GAYA HIDUP
Ini Penyebab Suhu di Indonesia Terasa Lebih Menyengat, Wajarkah?
Negara-negara, seperti India, Thailand, Laos, Myanmar, Bangladesh hingga China telah melaporkan suhu panas melebihi 40 derajat Celcius beberapa hari terakhir.
Kondisi tersebut dampak gelombang panas atau heat wave yang mendera kawasan itu.
Gelombang panas dalam ilmu cuaca dan iklim didefinisikan sebagai periode cuaca dengan kenaikan suhu panas tidak biasa yang berlangsung setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih (sesuai batasan Badan Meteorologi Dunia atau WMO).
Merujuk laporan BMKG, Indonesia belakangan mencatat suhu maksimal harian mencapai 37,2 derajat Celcius meski suhu tertinggi secara umum berkisar 34-36 derajat Celcius.
Suhu tersebut sudah membuat warga di sejumlah kota di Tanah Air merasa gerah dan kepanasan yang lebih dari biasanya saat siang hari.
Namun apakah gelombang panas yang menyebabkan Indonesia terasa lebih menyengat sepekan terakhir? Dilansir dari bmkg.go.id, fenomena udara panas yang terjadi di Tanah Air tidak termasuk kategori gelombang panas. Hal itu dilihat dari karakteristik fenomena maupun indikator statistik pengamatan suhu.
Secara karakteristik fenomena, BMKG menyebut suhu panas di wilayah Indonesia adalah fenomena akibat dari gerak semu matahari yang merupakan siklus biasa dan terjadi setiap tahun.
Sehingga, potensi suhu udara panas seperti ini dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.
Sedangkan secara indikator statistik suhu, lonjakan suhu maksimal yang mencapai 37,2 derajat Celcius hanya terjadi satu hari, tepatnya 17 April 2023.
“Suhu tinggi tersebut sudah turun dan kini suhu maksimum teramati berada dalam kisaran 34 hingga 36 derajat Celcius,” demikian pernyataan BMKG.
Staf Data dan Informasi BMKG Bandung, Yuni Yulianti, mengonfirmasi laporan BMKG pusat. Berdasarkan pengamatan cuaca di Stasiun Geofisika Bandung, Ia mengatakan suhu maksimal di Bandung masih berada di kisaran 29-30,4 derajat Celcius atau normal.
Dia menerangkan bukan gelombang panas yang membuat Kota Bandung terasa lebih menyengat.
“Tapi karena Indonesia saat ini akan masuk musim kemarau, tutupan awan berkurang sehingga intensitas radiasi matahari lebih maksimal, dan dinamika atmosfer yang tidak biasa,” jelasnya. (TrenAsia.com)