Nasional
Rahasia Warren Buffett Tetap Untung Saat Dunia Diterpa Kebijakan Tarif Trump
JAKARTA – Di tengah ketidakpastian pasar global yang dipicu oleh kebijakan tarif besar-besaran dari Presiden Donald Trump, satu nama miliarder berhasil mencuri perhatian di antara 15 orang terkaya di dunia: Warren Buffett.
Dikenal sebagai "Oracle of Omaha," Buffett justru mampu meningkatkan kekayaannya sebesar US$11,5 miliar sepanjang tahun ini, meski sebelumnya sempat turun sebesar US$14,5 miliar dari posisi tertingginya. Berdasarkan data Bloomberg Billionaires Index, kini total kekayaan Buffett mencapai US$153,5 miliar.
Menurut laporan The Economic Times, penerapan tarif oleh Presiden Trump terhadap 184 negara menyebabkan pasar saham global anjlok tajam, bahkan mendorong pasar AS jatuh ke titik terendah sejak Maret 2020.
- Mengungkap Kekayaan Azealia Banks, Rapper yang Sebut Indonesia Sebagai Tempat Sampah Dunia
- Catat! Ini Syarat dan Lokasi Rumah Subsidi untuk Driver Ojol dan Wartawan
- BRI Siapkan Uang Tunai untuk Bekal Hidup Jemaah Haji 2025
Namun, Warren Buffett, pemimpin Berkshire Hathaway, tidak hanya berhasil menghindari kerugian besar, tetapi juga meraih keuntungan. Ia menambah kekayaannya sebesar US$12,7 miliar, sehingga total kekayaannya mencapai US$155 miliar—menyamai posisi Bill Gates.
Apakah keputusan Warren Buffett untuk menyimpan cadangan kas sebesar US$300 miliar membuahkan hasil?
Langkah Buffett tahun lalu untuk menjual saham dan mengumpulkan sekitar US$300 miliar dalam bentuk kas tampaknya terbukti berhasil. Ia menjadi satu-satunya miliarder di antara 10 orang terkaya di dunia yang kekayaannya justru meningkat tahun ini, meskipun pasar mengalami kejatuhan akibat tarif yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
500 Orang Terkaya Tekor
Dalam dua hari terakhir pekan lalu, 500 orang terkaya dunia secara kolektif kehilangan lebih dari setengah triliun dolar—menjadi kerugian terbesar yang pernah tercatat. Menurut New York Post, strategi Buffett mampu melindungi dirinya dan para pemegang saham Berkshire dari gejolak pasar yang dipicu oleh pengumuman tarif mendadak dari Trump.
Di tengah tahun 2024 yang ditandai oleh pasar saham yang bergolak dan valuasi yang melambung tinggi, Buffett lebih memilih bersikap hati-hati daripada agresif.
Investor legendaris ini mengambil langkah konservatif dengan mengurangi pembelian saham, merampingkan portofolio Berkshire Hathaway, serta mengumpulkan cadangan kas dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya—mencerminkan keraguannya terhadap valuasi tinggi di pasar publik maupun swasta.
Menjelang akhir tahun, Berkshire Hathaway mengantongi dana tunai dan aset setara kas dalam jumlah luar biasa, yakni US$334 miliar sebelum dikurangi kewajiban. Setelah dikurangi utang pembelian surat utang negara sebesar US$12,8 miliar, jumlahnya masih mencapai angka mencengangkan, yaitu US$321 miliar.
Sebagai perbandingan, tumpukan kas tersebut bahkan melampaui nilai pasar Coca-Cola—salah satu investasi jangka panjang paling ikonik milik Buffett.
Tumpukan kas ini kini mewakili sekitar sepertiga dari kapitalisasi pasar Berkshire yang mencapai US$1 triliun, menunjukkan betapa enggannya Buffett mengalokasikan dana di pasar yang tampaknya ia anggap sudah terlalu panas.
