Nasional
Gagal Bayar Paylater Bisa Bikin KPR Subsidi Kandas, Ini Alasannya
JAKARTA – Kebiasaan belanja secara impulsif menggunakan layanan paylater bisa menjadi hambatan serius saat Anda berencana memiliki rumah sendiri, apalagi jika kamu sering kesulitan melunasi tagihannya.
Belakangan ini, layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau yang lebih dikenal sebagai paylater semakin populer di kalangan anak muda. Mulai dari tiket konser, gawai, hingga makanan online, semuanya terasa gampang dibayar secara mencicil.
Tapi di balik kenyamanan instan itu, ada konsekuensi jangka panjang yang bisa menyulitkan hidup kamu di masa depan terutama saat mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi dari pemerintah.
- Pupuk Indonesia Bantah Dugaan Korupsi Rp 8,3 Triliun: Tidak Berdasar dan Tidak Sesuai Fakta
- BRI Bantu UMKM Madu Lokal Ekspansi ke Pasar Global
- Resmi! Mariah Carey Akan Konser di Jakarta, Ini Harga Tiket dan Cara Belinya
“Candu paylater ini seringkali tidak disadari. Nikmatnya sebentar, tapi bisa bikin kamu gagal mengakses manfaat besar dari negara,” ujar Direktur Eksekutif NEXT Indonesia Christiantoko pada Senin, 16 Juni 2025.
Menurut data OJK, nilai outstanding paylater pada April 2025 sudah menyentuh Rp8,24 triliun atau naik 47,11% dibanding tahun lalu. Tapi bukan cuma angkanya yang naik. Risiko gagal bayarnya juga ikut melonjak, dengan rasio kredit macet (non-performing financing/NPF) gross menyentuh 3,78%, lebih tinggi dari bulan sebelumnya.
Catatan Buruk di Sistem Kredit Bisa Menghantui
Christiantoko menegaskan, ketika seseorang telat atau gagal bayar paylater, data itu otomatis tercatat dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK. Sistem ini jadi semacam "rapor finansial" yang akan dicek oleh perbankan dan lembaga keuangan ketika kamu mengajukan pinjaman apa pun, termasuk KPR subsidi.
“Kalau skor kredit kamu masuk kategori buruk, otomatis akan sulit dapat persetujuan KPR. Termasuk yang bersubsidi,” lanjutnya.
Padahal, pemerintah sudah mengalokasikan Rp18,8 triliun dalam APBN 2025 untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Program ini menargetkan membiayai 220 ribu unit rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Lewat FLPP katanya, masyarakat bisa dapat suku bunga tetap hanya 5% sampai lunas. Bandingkan dengan bunga pasar yang bisa menyentuh 12,5% selisihnya disubsidi negara. Belum lagi ada program tambahan seperti Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).
Sayangnya, kesempatan ini bisa lenyap hanya karena kamu telat bayar tagihan paylater Rp300 ribu. “Banyak yang nggak tahu, paylater yang terlihat sepele bisa menutup pintu untuk fasilitas pembiayaan yang lebih besar dan menguntungkan,” ujar Christiantoko.
Ia mengimbau agar OJK dan pemerintah lebih gencar mengedukasi publik tentang risiko jangka panjang dari perilaku konsumtif instan ini.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Debrinata Rizky pada 16 Jun 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 17 Jun 2025