Ekonomi
KB Bukopin Bidik Rp1,5 T Dana Rights Issue untuk CKPN 2023
PT Bank KB Bukopin Tbk (BBKP) bakal menggunakan Rp1,5–Rp2 triliun dana hasil rights issue yang dijawdalkan dilaksanakan pada Mei 2023 untuk pencadangan kerugian penurunan nilai (CKPN). Hal ini sejalan dengan strategi pemegang saham pengendali, Kookmin Bank Financial Group (KBFG) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menghendaki perbaikan kesehatan aset (kredit) perusahaan di tahun 2023.
Direktur Keuangan BBKP, Seng Hyup Shin mengatakan sejak pandemi COVID-19 melanda di awal 2020, banyak portofolio aset (kredit) perusahaan terdampak yang berujung pada membengkaknya bad asset (non-performing loan/ kredit macet). Diakuinya, penyehatan bad asset perusahaan sulit dilakukan dan butuh waktu panjang jika hanya mengandalkan upaya collection saja. Makanya, ia meminta bantuan induk (KBFG) untuk menginjeksi modal.
“Untuk rencana kami membereskan bad asset memang kami sendiri membutuhkan bantuan modal sehingga kami bekerjasama dengan kantor pusat untuk bisa mendapatkan capital injection yang saat ini prosesnya sedang berjalan dan kami targetkan untuk selesai pada bulan Mei 2023,” kata Hyup Shin kepada TrenAsia.com jejaring KabarMinang.id, Minggu, 2 April 2023.
Jika tak ada aral melintang, perseroan bakal menggelar penawaran umum terbatas (PUT) VII dengan skema rights issue pada Mei 2023 dengan menerbitkan saham baru seri B sebanyak-banyaknya 120 miliar lembar saham di harga nominal Rp100 atau setara Rp12 triliun dana segar. 12-17% dari total raihan dana PUT tersebut bakal dialokasikan sebagai CKPN untuk perbaikan bad asset.
“Untuk injeksi modal, KBFG siap menjadi standby buyer untuk setiap emisi saham tersebut ataupun jika ada pemegang saham public yang tidak mengexercise HMETD nya,” tambah Hyup Shin.
Pencadangan kerugian penurunan nilai di 2023 juga diharapkan bisa menekan NPL secara gross di bawah 5%. Sehingga harapannya di kuartal I-2024 mendatang bad asset perseroan sudah mentas atau paling tidak mendekati tingkat normal bank lain yang sekelas.
Tercatat hingga 31 Desember 2022 lalu, NPL gross perseroan mencapai 6,72%, dimana perseroan mengakui CKPN menggunakan metode kerugian kredit ekspekstasian (KKE) sebesar Rp1,6 triliun. Sepanjang tahun 2021 sendiri, NPL gross perseroan mencapai 11,16% dimana perseroan mengakui CKPN sebesar Rp4,66 triliun. Tahun 2020, NPL gross perseroan tercatat masih double digit dimana perseroan mengakui CKPN sebesar Rp4,7 triliun.
Tak hanya lewat pencadangan kerugian penurunan nilai, perusahaan juga melakukan penghapusan buku (write off) sejumlah bad asset dan melakukan penyisihan penghapusan aset (PPA). Pada Juni 2022 lalu, perseroan tercatat menjual NPL dan LAR dari 180 debitur senilai Original Pricipal Balance (OPB) Rp4,14 triliun dengan nilai jual Rp2,65 triliun.
Transaksi dilakukan lewat perusahaan cangkang atau special purpose vehicle (SPV) di Singapura, di mana SPV meneruskan obligasi sebagai pembayaran, Kookmin Bank menerbitkan stand by letter of credit (SBLC) dan revolving credit facility (RCF) dan KB Bukopin sebagai servicing agent yang melakukan penagihan atas nama SPV. Tercatat hingga akhir 2022, sudah ada Rp12 triliun bad asset yang dibersihkan.
“Di tahun lalu kami memang fokus menjalankan 2 skema yakni asset backed securities dan sukuk. Dan itu membuat hingga tahun 2022 total ada sekitar Rp12 triliun bad asset yang sudah kami bereskan,” pungkas Hyup Shin.
Menggerus Laba
Sepanjang tahun 2022, perseroan menderita rugi tahun berjalan Rp5,03 triliun, melonjak dibanding rugi tahun 2021 yang sebesar Rp2,30 triliun. Pembengkakan kerugian ini, tak lain adalah karena beban operasional terutama CKPN atas aset keuangan yang melonjak dari Rp1,05 triliun di 2021 menjadi Rp3,95 triliun di 2022.
Jika dirinci, CKPN atas aset keuangan 2022 utamanya terdiri dari kredit yang diberikan dan pembiayaan atau piutang syariah Rp3,92 triliun, disusul tagihan lainnya Rp27,8 miliar, tagihan akseptasi Rp145 juta dan surat-surat berharga Rp49 juta.
Bandingkan dengan CKPN atas aset keuangan 2021 utamanya terdiri dari kredit yang diberikan dan pembiayaan atau piutang syariah Rp1,03 triliun, disusul tagihan lainnya Rp19,4 miliar, tagihan akseptasi Rp66 juta dan surat-surat berharga Rp125 juta.