Alih-alih mencari peluang baru, Buffett dan timnya justru menghabiskan tahun 2024 dengan secara diam-diam melepas saham—berbeda jauh dari strategi mereka sebelumnya. Sepanjang tahun, Berkshire menjual saham senilai US$143 miliar, lebih dari tiga kali lipat dibandingkan US$41 miliar yang dijual pada 2023, dan lebih dari empat kali lipat dari US$34 miliar pada 2022.
Berapa besar kerugian yang dialami para miliarder lainnya?
Secara keseluruhan, lebih dari US$500 miliar lenyap dari total kekayaan gabungan mereka, dengan hari Jumat saja menyumbang kerugian sebesar US$329 miliar—menjadi kerugian harian terbesar sejak puncak krisis pasar akibat COVID-19 pada 2020.
Di posisi teratas kerugian tersebut adalah CEO Tesla Elon Musk, yang kekayaannya anjlok US$31 miliar setelah saham Tesla merosot lebih dari 10% pada Jumat. Musk kembali kehilangan US$4,4 miliar pada Senin, sehingga total kerugian dalam tiga hari perdagangan terakhir mencapai angka mengejutkan: US$135 miliar.
CEO Meta Platforms Mark Zuckerberg, juga mengalami nasib serupa. Kekayaannya menyusut sebesar US$27 miliar setelah saham Meta anjlok hampir 14% pada Kamis dan Jumat. Namun, pada Senin, saham Meta naik lebih dari 2,28%, yang menambah sekitar US$3 miliar ke total kekayaannya.
Bos Amazon Jeff Bezos, mengalami penurunan kekayaan sebesar US$45,2 miliar, sehingga total kekayaannya kini tersisa US$193 miliar. Bill Gates juga tak luput dari dampaknya, dengan penurunan sebesar US$3,38 miliar yang membuat nilai kekayaannya turun menjadi US$155 miliar.
Di tengah ketidakpastian yang dihadapi banyak investor, Berkshire Hathaway tetap konsisten dengan pendekatan jangka panjang yang strategis di bawah kepemimpinan Warren Buffett.
Menurut laporan Economic Times, perusahaan ini secara taktis mengurangi kepemilikan saham di sejumlah perusahaan teknologi Amerika, termasuk Apple dan Bank of America, sambil memperbesar investasinya di perusahaan dagang Jepang.
- Diversifikasi Ekspor RI, Ini Potensi Pasar Afrika dan Timteng
- Di Tengah Gejolak, LQ45 Ditutup Menguat ke 669,37
- Masih Tertekan, IHSG Kembali Turun ke 5.967,99
Dilansir dari Times of India, pada awal tahun ini, Buffett memperkuat posisi Berkshire di lima perusahaan dagang utama Jepang: Mitsui, Mitsubishi, Sumitomo, Itochu, dan Marubeni—yang semuanya memegang peranan penting dalam sektor industri dan perdagangan Jepang.
Berdasarkan dokumen resmi, kepemilikan saham Berkshire di perusahaan dagang Jepang tercatat sebagai berikut: Mitsui & Co. (9,82%), Mitsubishi Corp. (9,67%), Sumitomo Corp. (9,29%), Itochu Corp. (8,53%), dan Marubeni Corp. (9,30%).
Langkah investasi strategis ini turut mendorong kapitalisasi pasar Berkshire Hathaway menembus angka US$1,14 triliun, melampaui Tesla, dan secara signifikan meningkatkan kekayaan pribadi Warren Buffett.
Sementara itu, kebijakan tarif ketat yang diterapkan Presiden Trump telah mengganggu rantai pasok global dan melemahkan kepercayaan investor.
Perusahaan broker global JP Morgan menurunkan proyeksi pertumbuhan PDB AS untuk tahun 2025, dari sebelumnya 1,3% menjadi -0,3%. Kepala ekonom AS JP Morgan Michael Feroli, memperkirakan resesi selama dua kuartal dimulai pada kuartal ketiga, dengan proyeksi penurunan sebesar 1% di Q3 dan 0,5% di Q4.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 10 Apr 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 15 Apr 2025