Ekonomi
BI Sebut Kredit Masih Loyo, Padahal Modal Bank dan NPL Stabil
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengeklaim ketahanan sistem keuangan tetap terjaga.
Hal ini terlihat dari rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan yang berada pada level 24,05% pada Maret 2021. Selain itu, rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) juga tercatat tetap rendah, yakni 3,17% secara bruto dan 1,02% secara neto.
Meskipun demikian, kondisi likuiditas yang longgar ini belum dibarengi dengan kinerja intermediasi perbankan. Pasalnya, Perry menyebut kredit perbankan masih mengalami kontraksi sebesar 2,28% year-on-year (yoy) pada April 2021.
“Masih lambatnya kredit perbankan terutama disebabkan oleh belum kuatnya permintaan kredit dari dunia usaha,” katanya dalam konferensi virtual Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Selasa, 25 Mei 2021.
Menurutnya, pihak perbankan pun masih melihat situasi ini berdasarkan tingginya persepsi risiko kredit. Ia pun memprediksi, kredit akan mengalami peningkatan mulai kuartal II-2021.
Ini sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, membaiknya kinerja korporasi, serta semakin melonggarnya indeks lending standar dari perbankan. Adapun pertumbuhan kredit pada tahun ini diprediksi ada pada level 5%-7%.
Dalam hal ini, lanjutnya, BI akan terus memperkuat transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan serta berkoordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait, untuk meningkatkan kredit/pembiayaan kepada dunia usaha.
Tahan Suku Bunga Acuan 3,5%
Sebagai informasi, dalam RDG ini BI juga memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) atau suku bunga acuan sebesar 3,5%.
Keputusan ini juga berlaku untuk suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility yang tetap dipertahankan, yakni masing-masing sebesar 2,75% dan 4,25%.
Perry bilang, keputusan ini konsisten dengan perkiraan inflasi yang tetap rendah, serta upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak ketidakpastian pasar keuangan global.
“Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 24-25 Mei 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5% persen,” kata Perry.
Selain itu, Perry juga mengaku akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang akomodatif, serta mempercepat digitalisasi sistem pembayaran. Menurutnya, ini berguna untuk memperkuat upaya pemulihan ekonomi nasional.
Adapun berbagai langkah yang ditempuh, seperti melanjutkan kebijakan nilai tukar rupiah sejalan dengan mekanisme pasar, menguatkan operasi pasar moneter yang akomodatif, dan menjalankan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan.
Perry menambahkan, ia juga menurunkan suku bunga batas maksimal kredit, dari semula 2% menjadi 1,75% per bulan. Hal ini dilakukan dalam rangka mendukung efisiensi transaksi nontunai, berlaku mulai 1 Juni 2021.
Selanjutnya, BI akan memperluas pendalaman pasar uang melalui percepatan pendirian Central Counterparty (CCP) dan standardisasi transaksi repo yang dapat dikliringkan.
Terakhir, fasilitas promosi perdagangan dan investasi akan dilakukan lewat penggunaan Local Currency Settlement (LCS) dengan kerja sama melalui instansi terkait. (TrenAsia.com)