Lemhannas Beri Tiga Petuah G-20 Pada Jokowi, Ini Isinya

Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendibudristek Hilmar Fariid selaku Koordinator Pertemuan Tingkat Menteri Kebudayaan G20 dalam diskusi online bertema "Kebudayaan untuk Bumi Lestari” yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) pada Kamis, (11/8). (Infopublic.id)

JAKARTA – Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) 2022 menyampaikan sejumlah rekomendasinya terkait Presidensi G20 kepada Presiden Joko Widodo. Baik yang sedang diselenggarakan Indonesia tahun ini, maupun penyelenggaraan tahun depan yang akan dilakukan oleh India.

Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto, usai menemui Presiden Jokowi, Rabu (12/10/2022) menjelaskan, pertemuan dengan Presiden dilakukan sebagai tindak lanjut kajian peserta yang sebelumnya telah diseminarkan. Peserta PPRA LXIII memberikan kajian tentang konsolidasi demokrasi, bagaimana mereduksi politik identitas. Sementara peserta PPRA LXIV memberikan kajian tentang kepemimpinan G20, untuk memperkuat kolaborasi demi meningkatkan konektivitas dan rantai pasok global.

“Kajian tersebut diterima oleh Presiden, dan dipaparkan inti-inti dari rekomendasi yang diberikan baik oleh peserta PPRA LXIII, dan PPRA LXIV. Selain itu, presiden juga turut memberikan pembekalan kepada peserta, terkait bagaimana dunia ini sangat sulit tahun depan, menjadi gelap sehingga diharapkan para peserta dalam penugasan-penugasan berikutnya itu betul-betul memperkuat karakter kepemimpinan ke depan,” ungkap Andi.

Mengantisipasi situasi global yang menantang, Andi menjelaskan Presiden juga memberikan arahan bagi Lemhannas dalam membuat kajian untuk mitigasi krisis, baik yang bersifat makro maupun mikro. Selain itu, perlu ditambah rekomendasi secara rinci kepada Presiden ihwal arah-arah kebijakan ke depan di tengah ancaman resesi global.

Pertemuan ini merupakan tindak lanjut Seminar PPRA LXIV bertajuk Kolaborasi/Kepemimpinan G20: Konektivitas dan Rantai Pasok Global yang dilakukan sehari sebelumnya. Dalam seminar dipaparkan sejumlah rekomendasi Presidensi G20 2022 Indonesia terkait kepentingan nasional.

Rekomendasi-rekomendasi tersebut adalah: memfasilitasi dialog antara otoritas dan operator jalur utama terkait energi, meningkatkan pendanaan pada pengembangan dan pemanfaatan biodiversity yang berkelanjutan. Kemudian, memusatkan perhatian dalam wacana vaksinasi internasional kepada masyarakat rentan, memaksimalkan posisi Indonesia di G20 untuk mempromosikan kepentingan ekonomi dan memisahkan persoalan politik dari isu ekonomi, serta diversifikasi mitra perdagangan cip semi konduktor.

Dalam Seminar PPRA LXIV, Kris Wijoyo Soepandji, salah satu pemapar seminar turut menyampaikan rekomendasi hasil kajian peserta PPRA LXIV untuk penyelenggaraan G20 tahun depan di India. Pertama, Presidensi G20 India untuk dapat mendorong adanya traktat internasional terkait bentuk komitmen internasional dan mekanisme resolusi konflik. Sebab, menurut Kris, friksi-friksi geopolitik yang berujung konflik dapat membahayakan perekonomian dunia urat nadi kehidupan manusia.

“Kedua, kami mendorong perjanjian internasional terkait tindakan luar biasa vaksinasi Covid-19 serta mencegah pandemi berikutnya yang mungkin terjadi. Rekomendasi ketiga, kami mendorong penyelesaian eksternalitas negatif di tiap negara diselesaikan dengan memegang prinsip kesetaraan dan keadilan, bukan dengan cara intervensi. Dengan menghormati hal tersebut, maka kita bisa membangun kemakmuran bersama dan kesejahteraan bersama secara berkelanjutan,” papar Kris.

Apalagi menurut Kris Presidensi G20 merupakan forum negara-negara untuk mendorong kemajuan ekonomi bersama. Oleh karenanya eksternalitas negatif yang merupakan ekses dari aktivitas-aktivitas ekonomi perlu dimitigasi secara adil dan setara untuk mencapai kemakmuran bersama dengan tetap mengedepankan prinsip saling menghormati kedaulatan masing-masing negara.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sebagai pembicara kunci dalam seminar tersebut turut menjelaskan dalam memimpin Presidensi G20, Indonesia juga terus mendorong paradigma kolaborasi. Sebab kolaborasi menjadi vital dalam menghadapi masa-masa yang sangat dinamis seperti saat ini.

“Hanya dengan kolaborasi, kita bisa keluar dari krisis baik politik, geopolitik, maupun krisis ekonomi. Ini pun sudah disampaikan dalam Sidang Majelis PBB ke-77 September lalu, bagaimana paradigma kolaborasi ini win-win, bukan zero sum game. Paradigma kolaborasi, bukan kompetisi, dan paradigma engagement, bukan containment,” papar Menteri Retno.

Dalam Presidensi G20 2022 Indonesia, Retno menjelaskan pemerintah juga terus melakukan negosiasi, komunikasi, termasuk mengundang sejumlah negara-negara non G20 untuk mendengarkan pendapat, dan pandangannya. Ini dilakukan agar Presidensi G20 di Indonesia dapat menghasilkan kerja sama yang konkret.

Bagikan
Redaksi

Related Stories