Bukan Film, Jepang akan Bangun PLTS di Luar Angkasa

ilustrasi

Pemerintah dan Badan Administrasi Antariksa Jepang (JAXA) dikabarkan akan membuat pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang mana panel surya buatan Jepang akan langsung diletakkan di luar angkasa.

Panel surya yang diletakkan di luar angkasa disinyalir akan memiliki dan memproduksi energi yang lebih tinggi. Pasalnya, sinar matahari langsung memapar pada panel surya tanpa harus diserap dahulu oleh atmosfer.

Mengutip Engadget, Senin, 29 Mei 2023, pada 2015, Jepang diketahui membuat terobosan ketika para ilmuwan JAXA berhasil memancarkan daya 1,8 kilowatt.

Energi tersebut cukup untuk menyalakan ketel listrik dengan ajrak 50 meter secara nirkabel. Saat ini, Jepang sepertinya telah siap membawa teknologi ini selangkah lebih dekat dengan kenyataan.

Realisasi Tahun 2025

Menurut laporan Nikkei,  kemitraan publik-swasta Jepang akan mencoba memancarkan energi matahari dari luar angkasa paling cepat tahun 2025.

Adapun pemimpin Proyek Naoki Shinohara, yang merupakan profesor Universitas Kyoto yang telah mengerjakan energi matahari berbasis ruang angkasa sejak 2009, akan mencoba untuk menyebarkan serangkaian satelit kecil di orbit.

Satelit tersebut kemudian akan mencoba memancarkan energi matahari yang dikumpulkan oleh array ke stasiun penerima berbasis darat yang jaraknya ratusan mil.

Sebagai catatan, penggunaan panel surya orbital dan gelombang mikro untuk mengirimkan energi ke Bumi pertama kali diusulkan pada1968. Sejak saat itu, beberapa negara, termasuk China dan AS, telah menghabiskan waktu dan uang untuk mengejar ide tersebut.

Teknologi ini menarik karena susunan surya orbit mewakili pasokan energi terbarukan yang berpotensi tidak terbatas. Di luar angkasa, panel surya dapat mengumpulkan energi kapan pun waktunya.

Selain itu, dengan menggunakan gelombang mikro untuk memancarkan daya yang dihasilkannya sehingga awan juga tidak menjadi masalah.

Namun, meski ke depannya Jepang berhasil menyebarkan satu set susunan surya orbit, teknologinya masih lebih dekat dengan fiksi ilmiah daripada fakta. Hal itu karena memproduksi array yang dapat menghasilkan daya 1 gigawatt atau sekitar keluaran satu reaktor nuklir.

Dengan teknologi yang tersedia saat ini, biaya yang perlukan masih sangat mahal yakni kisaran US$7miliar atau kisaran Rp104 triliun (Asumsi kurs Rp14.900 per dolar AS).  (sijori.id / Pratiwi)

Editor: Egi Caniago
Bagikan

Related Stories