Nasional
Andelsbolig, Solusi Kepemilikan Rumah Layak Tanpa Beban Biaya Tinggi
JAKARTA—Dalam beberapa waktu terakhir, konsep koperasi perumahan mulai banyak dibicarakan sebagai salah satu solusi pemenuhan kebutuhan hunian di Indonesia. Skema ini dinilai mampu menjadi alternatif penyediaan rumah yang nyaman dan terjangkau bagi masyarakat.
Salah satu contoh penerapannya dapat ditemukan di sebuah rumah susun di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Hunian ini dikelola dengan sistem kepemilikan kolektif ala koperasi, sehingga harga jual unit dapat ditekan jauh lebih rendah dibandingkan harga pasar konvensional.
Hanya dengan Rp380 juta, warga bisa mendapatkan sebuah flat berukuran 40 meter persegi. Nominal itu setara 3,8 meter persegi tanah di Menteng jika merujuk harga pasar. Saat ini, harga tanah di Menteng dapat mencapai Rp100 juta per meter persegi.
Meski belum familiar di Indonesia, penyediaan hunian via organisasi nirlaba atau koperasi perumahan sudah lazim di Benua Eropa, terutama di negara Skandinavia. Denmark menjadi pionir pendorong kebijakan perumahan yang berkeadilan lewat sistem perumahan sosial nasional sejak 1919.
- Inilah Alasan Lansia Jepang Tetap Pilih Bekerja
- Langkah Kecil yang Menyelamatkan Saat Gempa Terjadi
- BRI Raup Laba Rp26,53 Triliun, Ini Rahasia Transformasi Bisnisnya
Berbeda dengan perumahan publik di banyak negara lain, perumahan sosial Denmark tidak terbatas untuk rumah tangga berpenghasilan rendah. Siapapun dapat mengaksesnya. Organisasi nirlaba atau koperasi dapat mengembangkan dan memiliki gedung, sementara warga dapat berpartisipasi aktif dalam pengelolaan melalui sistem demokratis.

Dikutip dari Norden.org, Rabu, 30 Juli 2025, pengembangan perumahan nirlaba merupakan bagian integral dari kebijakan kesejahteraan Denmark. Sehingga hal-hal seperti pembiayaan, desain, konstruksi, hingga manajemen (termasuk sistem antrean unit) diatur sangat ketat.
Berdasarkan hukum Denmark, setiap kotamadya berhak mengalokasikan hingga 25% stok perumahan sosialnya untuk kelompok rentan seperti pengungsi, penganggur, dan penyandang disabilitas.
Di Kopenhagen, perumahan sosial mencakup 20% dari total stok perumahan, disusul sewa pasar (43%), dan koperasi swasta (andelsbolig) sebesar lebih dari 30%. Model perumahan ini memiliki sejarah panjang di Denmark.
Undang-undang negara setempat mewajibkan pemilik properti yang ingin menjual blok enam apartemen atau lebih untuk memberi prioritas pembelian kepada penyewa yang ada. Penyewa membeli saham dalam koperasi yang memberi hak tinggal di salah satu unit apartemen.
Kepemilikan Kolektif dan Pembiayaan
Karena penyewa secara kolektif memiliki unit mereka, biaya perawatan rutin dan perbaikan besar ditanggung bersama. Keputusan harus disetujui melalui musyawarah dewan penyewa. Misalnya, dewan ini bisa mendiskusikan persetujuan biaya untuk pembiayaan atap baru.
Mekanisme Penjualan yang Terkendali
Ketika penyewa ingin keluar dari andelsbolig, mereka bisa menjual sahamnya ke orang dalam daftar tunggu koperasi atau ke kenalan pribadi. Namun, harga jual tidak ditetapkan secara mandiri.
Harganya dihitung berdasarkan persentase nilai seluruh pengembangan koperasi, dengan mempertimbangkan utang bangunan (termasuk biaya renovasi unit atau perbaikan struktur).
Tantangan dan Dampak Sosial
Marcus Vesterager, anggota dewan kota, menyoroti bahwa andelsbolig memberi akses perumahan stabil yang tak sepenuhnya tunduk pada nilai pasar. Namun sistem ini tak luput dari masalah. Permintaan jauh melebihi pasokan, membuat daftar tunggu bisa mencapai bertahun-tahun.
“Sering kali, ketika penyewa keluar, mereka menawarkan unitnya ke teman atau kenalan, kadang dengan biaya tambahan, sehingga unit terjangkau ini tak masuk pasar terbuka," papar Vesterager saat memandu tur di distriknya, Nørrebro.
Baca Juga: Mengenal Koperasi Perumahan: Jalan Ninja Miliki Rumah
Di kawasan elit Jægersborggade, banyak koperasi melakukan renovasi besar (interior dan fasad) yang meningkatkan nilai aset dan lingkungan. Vesterager melihat ini sebagai cerminan gentrifikasi: koperasi kelas atas mengubah wajah kawasan yang dahulu multikultural.
Penerapan koperasi perumahan di Indonesia juga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Meski potensinya besar, koperasi perumahan belum menjadi model dominan dalam sistem perumahan dalam negeri.
Sebagian besar hunian di kota masih bergantung pada pengembang swasta atau program kredit dari perbankan, yang cenderung mengedepankan kepemilikan individual dan orientasi pasar.
Dukungan regulasi juga masih menjadi PR untuk melestarikan perumahan kolektif. Terlepas dari hal itu, andelsbolig menawarkan gagasan alternatif sebagai solusi pemenuhan papan yang layak. Bagaimana, tertarik punya hunian lewat koperasi perumahan ala Denmark?
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Chrisna Chanis Cara pada 30 Jul 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 31 Jul 2025