pajak
Senin, 05 Agustus 2024 10:32 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) diketahui telah meneken aturan terbaru tentang kesehatan nasional. Salah satu hal yang dibahas adalah mengenai pengenaan cukai pada pangan olahan, termasuk makanan siap saji.
Aturan kesehatan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Ketentuan mengenai cukai untuk makanan siap saji diatur dalam Pasal 194 peraturan tersebut.
“Pemerintah Pusat dapat menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi ayat (4) Pasal 194 PP Nomor 28 Tahun 2024.
Penerapan cukai ini adalah bagian dari upaya pemerintah untuk mengontrol konsumsi gula, garam, dan lemak, sesuai dengan pasal yang sama. Pemerintah pusat berwenang menetapkan batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak dalam pangan olahan, termasuk makanan siap saji.
Pangan olahan diartikan sebagai makanan atau minuman yang telah diproses dengan metode tertentu, baik dengan tambahan bahan atau tanpa tambahan bahan.
Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani menyatakan, pihaknya belum akan menerapkan pungutan cukai pada makanan olahan siap saji.
“Kalau untuk pungutan cukai makanan olahan kita belum. Tentunya nanti kan regulasi baru dibuat,” kata Askolani di kantornya, Rabu, 31 Juli 2024.
Askolani mengatakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih perlu berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk melakukan kajian mengenai penerapan pungutan ini.
“Belum tahu, belum tahu persisnya. Itu kan baru ditulis ya, nanti implementasinya kita tunggu Kemenkes. Yang punya PP itu leadnya Kemenenkes, jadi sabar,” ujar Askolani.
Askolani juga mengungkapkan, Kemenkes perlu memiliki kajian komprehensif mengenai penerapan cukai pada pangan olahan dan makanan siap saji. Kajian tersebut harus mencakup dampak kesehatan, kondisi industri, dan daya beli masyarakat.
“Itu mesti dikaji lengkap dulu, kan enggak semudah itu. Kita harus lihat kondisi industrinya, kondisi kesehatan, kondisi ekonomi, saya yakin Kemkes akan kaji itu dulu,” ungkapnya.
Makanan siap saji atau fast food adalah jenis makanan yang dapat dipersiapkan dan disajikan dengan cepat sehingga bisa langsung dikonsumsi. Makanan ini sering kali dipilih karena harganya yang terjangkau, rasanya yang enak, serta kemudahannya untuk dibawa ke mana saja.
Oleh karena itu, fast food sering menjadi pilihan untuk makan siang saat menjalani rutinitas yang padat. Makanan siap saji adalah alternatif yang sangat praktis dan cepat diolahnya sebagai pengganti makanan rumahan. Namun, makanan ini sering kali memiliki kandungan gula, lemak, garam, dan kalori yang tinggi.
Beberapa restoran bahkan menggunakan minyak sayur terhidrogenasi untuk menggoreng makanan, meskipun minyak ini tidak sehat karena mengandung lemak trans yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung.
Makanan siap saji sangat populer di kalangan dewasa maupun anak-anak. Konsumsi makanan ini umumnya memberikan asupan tinggi energi, gula, lemak, sodium, dan lemak jenuh, serta minuman berkarbonasi. Namun, asupan ini sering kali rendah untuk vitamin A, vitamin C, susu, buah-buahan, dan sayuran.
Meskipun istilah makanan cepat saji sering dianggap sama dengan junk food, sebenarnya keduanya memiliki perbedaan. Fast food mengacu pada makanan yang disajikan dengan cepat dan praktis, sementara junk food merujuk pada makanan dengan nilai gizi yang sangat rendah.
Tidak semua fast food termasuk dalam kategori junk food karena beberapa di antaranya masih mengandung nutrisi dan manfaat, seperti salad. Sebaliknya, junk food jelas kurang baik untuk kesehatan karena kekurangan zat gizi penting, contohnya kentang goreng yang memiliki kandungan lemak jenuh yang tinggi.
Sebagian besar fast food dibuat dari produk beku, seperti daging burger dan kentang goreng, yang kemudian dipanaskan atau digoreng sebelum disajikan. Proses penyimpanan dan pemasakan ini menyebabkan makanan siap saji mengandung tingkat bahan-bahan seperti berikut.
