakan salah satu jalur favorit bagi anak muda Indonesia yang ingin merasakan pengalaman bekerja sambil liburan di Australia.

Skema ini memberikan kesempatan untuk memperoleh penghasilan yang menarik, jam kerja yang fleksibel, dan pengalaman menjelajahi budaya internasional. Namun, di balik semua keuntungan itu, ada juga tantangan dan risiko yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan untuk mendaftar.

WHV Australia dengan visa subclass 462 memungkinkan warga negara Indonesia usia 18–30 tahun untuk tinggal dan bekerja selama maksimal tiga tahun di Negeri Kanguru, dengan masa berlaku awal selama satu tahun dan dapat diperpanjang jika memenuhi persyaratan tertentu.

Untuk mendaftar, pelamar wajib mengajukan Surat Dukungan (SDUWHV) melalui situs resmi Direktorat Jenderal Imigrasi di laman  sduwhv.imigrasi.go.id. Persyaratan utama meliputi status sebagai WNI tanpa tanggungan keluarga, pendidikan minimal D3 atau sedang menempuh studi minimal dua tahun, skor IELTS minimal 4.5, serta bukti keuangan senilai AUD 5.000 (Rp50.000.000).

Dokumen yang diperlukan mencakup paspor aktif, SKCK, pasfoto, sertifikat IELTS, bukti finansial, dan hasil pemeriksaan kesehatan. Setelah mendapatkan SDUWHV, pelamar melanjutkan proses aplikasi visa melalui ImmiAccount, portal imigrasi Australia. 

Biaya keseluruhan proses WHV berkisar antara Rp10 –12 juta, termasuk tes bahasa Inggris, medical check-up, dan biaya visa sebesar AUD 635 (Rp6.350.000).

Penghasilan dan Prospek Kerja WHV

Australia dikenal sebagai negara dengan standar upah minimum yang tinggi. Pengalaman WHV memungkinkan pekerja untuk mencoba berbagai sektor pekerjaan dengan gaji bervariasi, tergantung bidang dan lokasi kerja.

Dikutip dari laman Australia.com, di sektor hospitality seperti restoran atau kafe, gaji berkisar AUD 25–35/jam (Rp250.000–Rp350.000), bahkan bisa lebih tinggi untuk shift malam atau akhir pekan. 

Di sektor pertanian, seperti memetik buah, upah berada di kisaran AUD 20–30/jam (Rp200.000–Rp300.000). Namun, sistem pembayaran “piece rate” atau berdasarkan jumlah hasil panen bisa membuat penghasilan jauh di bawah standar jika produktivitas rendah.

Sektor konstruksi menawarkan gaji lebih tinggi, yakni AUD 30–40/jam (Rp300.000–Rp400.000), dengan syarat memiliki sertifikat White Card. Sementara itu, pekerjaan di retail seperti supermarket dan toko memberikan gaji sekitar AUD 22–28/jam (Rp220.000–Rp280.000). 

Bagi yang bekerja sebagai au pair atau pengasuh anak, pendapatan berkisar antara AUD 250–400/minggu (Rp2.500.000–Rp4.000.000), sudah termasuk akomodasi dan makanan. Pemerintah Australia menerapkan sistem pajak sebesar 15% untuk penghasilan hingga AUD 45.000/tahun (Rp450.000.000). 

Jika seseorang bekerja 40 jam per minggu dengan upah AUD 25/jam (Rp250.000), maka penghasilan kotornya mencapai AUD 1.000/minggu (Rp10.000.000), dipotong pajak 15% atau AUD 150 (Rp1.500.000), sehingga gaji bersihnya sekitar AUD 850/minggu (Rp8.500.000).

Kelebihan WHV

Salah satu daya tarik utama WHV adalah fleksibilitas kerja dan mobilitas yang ditawarkan. Pemegang visa ini bebas berpindah pekerjaan maupun lokasi tinggal selama tidak lebih dari enam bulan di satu perusahaan.

