Nasional
Benarkah Aplikasi TEMU Mengancam Ekonomi Indonesia? Ini Alasannya
JAKARTA - Akhir-akhir ini aplikasi bernama TEMU kerap jadi bahan perbincangan di media sosial. Pasalnya, aplikasi belanja asal China tersebut menghadapi penolakan keras dari pemerintah Indonesia. Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) melihat ancaman signifikan dari platform ini terhadap keberlangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam negeri.
Sejak berupaya mendaftarkan merek di Indonesia pada 2022, TEMU telah menjadi perhatian serius pemerintah. Kini pemerintah makin mengambil langkah tegas untuk menghalangi aplikasi tersebut masuk ke pasar Indonesia.
- Ketahui Apa Itu ‘Lipstick Effect’ yang Bisa Jadi Indikator Ekonomi Sulit
- Ternyata Ini Rahasia Umur Panjang Mantan Presiden AS Jimmy Carter
- Menguak Cara Seleksi Hadiah Nobel 2024 yang Kini Segera Diumumkan
Ancaman bagi UMKM Lokal
TEMU memiliki konsep bisnis yang mengancam ekosistem UMKM. Aplikasi ini memfasilitasi transaksi langsung antara konsumen dan pabrik-pabrik di Cina, tanpa melalui perantara seperti reseller, dropshipper, atau afiliator.
Dengan kata lain, TEMU memungkinkan konsumen membeli barang dengan harga yang sangat murah langsung dari pabrik, berkat subsidi dari platform.
Kebijakan ini membuat harga produk jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga produk UMKM lokal, yang berpotensi mematikan usaha kecil yang tak mampu bersaing dari sisi harga.
UMKM yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi nasional terancam kehilangan pasar jika aplikasi seperti TEMU diizinkan beroperasi.
Produk-produk lokal akan sulit bersaing, baik dari segi harga maupun efisiensi rantai pasok, karena TEMU memotong berbagai peran distribusi yang selama ini dijalankan oleh pelaku usaha kecil.
“Jika TEMU sampai masuk ke Indonesia, ini akan sangat membahayakan UMKM dalam negeri. Apalagi platform digital dari Cina ini bisa memfasilitasi transaksi secara langsung antara pabrik di Cina dengan konsumen di negara tujuan ini akan mematikan UMKM,” papar Staf Khusus Menteri Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM), Fiki Satari di Jakarta, dikutip Kamis, 3 Oktober 2024.
Proses Pendaftaran yang Ditolak
TEMU telah mencoba masuk ke Indonesia dengan mendaftarkan merek sejak September 2022. Namun, upaya tersebut ditolak. Tidak menyerah, TEMU kembali mengajukan pendaftaran pada 22 Juli 2024, namun sekali lagi, KemenKopUKM bekerja sama dengan instansi terkait seperti Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM), Kementerian Perdagangan (Kemendag), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), menegaskan penolakannya.
"Aplikasi TEMU dari China ini sudah coba mendaftarkan merk, desain, dan lainnya ke DJKI, tapi tidak bisa karena sudah ada perusahaan asal Indonesia dengan nama serupa dan dengan KBLI yang mayoritas sama. Tapi kita tidak boleh lengah, harus kita kawal terus," tambah Fiki.
KemenKopUKM berkomitmen untuk melindungi pelaku usaha lokal. Salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah mencegah aplikasi asing seperti TEMU beroperasi di Indonesia.
Kementerian juga menyadari tantangan dari aplikasi global bukan hanya persoalan harga murah, tetapi juga ekosistem teknologi yang mampu menarik konsumen melalui fitur-fitur canggih, logistik yang efisien, serta promosi masif yang sulit ditandingi oleh UMKM lokal.
KemenKopUKM dan pemerintah menilai aplikasi semacam TEMU, jika tidak diawasi secara ketat, bisa menimbulkan gelombang disrupsi besar pada pasar UMKM yang telah lama menjadi pilar utama ekonomi Indonesia.
Langkah ini dianggap penting demi melindungi keberlanjutan industri kecil, yang sejauh ini berkontribusi besar terhadap penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi.
Ekspansi Global TEMU
Aplikasi ini telah merambah pasar Amerika Serikat, Eropa, dan sejumlah negara Asia Tenggara, termasuk Thailand dan Malaysia. Ekspansi agresif ini menjadi peringatan bagi pemerintah Indonesia untuk terus memperketat pengawasan, agar aplikasi sejenis tidak mengganggu stabilitas ekonomi domestik.
KemenKopUKM juga menggandeng berbagai lembaga untuk memastikan Indonesia tidak menjadi pasar bagi aplikasi yang dianggap bisa merugikan UMKM.
“Mereka sudah masuk ke Amerika Serikat (AS) dan Eropa, bahkan sekarang sudah mulai ekspansi ke Kawasan Asia Tenggara, khususnya di negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia. Maka kita harus terus kawal agar tidak masuk ke Indonesia,” pungkas Fiki.
- Indonesia Mengalami Deflasi Terparah Sejak Krismon 1998, Ternyata Ini Dampak Positif dan Negatifnya
- Hutama Karya Selenggarakan Workshop Digitalisasi Kreatif untuk UMKM di Sumatra Barat
- Tips Sehat Menyambut Usia 40: Jaga Pola Makan dan Tetap Bugar
Tantangan di Masa Depan
Penolakan terhadap TEMU mungkin hanya awal dari tantangan yang lebih besar. Globalisasi dan perkembangan teknologi memunculkan banyak aplikasi serupa memiliki potensi untuk menekan pelaku usaha lokal.
Oleh karena itu, perlindungan terhadap UMKM harus terus diperkuat, baik melalui kebijakan protektif, pendampingan usaha, maupun penguatan daya saing produk lokal agar bisa bersaing di tengah kompetisi global.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 03 Oct 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 09 Okt 2024