Kimia Farma Beli Vaksin Gotong Royong, Mantan Jubir KPK: Berpotensi Rugikan Keuangan Negara

Apotek milik BUMN PT Kimia Farma Tbk (KAEF) yang kini menjual vaksin COVID-19.

Pembelian vaksin COVID-19 untuk program vaksinasi gotong royong oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Kimia Farma Tbk (KAEF) berpotensi merugikan keuangan negara. Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menilai kerugian itu bisa tercipta karena anak usaha PT Bio Farma (Persero) itu melakukan aksi bisnis melalui program vaksinasi gotong royong individu.

“Tapi jangan salah arti ya, bukan berarti Saya sedang bilang ada korupsi. Poin utamanya adalah edukasi publik agar paham bahwa uang BUMN itu masuk ruang lingkupkeuangan negara. Karena itu keputusan bisnis yg diambil hrs sesuai hukum & akuntabel dan memikirkan dampak ke masyarakat,” kata Febri dalam akun Twitternya, dikutip Rabu, 14 Juli 2021.

Febri mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengatakan keuangan negara turut meliputi kondisi keuangan BUMN. Bila terjadi kerugian pada perusahaan pelat merah, praktis keuangan negara bakal ikut terkena efeknya.

Selain itu, Febri menilai klaim pemerintah yang menyatakan pembelian vaksin dalam program vaksinasi gotong royong kontradiktif. Kenyataannya, dana yang ditarik oleh Kimia Farma sendiri masuk dalam konsolidasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pos Kekayaan Negara Dipisahkan (KND).

“Jadi jangan sampai pesannya bias dg mengatakan ‘ga pake APBN’ dan seolah-olah hanya Business-to-Business. Nggak,” keluh Febri.

Vaksinasi gotong royong ini menuai kontroversi dalam beberapa waktu terakhir. Padahal, dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 84 tahun 2020 dijelaskan bahwa vaksinasi COVID-19 tidak dipungut biaya sama sekali dari seluruh lapisan masyarakat.

Putusan itu kemudian berubah seiring terbitnya Permenkes nomor 19 tahun 2021 yang diundangkan pada 6 Juli 2021. Beleid terbaru tersebut kemudian mencantumkan adanya proses vaksinasi gotong royong oleh pelaku usaha dan perseorangan.

Menjelaskan ke Publik

Febri pun mendorong Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) untuk menjelaskan kepada publik terkait dengan proses vaksinasi gotong royong ini. Asosiasi tersebut diketahui yang menginisiasi program vaksinasi gotong royong.

“Menurut saya, siapa yang punya ide vaksin gotong royong dan berbayar ini penting dijelaskan ke publik. Ya jika memang hasilnya baik, kan bagus, ada yang bisa diberikan penghargaan,” ucap Febri.

Saat ini, Kimia Farma tengah menunda pelaksanaan vaksinasi gotong royong individu. Besarnya animo serta banyaknya pertanyaan yang masuk atas pelaksanaan Vaksin Gotong Royong Individu membuat manajemen memutuskan memperpanjang masa sosialisasi serta pengaturan pendaftaran calon peserta.

Sebelumnya, cucu usaha Kimia Farma, PT Kimia Farma Diagnostika (KFD) menyediakan 40.000 dosis vaksin individu berbayar untuk tahap pertama penyaluran vaksinasi di enam kota Jawa dan Bali.

KFD membuka delapan titik penjualan vaksin COVID-19 melalui jaringan klinik perusahaan, yakni tiga di Jakarta, lalu satu di Bandung, Solo, Semarang, Surabaya, dan Bali.

Berdasarkan aturan pemerintah, harga vaksin berbayar per dosis Rp321.660 ditambah dengan harga layanan Rp117.910, sehingga harga per dosis vaksin yang dibebankan kepada penerima manfaat seharga Rp439.570 per dosis. Dengan setiap orang mendapatkan suntikan sebanyak dua kali, maka harga paket lengkap vaksin mencapai Rp879.140 per individu.

KFD rencananya membuka akses bagi masyarakat yang ingin membeli vaksin impor jenis Sinopharm tersebut mulai Senin ini, namun kemudian ditunda hingga waktu yang tidak ditentukan.

(TrenAsia.com)

Editor: Sutan Marajo
Sutan Marajo

Related Stories