Ekonomi
Cadangan Kredit 4 Bank BUMN Tembus Rp219 Triliun pada 2022
Empat bank BUMN telah merilis kinerja keuangan tahun 2022 dengan hasil gemilang. Hampir semua bank plat merah mengumumkan perolehan laba bersih yang menjulang tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Angka itu tergambar dari total cadangan penurunan nilai atas pinjaman dan pembiayaan syariah yang diberikan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), PT Bank Bank Mandiri (Persero) Tbk (Mandiri), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI), dan PT Bank Tabungan Nasional (Persero) Tbk (BTN) selama tahun 2022 yang mencapai Rp219 triliun.
Pencadangan Jumbo BRI
Namun, dalam catatan auditornya, bank-bank BUMN itu juga menyimpan kredit bermasalah yang tidak kecil. Berdasarkan data laporan keuangan yang sudah dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI), pada tahun 2022, BRI tercatat melakukan pencadangan kredit senilai Rp88,32 triliun. Nilai jumbo tersebut juga menjadi fokus perhatian auditor perseroan dari kantor akuntan Purwantono, Sungkoro dan Surya.
“Kami fokus pada area ini karena nilai tercatat atas kredit yang diberikan
dan cadangan kerugian penurunan nilai adalah signifikan terhadap laporan keuangan
konsolidasian,” demikian tulis auditor dikutip Jumat 24 Februari 2023.
Nilai pencadangan kredit BRI selama tahun 2022 itu setara dengan 8,18% dari total kredit yang disalurkan oleh BRI selama tahun lalu sebesar Rp1.079,27 triliun.
Auditor dalam laporan keuangan menyatakan; “Menurut opini kami, laporan keuangan konsolidasian terlampir menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan konsolidasian BRI dan entitas anaknya tanggal 31 Desember 2022, serta kinerja keuangan dan arus kas konsolidasiannya untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia.”
Sepanjang tahun 2022 BRI mencatatkan laba bersih sebesar Rp51,5 triliun atau naik 67,15% dibandingkan tahun 2021. Perseroan menutup tahun buku 2022 dengan total aset sebesar Rp1.865,64 triliun atau naik 11,18%.
Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto mengungkapkan bahwa kemampuan perseroan dalam membukukan kinerja yang cemerlang harus diimbangi dengan pengelolaan risiko bisnis yang prudent. Oleh karena itu, menurutnya, top management perseroan selalu mengambil langkah strategis dengan menyiapkan pencadangan yang memadai.
Pada akhir 2022, BRI menyiapkan NPL Coverage sebesar 305,73%, naik sekitar 24,57% dari posisi akhir 2021 sebesar 281,16%. ”Rasio pencadangan itu sangat memadai. Kami memiliki alasan kuat untuk menaikkan pencadangan tersebut. Ini sebagai langkah antisipatif dan upaya mitigasi risiko menghadapi tantangan ekonomi tahun ini seperti ketidakpastian perekonomian global, kenaikan inflasi, suku bunga yang naik, serta potensi perlambatan ekonomi,” ujarnya.
Cadangan Mandiri Turun
Beralih ke Bank Mandiri. Tahun 2022 perseroan mempercayakan Kantor Akuntan Publik Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan sebagai auditornya. Dalam opininya auditor tersebut menyampaikan bahwa tahun 2022 nilai pencadangan kredit dan pembiayaan syariah Bank Mandiri sebesar Rp64,61 triliun.
Nilai pencadangan kredit dan pembiayaan syariah tahun 2022 tersebut menurun dibandingkan tahun 2021 sebesar Rp68,58 triliun. Selama tahun 2022, total kredit yang disalurkan oleh Mandiri mencapai Rp1.202,22 triliun atau tumbuh 14,48% daripada tahun 2021 sebesar Rp1.050,15 triliun.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi menyatakan bahwa kinerja yang solid ini tak terlepas dari kondisi makroekonomi yang membaik. Hal itu juga didukung oleh kebijakan strategis pemerintah dan regulator dalam menjaga stabilitas perekonomian.
“Sepanjang 2022, Bank Mandiri telah secara aktif menggarap segmen digital banking untuk mendukung transformasi digital sebagai bisnis yang berkelanjutan dengan menangkap peluang di seluruh sektor dan segmen potensial,” ujarnya secara virtual pada Selasa (31/1).
