Kenapa Barang Mewah Selalu Diburu? Ini 8 Alasannya Menurut Psikologi

Rabu, 13 Agustus 2025 14:43 WIB

Penulis:Redaksi Daerah

Editor:Redaksi Daerah

Mahal tapi Tetap Diburu? Ternyata Ini 8 Alasan Psikologis di Balik Pembelian Barang Mewah
Mahal tapi Tetap Diburu? Ternyata Ini 8 Alasan Psikologis di Balik Pembelian Barang Mewah (Freepik)

JAKARTA– Di tengah dunia ritel yang terus berkembang dan berubah, fesyen mewah memiliki daya tarik tersendiri melalui produk eksklusif, merek ternama, dan harga selangit.

Menariknya, sektor ini tetap bertahan bahkan saat terjadi gejolak ekonomi, memunculkan pertanyaan: mengapa orang tetap membeli barang mewah meski harganya tinggi?

Psikologi di balik perilaku konsumen barang mewah adalah topik yang kompleks sekaligus memikat, dan telah menjadi fokus perhatian pemasar, psikolog, hingga sosiolog selama puluhan tahun.

Alasan Psikologis di Balik Kegemaran Membeli Barang Mewah

Dilansir dari Fashion Law Journal, berikut penjelasan psikolog dari orang yang rela beli barang mewah: 

1. Simbol Status dan Gengsi Sosial

Barang mewah dan perilaku konsumen memiliki keterkaitan yang erat dengan simbol pencapaian, kekayaan, dan status sosial. Kepemilikan produk dari merek-merek mewah seperti Louis Vuitton atau Hermès bukan sekadar soal selera gaya.

Barang-barang ini berfungsi sebagai penanda status, karena logo dan desainnya mencerminkan kemakmuran serta posisi tertentu dalam masyarakat. Psikologi konsumsi barang mewah menunjukkan bahwa merek-merek tersebut menjadi simbol status karena adanya kebutuhan psikologis mendalam akan pembeda sosial dan pengakuan.

Konsumen kerap menggunakan produk mewah untuk menegaskan posisi sosial mereka dan membentuk citra diri di mata orang lain maupun masyarakat luas. Aspek inilah yang menjadi kunci untuk memahami alasan orang tertarik membeli merek-merek mewah dan mengapa daya tariknya terus bertahan.

2. Pembelian yang Sarat Emosi

Membeli produk fesyen mewah sering kali merupakan perjalanan emosional yang melibatkan perasaan bahagia, bangga, dan memanjakan diri. Aspek emosional ini menjadi bagian penting dari pengalaman memiliki barang-barang mewah.

Penelitian tentang perilaku konsumen barang mewah menunjukkan kepemilikan atas produk-produk ini dapat meningkatkan rasa bahagia dan harga diri secara signifikan. Bagi banyak orang, proses memilih, membeli, hingga menyimpan barang mewah menjadi pengalaman pribadi yang mendalam, lebih dari sekadar memiliki benda fisik.

Perjalanan emosional ini menjawab kebutuhan manusia akan kebahagiaan dan penghargaan terhadap diri sendiri, sekaligus menegaskan sisi psikologis dari membeli barang mahal dan mengapa hal tersebut begitu membekas di hati konsumen.

3. Pengaruh Reputasi Merek

Psikologi konsumen terhadap merek-merek mewah sangat dipengaruhi oleh fenomena halo effect, yaitu kecenderungan konsumen untuk menilai seluruh produk secara positif karena reputasi baik dari merek tersebut.

Efek ini terjadi ketika citra positif sebuah merek memengaruhi persepsi konsumen terhadap semua produknya. Sebagai contoh, reputasi Rolex dalam hal presisi dan keunggulan membuat seluruh lini jam tangannya dipandang berkualitas tinggi, bahkan oleh mereka yang belum pernah menggunakannya secara langsung.

Hal ini menunjukkan bahwa citra merek yang kuat memiliki peran besar dalam membentuk preferensi konsumen dan mendorong penjualan produk mewah.

4. Faktor Kelangkaan

Kelangkaan dan eksklusivitas memainkan peran penting dalam daya tarik fesyen mewah. Prinsip kelangkaan menyatakan orang cenderung tertarik pada barang-barang yang langka dan sulit didapat, sebuah strategi yang diterapkan secara efektif oleh merek seperti Supreme.

Dengan memproduksi barang dalam jumlah terbatas, merek-merek tersebut meningkatkan permintaan sekaligus menciptakan rasa urgensi di kalangan konsumen. Ketertarikan terhadap barang mewah banyak berasal dari pendekatan ini, karena konsumen menganggap barang-barang tersebut lebih bernilai akibat kelangkaannya.

