Memasak 'Samba Surau', Salah Satu Tradisi Kurban di Padang Panjang

Mamasak Samba Surau, Prosesnya sangat tradisional sekali, karena dimasak menggunakan kayu. Uniknya dilakoni oleh kaum laki-laki, di Padang Panjang, Rabu (21/7/2021). (Dok. Kominfo)

Penyembelihan hewan kurban yang terdiri dari 16 ekor sapi dan tiga ekor kambing diselesaikan jelang adzan Dzuhur oleh panita di Masjid Aufu Bil Uqud, Kelurahan Koto Katik, Kecamatan Padang Panjang Timur (PPT), Kota Padang Panjang, Rabu (21/7/2021).

Selepas Shalat Dzuhur, ribuan bungkus daging ini dibagikan kepada warga sekitar, seiring dengan dimulainya memasak Gulai Sinaruih(mirip Kalio Daging) namun tidak menggunakan santan. Masyarakat setempat kerap menyebutnya dengan "Samba Surau".

Gulai Sinaruih dari bahan daging kurban ini, dimasak dengan porsi yang lumayan besar. Menggunakan 12 kuali besar yang menampung kurang lebih 15 hingga 20 kg daging per kualinya.

Prosesnya sangat tradisional sekali, karena dimasak menggunakan kayu. Uniknya dilakoni oleh kaum laki-laki. Sementara kaum ibu hanya mempersiapkan bumbu-bumbu saja, serta membungkuskan nasi putih untuk dibawa ke masjid. Biasanya mereka melebihkan bungkusan untuk yang bergoro di masjid.

Siang itu menjelang Ashar, matahari hari cukup terik, namun panitia dari para pemuda dan bapak-bapak tampak tak menghiraukannya. Mereka bersemangat, bergantian mengaduk masakan menggunakan sebilah bambu panjang yang cukup tebal.

Terdengar kelakar di antara mereka. Asap yang mengepul ke udara membuat mata sedikit perih, tapi hal itu sepertinya tidak jadi masalah.

Sesudah Ashar, Gulai Sinaruih menghembuskan aroma gurih, pertanda masakan khas setiap Hari Raya Kurban di Koto Katik ini sudah matang. Potongan rebung kemudian dimasukkan ke dalam adonan. Lalu, setelah beberapa kali diaduk, bara api mulai diperkecil dan ditutupi daun pisang supaya bumbu meresap.

Selang beberapa saat, barulah Gulai Sinaruih dibagikan kepada warga yang datang membawa nasi putih. Ada yang menyantapnya di masjid, ada juga yang membawa pulang. Suasana bahagia masyarakat terasa saat itu.

Ketua Pengurus Masjid, Benni Chandra mengatakan, memasak lauk Gulai Sinaruih, dari daging kurban yang dinamai Samba Surau ini sudah menjadi tradisi sejak Masjid Aufu bil Uqud didirikan tahun 1927 silam.

Diinisiasi para pendirinya yaitu Syeikh Jamil Jaho, Ustadz Muhammad Idris, dan Ustadz Nurdin Labai Majolelo.

"Hal ini sebagai wujud rasa syukur di Hari Raya Idul Adha dan kebersamaan antara masyarakat di Kelurahan Koto Katik," ungkap Benni, seperti dikutip dari laman FB Kominfo, Rabu.

Dikatakan Benni, dari 16 sapi yang disembelih hari itu, lima di antaranya dimasak di masjid untuk dinikmati bersama-sama sore harinya. Begitupun dengan 3 ekor kambing, untuk gulai cincang, pada santapan siang.

“Siangnya masyarakat menikmati Gulai Kambing, sorenya menikmati Gulai Sinaruih berbahan daging sapi," sebutnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Mardiansyah, A.Md yang turut hadir, mengapresiasi tradisi yang telah lama berlangsung di Masjid Aufu Bil Uqud ini.

"Kegiatan ini menujukkan kebersamaan, rasa kekeluargaan, dan gotong royong. Terlihat ada yang membawa nasi untuk dibagikan bersama dari kaum perempuan, ada yang bertugas memasak lauk dari kaum laki-laki. Hal-hal baik seperti ini harus tetap dipertahankan. Kalau bisa juga ada di kelurahan lain," pungkasnya.

(rel)

 

Editor: Sutan Marajo

Related Stories