Selain faktor kredit yang tumbuh positif, pada tahun 2022 Mandiri memperoleh pendapatan jumbo dari bunga obligasi pemerintah sebesar Rp16,35 triliun, bertambah Rp4,6 triliun dibandingkan tahun 2021 Rp11,75 triliun.
Pada ahun 2022 perseroan juga mengantongi penerimaan kembali pokok kredit atau pembiayaan syariah yang sudah dihapusbuku senilai Rp7,83 triliun. Jumlah itu bertambah lebih dari Rp2,30 triliun daripada tahun 2021 sebesar Rp5,52 triliun.
Laporan keuangan Mandiri tahun 2022 mendapatkan opini wajar dan dengan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia dari auditor.
Cadangan BNI Cenderung Tetap
Kantor Akuntan Publik Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan sebagai auditor Bank BNI tahun 2022 melaporkan bahwa perseroan melakukan pencadangan kredit sebesar Rp 50,33 triliun.
"Cadangan kerugian penurunan nilai atas pinjaman yang diberikan ditentukan oleh Grup berdasarkan kerangka Kerugian Kredit Ekspektasian (“KKE”) sesuai dengan PSAK 71, “Instrumen Keuangan” (“PSAK 71”)," demikian tulis auditor.
Jika dibandingkan tahun 2021, nilai pencadangan kredit BNI tidak berbeda jauh. Pada tahun tersebut angkanya sudah mencapai Rp50,29 triliun.
Terhadap laporan keuangan 2022, auditor BNI menyatakan; “Menurut opini kami, laporan keuangan konsolidasian terlampir menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan konsolidasian Grup tanggal 31 Desember 2022, serta kinerja keuangan konsolidasian dan arus kas konsolidasiannya untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia.”
Selama tahun 2022, BNI juga sukses meraih kinerja gemilang. Total laba bersihnya mencapai Rp18,3 triliun atau naik 68% dibandingkan perolehan tahun 2021.
Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar mengatakan realisasi laba bersih tersebut lebih tinggi dari estimasi. Bahkan, realisasi ini jauh di atas pencapaian sebelum pandemi dan menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah BNI.
“Itu merupakan hasil kombinasi antara strategi pertumbuhan bisnis yang prudent, selektif. Kredit kami tumbuh 10,9 persen secara tahunan dengan sumber pertumbuhan dari nasabah yang tentunya berkualitas baik," ujar Royke dalam acara BBNI Earnings Call FY2022, Selasa (24/1).
Cadangan BTN Naik
Diurutan keempat, kantor akuntan Purwantono, Sungkoro dan Surya yang mengaudit BTN mencatat bahwa perseroan melakukan pencadangan nilai kredit dan pembiayaan syariah selama tahun 2022 sebesar Rp15,67 triliun. Nilai pencadangan tersebut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp14,43 triliun.
Dalam laporan keuangan BTN juga disebutkan bahwa perseroan mengalami kerugian akibat transaksi surat berharga sebesar Rp500,23 miliar. Dalam penjelasannya, kerugian sebesar itu berasal dari dua sumber transaksi. Dimana sebesar Rp234,08 miliar berasal dari penjualan efek-efek neto di tahun lalu. Sementara kerugian lainnya sebesar Rp266,23 miliar berasal dari penjualan obligasi pemerintah.
Namun demikian, pada tahun 2022, dari sisi performa keseluruhan, BTN sukses menorehkan laba bersih Rp3,04 triliun atau melesat 28,15% secara tahunan atau year-on-year (YoY).
Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo menyampaikan bahwa penyertaan modal negara (PMN) dan peningkatan alokasi dana untuk perumahan subsidi serta perekonomian nasional yang stabil menjadi pendorong bisnis perseroan.
Strategi manajemen dengan merelokasi sejumlah kantor ke daerah potensial sejak 2020, digitalisasi, dan inovasi pembiayaan juga mampu menjawab kebutuhan pasar.
“Kami terus berupaya memberikan akses pembiayaan yang terjangkau dan layak huni bagi masyarakat,” kata Haru dalam paparan kinerja 2022 Kamis (16/2).
Laporan keuangan BTN juga mendapatkan opini wajar dan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia. (TrenAsia.com)