Luhut Bilang Pembayaran E-Katalog Bisa Jadi Salah Satu Sarang Korupsi

Selasa, 20 Desember 2022 22:27 WIB

Penulis:Egi Caniago

Editor:Egi Caniago

Menteri-LBP-3.jpg
Transaksi Capai Rp1.600 Triliun, E-Katalog Disebut Luhut Bisa Jadi Salah Satu Sarang Korupsi (TrenAsia)

Keberadaan e-katalog oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Marves), Luhut Binsar Pandjaitan disebut bisa jadi salah satu sarang korupsi baru. 

Seperti diketahui e-katalog adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang atau jasa tertentu dari berbagai penyedia barang atau jasa Pemerintah.

Oleh karenanya, Luhut meminta kepada Presiden (Jokowi) untuk merestrukturisasi e-katalog. Permintaan tersebut pun bukan tanpa sebab, karena e-katalog tersebut bisa jadi sarang korupsi.

Menurut Luhut, dalam e-katalog ada perputaran uang cukup besar hingga Rp1.600 triliun. Di mana rinciannya Rp1.200 triliun belanja pemerintah dan Rp400 triliun belanja BUMN.

“Jadi sama dengan US$105 miliar. Kita tidak usah cari mana macam korupsi, ya itu salah satu tempat korupsi,” ujar Luhut dalam acara Peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi 2023-2024, Selasa, 20 Desember 2022 dilansir dari trenasia.com jaringan Jatengaja.com.

Menko Marves menambahakn E-katalog tersebut bisa menjadi target ke depannya, sehingg perlu dibereskan agar lebih baik.

Pada tahun 2022 ditargetkan Rp400 triliun masuk ke dalam E-katalog. Namun, yang masuk Rp900 triliun dan Rp500 triliunnya adalah buatan dalam negeri.

Dari setiap dana Rp400 triliun yang diterima dari produksi dalam negeri, dirinya mengklaim akan tercipta 2 juta lapangan kerja.

"Jadi kalau kita bisa buat Rp400 triliun dan dibuat dalam negeri, tersedialah 2 juta lapangan kerja. itu akan berdampak pada 1,7% pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

Hal inilah yang melandasi usulan restrukturisasi e-katalog. Luhut  meminta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas untuk mengurus e-katalog. Apalagi dirinya juga pernah menjabat Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah (LKPP).

“Proses Pak Anas masuk ini pun berliku. Tapi begitu Pak Anas ada, yang awalnya hanya 9 ribu produk di dalam, hari ini teman-teman sekalian itu sudah 2,3 juta produk,” ujar Luhut. (TrenaAsia.com)