Konsep ini menjelaskan mengapa merek-merek mewah memiliki tempat tersendiri dan bagaimana ketersediaan yang terbatas justru menambah prestise serta daya tariknya.

5. Fesyen sebagai Cerminan Identitas

Fesyen mewah berfungsi sebagai sarana yang kuat untuk mengekspresikan diri dan membentuk identitas. Melalui pilihan busana dan aksesori, seseorang dapat menyampaikan gaya pribadi, nilai-nilai yang dianut, serta keterkaitannya dengan kelompok sosial tertentu, sekaligus membangun citra diri di hadapan publik.

Dalam perilaku konsumen barang mewah, aspek ini berkaitan dengan upaya membentuk dan menampilkan kepribadian, sehingga setiap pembelian mencerminkan selera serta posisi sosial pemiliknya.

Di era di mana personal branding menjadi sangat penting, produk fesyen mewah membantu individu menonjolkan diri dan mengekspresikan identitas secara lebih jelas.

6. Daya Tarik Keahlian dan Kualitas

Daya tarik barang mewah sangat berkaitan erat dengan kualitas dan keahlian dalam proses pembuatannya. Konsumen menghargai penggunaan material unggulan serta teknik produksi yang detail dan presisi yang diterapkan oleh merek-merek mewah.

Penghargaan ini tidak hanya terbatas pada aspek fisik, tetapi juga mencakup apresiasi terhadap nilai seni dan warisan budaya di balik produk tersebut. Psikologi harga dalam dunia barang mewah turut berperan, karena harga yang tinggi sering kali diasosiasikan dengan eksklusivitas dan mutu pengerjaan yang luar biasa.

Dinamika ini menjelaskan mengapa barang-barang mewah tetap memiliki makna budaya yang penting dan posisi istimewa dalam industri fesyen.

6. Kecintaan terhadap Kualitas dan Keahlian Tangan

Daya tarik barang-barang mewah berakar kuat pada kualitas tinggi dan keahlian dalam proses pembuatannya. Konsumen menghargai penggunaan bahan-bahan premium serta teknik produksi yang cermat dan presisi yang menjadi ciri khas merek-merek mewah.

Apresiasi ini melampaui aspek fisik semata, mencerminkan penghormatan terhadap nilai seni dan warisan tradisi yang terkandung di dalamnya. Psikologi harga dalam produk mewah juga berperan penting, karena harga yang tinggi sering kali dipersepsikan sebagai simbol eksklusivitas dan keunggulan mutu.

Hubungan ini menjelaskan mengapa barang mewah tetap memiliki peran penting dalam industri, baik secara budaya maupun komersial.

7. Kecintaan terhadap Barang Mewah

Dari sudut pandang ilmu saraf, pembelian barang mewah merangsang pusat penghargaan di otak, memicu pelepasan dopamin yang menimbulkan perasaan senang dan puas. Respons ini memperkuat kepuasan emosional yang sering kali menyertai pengalaman memiliki barang mewah.

Psikologi di balik perilaku konsumen menunjukkan yang dicari bukan semata-mata wujud fisik dari barang tersebut, melainkan juga kepuasan emosional dan status sosial yang melekat pada kepemilikannya.

8. Pengaruh Digital: Media Sosial dan Peran Influencer

Di era digital saat ini, media sosial dan para influencer memiliki pengaruh besar terhadap persepsi masyarakat terhadap barang mewah. Influencer yang dianggap sebagai pencipta tren, berperan dalam membentuk selera konsumen dan meningkatkan daya tarik merek-merek mewah.

Melalui promosi atau dukungan terhadap produk-produk tersebut, mereka memberikan legitimasi sekaligus menarik perhatian audiens baru.

Dinamika ini menunjukkan alasan mengapa banyak orang menyukai merek desainer dan bagaimana perilaku konsumen barang mewah kini semakin dipengaruhi oleh kehadiran platform digital.

Psikologi di balik konsumsi barang mewah merupakan perpaduan kompleks antara faktor sosial, emosional, dan psikologis. Mulai dari pencarian prestise, pemenuhan emosional, pengaruh merek, kelangkaan, ekspresi diri, hingga apresiasi terhadap keahlian, semua elemen ini membentuk beragam motivasi konsumen.

Seiring dengan terus berkembangnya pasar barang mewah, merek yang mampu memahami berbagai aspek ini akan lebih mudah menjalin koneksi dengan audiensnya. Dalam dunia modern, barang mewah bukan sekadar produk, melainkan juga pengalaman, representasi identitas, dan simbol pencapaian.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Distika Safara Setianda pada 10 Aug 2025 

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 13 Agt 2025