Saus, dressing salad, dan minuman ringan dalam makanan cepat saji sering mengandung gula dalam jumlah tinggi yang mudah diserap oleh tubuh. Konsumsi gula yang berlebihan dapat meningkatkan risiko obesitas, diabetes, dan penyakit jantung.
Garam atau natrium ditambahkan untuk memberikan rasa pada makanan dan juga berfungsi sebagai bahan pengawet untuk memperpanjang masa simpan fast food. Konsumsi makanan cepat saji yang tinggi garam dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi (hipertensi), diabetes, dan penyakit ginjal.
Proses penggorengan yang dilakukan pada fast food dapat meningkatkan kandungan lemak trans, yang menyebabkan peningkatan kadar kolesterol jahat atau LDL (low-density lipoprotein) dalam darah.
Kondisi ini dapat menyebabkan kolesterol tinggi dan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular atau stroke. Selain gula, garam, dan lemak, fast food juga mengandung berbagai zat aditif lain, seperti pengawet dan pewarna makanan.
Satu porsi fast food dapat mengandung kalori yang memenuhi setengah dari kebutuhan kalori harian Anda, berkisar antara 400-600 kalori atau bahkan hingga 1500 kalori.
Beberapa jenis fast food mengandung kadar natrium yang tinggi. Konsumsi natrium secara berlebihan dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit.
Umumnya, fast food memiliki kandungan serat yang sangat rendah atau bahkan tidak mengandung sayuran. Sayuran yang digunakan dalam fast food biasanya terbatas pada selada dan kol, yang tidak menyediakan banyak vitamin dan mineral.
Berikut sejumlah dampak buruk dari konsumsi makanan siap saji:
Kandungan tinggi gula, garam, dan lemak dalam makanan cepat saji dapat meningkatkan tekanan darah dan kadar gula darah dalam tubuh. Hal ini dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit kronis, termasuk obesitas, diabetes, penyakit jantung, dan stroke.
Sebuah studi dalam jurnal Circulation (2012) menunjukkan bahwa kebiasaan makan fast food 2-3 kali per minggu dapat meningkatkan risiko kematian akibat penyakit jantung koroner dan diabetes tipe 2.
Konsumsi fast food yang berlebihan dapat meningkatkan asupan kalori harian, yang berpotensi menyebabkan kenaikan berat badan. Obesitas dapat memicu gangguan pernapasan seperti asma dan sesak napas, karena penambahan berat badan memberikan tekanan ekstra pada jantung dan paru-paru.
Akibatnya, Anda mungkin mengalami kesulitan bernapas, terutama saat berjalan kaki, menaiki tangga, atau berolahraga.
Gula dalam makanan siap saji dapat meningkatkan keasaman mulut, yang selanjutnya dapat merusak lapisan enamel gigi, membuatnya lebih rentan terhadap kerusakan.
Selain itu, obesitas dapat memengaruhi kepadatan tulang, membuatnya semakin keropos dan rapuh karena tidak mampu mendukung berat badan yang berlebih. Hal ini membuat individu dengan obesitas lebih rentan terhadap risiko jatuh dan patah tulang.
Selain gula, garam, dan lemak, bahan tambahan dalam makanan cepat saji juga bisa berdampak pada kesuburan Anda. Studi dalam Environmental Health Perspectives (2016) mengungkapkan bahwa fast food mengandung ftalat (phthalates) yang dapat mengganggu fungsi hormon reproduksi.
Paparan bahan kimia ini dalam jumlah tinggi dan terus-menerus dapat mempengaruhi kualitas sperma dan menyebabkan gangguan kesuburan pada pria.
Hampir semua makanan siap saji mengandung kadar garam tinggi dengan natrium. Ketika kadar natrium dalam darah terlalu tinggi dan tidak bisa dikeluarkan oleh ginjal, volume darah meningkat, sehingga jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh, yang akhirnya menyebabkan tekanan darah tinggi.
Konsumsi berlebihan makanan yang tinggi garam seperti makanan siap saji, dapat menyebabkan tubuh menyerap lebih banyak air. Akibatnya, perut Anda bisa menjadi kembung dan membengkak.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 05 Aug 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 05 Agt 2024
3 hari yang lalu
3 hari yang lalu