Nasional
Aturan Baru, Durasi Cuti Melahirkan Diperpanjang Menjadi 6 Bulan
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI baru saja secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menjadi UU. Dengan disahnya aturan tersebut, ibu pekerja yang melahirkan dapat menerima cuti hingga enam bulan.
Pengesahan tersebut dilakukan selama Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan V Tahun sidang 2023–2024 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa, 2 Juni 2024.
“Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?” ujar Ketua DPR Puan Maharani yang lalu mengetuk palu persetujuan, dilansir dari Antara, Selasa 4 Juni 2024.
- Peringatan Keamanan WhatsApp! Ini Cara Mengontrol Siapa yang Dapat Melihat Data Pribadi Anda
- 5 Cara Mendinginkan Ponsel Saat Cuaca Sedang Panas Agar Tidak Cepat Rusak
- 5 Tips WhatsApp untuk Membuat Berkirim Pesan Jadi Lebih Menyenangkan
Lantas, hal itu dijawab setuju oleh seluruh anggota dan perwakilan fraksi yang hadir pada Rapat Paripurna DPR RI.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka, menyampaikan lima pengaturan yang disepakati oleh parlemen dan pemerintah dalam RUU tersebut. Salah satu aturan melibatkan perubahan judul RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak menjadi RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase SeribuHari Kehidupan.
“Kami melihat harapan luar biasa besar dalam rancangan undang-undang ini nanti bila disahkan menjadi undang-undang dan ditindaklanjuti dalam berbagai implementasi kebijakan dan program yang akan mampu mengangkat harkat dan martabat para ibu, meningkatkan kesejahteraannya, serta menjamin tumbuh kembang anak sejak fase seribu hari pertama kehidupan,” tutur Diah.
Sementara, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati menyampaikan, hadirnya UU KIA adalah bentuk nyata kehadiran negara dalam peningkatan kesejahteraan ibu dan anak. Alhasil, sumber daya manusia dan generasi penerus bangsa yang unggul di masa depan dapat diwujudkan bersama.
Ia menambahkan, rancangan undang-undang tersebut hadir dengan harapan masalah ibu dan anak pada fase seribu hari pertama kehidupan dapat diselesaikan untuk menyambut Indonesia Emas 2045.
Beberapa pokok pengaturan dalam RUU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan yang disepakati Komisi VIII DPR RI dan Pemerintah.
Pertama, perubahan judul dari Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak menjadi Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan.
Kedua, mengatur definisi anak khusus dan anak pada Seribu Hari Kehidupan. Ketiga, perumusan cuti untuk ibu pekerja yang melakukan persalinan dalam waktu tiga bulan pertama dan tiga bulan berikutnya jika ada kondisi medis yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Tidak seperti undang-undang lama yang hanya memberikan cuti tiga bulan, undang-undang baru memberikan cuti paling lama enam bulan kepada ibu pekerja. Keempat, cuti yang diberikan kepada suami yang mendampingi istri saat persalinan adalah dua hari, yang dapat diperpanjang tiga hari berikutnya atau sesuai kesepakatan dengan pemberi kerja.
Suami yang mendampingi istri saat mengalami keguguran juga berhak atas cuti dua hari. Kelima, memberikan tanggung jawab kepada ibu, ayah, dan keluarga selama seribuhari pertama kehidupan kemudian memberikan tanggung jawab kepada pemerintah pusat dan daerah, mulai dari perencanaan dan evaluasi.
Keenam, memberikan jaminan kepada semua ibu dalam keadaan apapun, termasuk ibu dengan kerentanan khusus.
- 9 Negara Pemilik Program Mirip Tapera, Salah Satunya Korea Utara!
- Dicontoh Indonesia, Program Tabungan Perumahan Kenya Ternyata Juga Penuh Masalah
- Alasan Bank Syariah Berkembang di Inggris Meski Mayoritas Kristen
Di antaranya adalah ibu yang menghadapi hukum; ibu yang menjadi korban kekerasan; ibu HIV/AIDS; ibu di daerah tertinggal terdepan dan terluar; ibu tunggal korban kekerasan; ibu yang tinggal di lembaga pemasyarakatan, penampungan, konflik, atau situasi bencana; dan ibu dengan gangguan jiwa.
Termasuk ibu penyandang disabilitas yang disesuaikan dengan peraturan perundangan mengenai penyandang disabilitas.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 04 Jun 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 06 Jun 2024