media sosial
Kamis, 10 Oktober 2024 10:50 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA - Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas, Vivi Yulaswati, mengungkapkan bahwa pemerintah kini sedang menyusun reformasi kebijakan pupuk untuk para petani. Kebijakan ini perlu segera diambil karena penggunaan pupuk saat ini dianggap berdampak negatif terhadap kesehatan tanah, terutama berkaitan dengan besarnya emisi.
Reformasi ini bertujuan untuk memastikan penggunaan pupuk lebih tepat sasaran, sehingga petani dapat memilih pupuk yang sesuai dengan kebutuhan lahannya, termasuk mendorong penggunaan pupuk organik.
“Saat ini, kita sedang menyusun reformasi untuk pupuk yang tentunya kita tahu banyak studi-studi menunjukkan bahwa ternyata kebijakan pupuk kita sekarang memberikan dampak negatif, terutama terhadap kesehatan tanah atau lahan,” ujar Vivi dalam kegiatan Sustainable Development Goals (SDGs) Annual Conference 2024 di Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2024.
Menurut Vivi, kebijakan pupuk yang ada saat ini justru bertentangan dengan upaya pengurangan emisi. Penggunaan pupuk sintetis secara berlebihan tidak hanya menurunkan kualitas tanah tetapi juga memperburuk degradasi lahan, terutama di Pulau Jawa.
“Jadi di satu sisi kita teriak-teriak (mengurangi emisi), tapi do the same thing (menciptakan emisi) untuk pangan kita. Oleh sebab itu, salah satu yang sekarang kami siapkan adalah mencoba menyiapkan reformasi pupuk, supaya nantinya lebih tepat sasaran dan tentunya para petani kita tidak hanya memilih pupuk yang disubsidi saja, tetapi juga sesuai dengan kebutuhannya, termasuk untuk pupuk organik,” tambah Vivi.
Penelitian yang dilakukan oleh BRIN menunjukkan bahwa pupuk sintetis memberikan dampak negatif terhadap tanah, sehingga reformasi ini dinilai penting untuk memastikan keberlanjutan lahan pertanian di masa depan. berikut sederet dampak buruk penggunaan pupuk sintetis secara berlebihan,
Penggunaan pupuk sintetis secara berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada struktur dan kualitas tanah. Pupuk ini cenderung mengurangi kandungan bahan organik dalam tanah, yang penting untuk menjaga kesuburannya. Selain itu, tanah menjadi lebih padat dan kehilangan kemampuannya untuk menyerap air dan nutrisi, yang pada akhirnya menyebabkan degradasi tanah dan menurunkan produktivitas lahan dalam jangka panjang.
Ketika pupuk sintetis larut dalam air hujan atau irigasi, kandungan nitrogen dan fosfor di dalamnya dapat terbawa ke aliran air, menyebabkan pencemaran air di sungai, danau, serta laut. Hal ini menimbulkan fenomena eutrofikasi, di mana pertumbuhan ganggang dan tanaman air meningkat secara berlebihan, merusak ekosistem perairan dan mengurangi kadar oksigen yang dibutuhkan oleh organisme air.
Pupuk sintetis yang kaya nitrogen, seperti urea, dapat meningkatkan pelepasan nitrogen oksida (N2O) atau gas rumah kaca yang jauh lebih kuat daripada karbon dioksida (CO2). Nitrogen oksida berkontribusi terhadap perubahan iklim dengan mempercepat pemanasan global, sehingga penggunaan pupuk sintetis memperparah masalah lingkungan ini.
Pupuk sintetis tidak hanya memberikan nutrisi secara instan, tetapi juga mengganggu keseimbangan mikroorganisme tanah. Mikroba dan organisme kecil lainnya yang memainkan peran penting dalam proses dekomposisi alami dapat terpengaruh oleh paparan bahan kimia dari pupuk ini, mengganggu ekosistem tanah dan mengurangi kualitas tanah untuk jangka panjang.
Tanaman yang terlalu sering diberi pupuk sintetis cenderung menjadi "ketergantungan" pada asupan nutrisi instan tersebut. Akibatnya, ketika pemberian pupuk sintetis dihentikan, tanah tidak lagi subur, dan petani harus menggunakan lebih banyak pupuk untuk mendapatkan hasil yang sama. Hal ini memperburuk masalah kesuburan tanah dan menyebabkan peningkatan biaya produksi bagi petani.
Kandungan nitrat dalam pupuk sintetis dapat mencemari air tanah dan air minum. Jika terkontaminasi, air tersebut bisa menyebabkan masalah kesehatan pada manusia, termasuk blue baby syndrome, kondisi yang mempengaruhi kemampuan darah pada bayi untuk membawa oksigen. Selain itu, paparan berkelanjutan terhadap bahan kimia berbahaya dalam pupuk sintetis dapat berdampak jangka panjang pada kesehatan manusia.
Vivi menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Pemerintah, dunia usaha, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) perlu bekerja sama untuk mewujudkan reformasi dan mendukung upaya nyata dalam enam tahun mendatang.
Penggunaan pupuk organik saat ini hanya mencakup sekitar 5% dari total penggunaan pupuk selama periode 2017-2022, artinya jumlah ini masih perlu ditingkatkan agar selaras dengan tujuan keberlanjutan dan kesehatan tanah.
Reformasi pupuk ini diharapkan dapat mengubah pola penggunaan pupuk di kalangan petani, mendorong pemilihan pupuk yang lebih ramah lingkungan, dan pada akhirnya, memperbaiki kualitas tanah yang selama ini terdegradasi akibat penggunaan pupuk sintetis.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 09 Oct 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 10 Okt 2024
17 hari yang lalu
sebulan yang lalu