 Visa ini juga memungkinkan peserta untuk mengikuti kursus jangka pendek hingga empat bulan, memberikan kesempatan belajar tambahan di luar pekerjaan.

WHV membuka akses terhadap pengalaman multisektor, mulai dari pertanian, hospitality, retail, hingga konstruksi. Dengan pengelolaan keuangan yang bijak dan gaya hidup hemat, pekerja WHV dapat menabung hingga 30–50% dari penghasilan mereka, yakni sekitar Rp10–15 juta per bulan. 

Selain itu, pengalaman bekerja di kawasan regional Australia juga bisa menjadi poin tambahan untuk mengajukan visa lain seperti Temporary Skill Shortage (TSS 482) atau visa permanen berbasis keterampilan.

Kekurangan WHV

Meskipun menjanjikan, WHV bukan tanpa tantangan. Ketidakstabilan kerja menjadi isu utama, terutama di sektor musiman seperti pertanian dan hospitality. Pekerjaan bisa berhenti sewaktu-waktu saat musim sepi, dan sistem pembayaran piece rate dapat menyebabkan penghasilan turun drastis jika produktivitas rendah. Beberapa pekerja bahkan pernah melaporkan hanya dibayar AUD 3/jam (±Rp30.000).

Selain itu, masih terjadi kasus eksploitasi terhadap pekerja WHV, mulai dari penahanan paspor, pemotongan upah secara ilegal, hingga pelecehan seksual, khususnya di sektor pertanian dan perhotelan. Sayangnya, banyak pekerja enggan melapor karena khawatir kehilangan kesempatan memperpanjang visa.

Di sisi lain, biaya hidup di Australia tergolong tinggi. Sewa kamar di kota-kota besar seperti Sydney dan Melbourne bisa mencapai AUD 150–250/minggu (Rp1.500.000–Rp2.500.000), belum termasuk biaya transportasi dan makanan yang dapat menambah beban pengeluaran sebesar AUD 100–150/minggu (Rp1.000.000–Rp1.500.000). 

Persaingan kerja pun cukup ketat, dan warga negara non-Inggris seperti Indonesia sering kali mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan dengan sistem pembayaran resmi.

Agar pengalaman WHV lebih menguntungkan, calon peserta disarankan untuk memilih kota kecil seperti Adelaide atau Tasmania yang memiliki biaya hidup lebih rendah dan tingkat persaingan kerja lebih ringan. Untuk mencari lowongan pekerjaan, platform daring seperti SEEK, Indeed, dan Gumtree dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Selain itu, pekerja harus memastikan kontrak kerja yang jelas dan menghindari perusahaan yang tidak transparan dalam sistem upah. Apabila mengalami pelanggaran hak, peserta dapat melaporkan ke lembaga resmi seperti Fair Work Ombudsman.

Bergabung dalam komunitas WHV Indonesia di media sosial juga dapat menjadi strategi efektif untuk mendapatkan informasi lowongan, tempat tinggal, dan tips bertahan di Australia.

WHV vs Student Visa: Mana yang Lebih Cocok?

WHV dan visa pelajar memiliki tujuan yang berbeda. WHV memberikan keleluasaan bekerja hingga 40 jam per minggu dengan biaya awal yang lebih rendah, yaitu sekitar Rp10–12 juta. 

Fokus utamanya adalah bekerja dan berlibur. Sementara itu, visa pelajar membatasi jam kerja maksimal 24 jam per minggu dan memerlukan biaya lebih tinggi karena harus membayar biaya kuliah per term sekitar Rp15–30 juta. 

Namun, visa pelajar menawarkan masa tinggal lebih panjang tergantung durasi studi dan lebih cocok bagi mereka yang ingin mengejar pendidikan formal. Pilihan visa harus disesuaikan dengan tujuan pribadi masing-masing.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 02 Jul 2025 

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 03 Jul 2025