profil
Rabu, 05 Maret 2025 16:45 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA – Kasus korupsi yang melibatkan para petinggi PT Pertamina (Persero) bukanlah hal yang baru. Sebelum skandal korupsi dalam tata kelola minyak mentah yang merugikan negara hingga ratusan triliun mencuat, beberapa direktur Pertamina telah lebih dulu menjadi tersangka kasus korupsi.
Berdasarkan berbagai sumber, berikut adalah daftar pejabat Pertamina yang pernah tersandung kasus korupsi.
Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) 2009-2014, Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi terkait pengadaan liquified natural gas (LNG) periode 2011-2014.
Karen diduga mengambil keputusan sepihak dengan membatalkan kontrak pengadaan LNG tanpa melalui kajian dan analisis yang menyeluruh.
Awalnya, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Karen.
Namun, setelah melalui proses banding, Mahkamah Agung (MA) memperberat hukumannya menjadi 13 tahun penjara serta menaikkan denda menjadi Rp650 juta subsider 6 bulan kurungan.
Karen dulunya dikenal sebagai salah satu perempuan paling berpengaruh di industri energi Indonesia. Bahkan, pada 2011, ia masuk dalam daftar 50 Wanita Pelaku Bisnis Terkuat di Asia versi Forbes.
Yenni pernah menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina pada 2017 sekaligus mantan Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina, turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan LNG periode 2011-2014.
“Perbuatan Karen Agustiawan bersama Yenni Andayani dan Hari Karyuliarto telah mengakibatkan kerugian keuangan negara cq PT Pertamina sebesar 113,84 juta dolar AS,” ujar Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) Wawan Yunarwanto dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Bambang Irianto pernah menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina Energy Trading Limited (Petral) hingga 2015. Pada 2019, KPK menetapkannya sebagai tersangka atas dugaan penerimaan hadiah dalam kegiatan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES).
Kasus tersebut bermula ketika ia berperan dalam mengamankan alokasi kargo untuk Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah dan produk kilang.
Ariffi Nawawi yang menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina pada 2003-2004, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penjualan kapal tanker raksasa atau very large crude carrier (VLCC).
Berdasarkan laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), kasus ini bermula pada 2004 ketika tersangka menjual dua kapal tanker yang masih dalam tahap produksi kepada perusahaan Swedia, Frontline Ltd., melalui proses tender.
Penjualan kapal tersebut dianggap merugikan negara. Kapal yang waktu itu masih dalam proses pembuatan di Hyundai Heavy Industries, Ulsan, Korea Selatan tersebut dibeli oleh Frontline dengan harga US$184 juta. Namun, menurut kejaksaan, nilai sebenarnya diperkirakan berkisar antara US$204-240 juta.
Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), penjualan tersebut dianggap merugikan negara, sementara mekanisme lelang dinilai melanggar Undang-Undang (UU) Persaingan Usaha.
Kasus dugaan korupsi yang mencuat melibatkan Luhur Budi Djatmiko, mantan Direktur Utama Pertamina periode 2012-2014.
Dugaan tindak korupsi ini bermula dari transaksi pembelian lahan yang dilakukan Pertamina saat Djatmiko menjabat sebagai Direktur Umum. Awalnya, pembelian tersebut direncanakan untuk pembangunan infrastruktur perusahaan, namun terungkap sebagai ajang penyimpangan dana yang merugikan BUMN tersebut.
KPK mencurigai adanya praktik manipulasi harga tanah yang melibatkan pejabat tinggi dan pihak swasta untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Pada 5 November 2024, Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menetapkan Luhur Budi Djatmiko sebagai tersangka dalam kasus pembelian tanah oleh BUMN yang diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp348,69 miliar.
Ia diduga terlibat dalam pembelian 23 bidang tanah seluas 48 ribu hektare di Kompleks Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, yang berlangsung pada periode 2013-2014. Transaksi ini dianggap melanggar peraturan yang berlaku dan menyebabkan kerugian besar bagi negara.
Yoki Firnandi yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina International Shipping (PIS), turut terseret dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak dan produksi kilang.
Berdasarkan keterangan Kejagung, ia terbukti melakukan mark up dalam kontrak pengiriman, yang secara ilegal menyebabkan negara menanggung biaya tambahan sebesar 13-15%. Selain itu, ia juga diduga memperoleh keuntungan dari transaksi tersebut.
Riva menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, anak perusahaan Pertamina yang fokus pada perdagangan minyak bumi.
Reputasi Riva di industri energi tercoreng setelah ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023.
Kasus ini diduga menyebabkan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri lebih tinggi dari yang seharusnya, sehingga negara mengalami kerugian yang diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 04 Mar 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 05 Mar 2025
3 bulan yang lalu