Maladewa: Negara Eksotis dengan Sikap Tegas Terhadap Turis Israel

Fakta Unik Maladewa, Negara yang Boikot Turis Israel (britannica)

JAKARTA - Maladewa diketahui telah mengumumkan, bahwa negara tersebut akan melarang warga Israel masuk wilayahnya, yang dikenal dengan resor mewahnya. Pengumuman ini dilakukan oleh kantor kepresidenan saat kemarahan masyarakat meningkat terkait konflik di Gaza.

Presiden Maladewa, Mohamed Muizzu, telah memutuskan untuk memberlakukan larangan terhadap paspor Israel, kata juru bicara kantornya dalam sebuah pernyataan, tanpa memberikan rincian kapan undang-undang baru tersebut akan berlaku. Negara ini dikunjungi oleh ribuan orang Israel setiap tahunnya.

“Presiden Maladewa, Mohamed Muizzu, telah memutuskan untuk memberlakukan larangan terhadap pemegang paspor Israel,” kata juru bicara kantor presiden dalam sebuah pernyataan, tanpa memberikan detail mengenai kapan kebijakan baru tersebut akan berlaku, dikutip dari The Guardian, belum lama ini.

Maladewa Sering Dikunjungi oleh Ribuan Warga Israel Setiap Tahun

Sebagai tanggapan, Kementerian Luar Negeri Israel merekomendasikan agar warganya tidak melakukan perjalanan ke Maladewa, termasuk mereka yang memiliki kewarganegaraan ganda. “Bagi warga negara Israel yang sudah berada di negara tersebut, disarankan untuk mempertimbangkan untuk pergi, karena jika mereka merasa tertekan karena alasan apa pun, akan sulit bagi kami untuk membantu.”

Unjuk rasa pro-Palestina di Male, ibu kota Maladewa, pada bulan Oktober 2023. (Mohamed Afrah/Getty Images)

Maladewa sebelumnya telah mencabut larangan terhadap wisatawan Israel pada awal tahun 1990-an dan berusaha untuk memulihkan hubungan pada tahun 2010. Namun, upaya untuk normalisasi terhenti setelah presiden saat itu, Mohamed Nasheed, digulingkan pada bulan Februari 2012.

Maladewa adalah republik Islam kecil yang terdiri dari lebih dari 1.000 pulau karang yang tersebar secara strategis. Negara ini terkenal dengan pantai berpasir putih yang terpencil dan laguna biru kehijauan yang dangkal.

Pada Minggu, negara kecil di Asia Selatan mengumumkan mereka melarang warga Israel sebagai tanggapan terhadap perang di Gaza.

Jumlah Kunjungan Turis Israel ke Maladewa

Dilansir dari Financial Times, kunjungan warga Israel ke Maladewa, yang perekonomiannya sangat bergantung pada pariwisata, telah meningkat menjadi lebih dari 15.000 pada tahun 2022, setelah kemerosotan selama pandemi Covid-19, namun kembali turun setelah dimulainya perang.

Dilansir dari The JC, hampir 11.000 warga Israel mengunjungi Maladewa tahun lalu, yang merupakan 0,6% dari total jumlah wisatawan yang berkunjung ke kepulauan tersebut.

Data resmi menunjukkan, jumlah warga Israel yang mengunjungi Maladewa turun menjadi 528 pada empat bulan pertama tahun ini, turun sebesar 88% dari 4.644 orang pada kuartal pertama tahun 2023. Maladewa, dengan populasi lebih dari 500.000 jiwa, menerima lebih dari 1 juta wisatawan per tahun.

Dan berikut ini merpakan fakta unik Maladewa.

Fakta Maladewa

Berikut ini beberapa fakta mengenai Maladewa:

Kurang dari Seperlima Pulau-Pulau Berpenghuni

Dilansiir dari Authentic India Tours, Maladewa adalah rumah bagi sekitar 540.000 orang, kira-kira sama dengan jumlah penduduk Manchester. Tapi, hanya sekitar 200 dari 1.200 pulau di nusantara yang berpenghuni.

Pada tahun 1984, diberlakukan larangan untuk mengunjungi pulau-pulau berpenghuni, tetapi larangan ini dicabut pada tahun 2009 sehingga pengunjung dapat mengalami sisi budaya Maladewa di luar resor dan membantu industri pariwisata.

Pendududuk

Maladewa adalah negara kepulauan merdeka yang terletak di utara-tengah Samudera Hindia. Wilayah ini terdiri dari sekitar 1.200 pulau karang kecil dan gugusan pasir, di mana sekitar 200 di antaranya berpenghuni, dikelompokkan dalam kelompok.

Penduduk Maladewa hampir semuanya berasal dari kelompok etnis Maladewa, yang merupakan hasil dari berbagai bangsa yang menetap di kepulauan tersebut secara berurutan sepanjang sejarah negara tersebut.

Para pemukim pertama di Maladewa, secara umum diyakini adalah orang-orang Tamil dan Sinhala dari India selatan dan Sri Lanka. Pedagang dari negara-negara Arab, Malaya, Madagaskar, Indonesia, dan China mengunjungi pulau-pulau tersebut selama berabad-abad.

Dilansir dari Britannica, bahasa resmi negara ini adalah bahasa Indo-Eropa yang disebut Dhivehi (atau Maladewa), Bahasa Arab, Hindi, dan Inggris juga digunakan. Lalu, Islam adalah agama negara di Maladewa.

Lebih dari separuh penduduk Maladewa tinggal di pedesaan. Kecuali mereka yang tinggal di Male, satu-satunya pemukiman yang relatif besar di negara ini, penduduk Maladewa tinggal di desa-desa di pulau-pulau kecil yang tersebar di atol.

Hanya sekitar 20 pulau memiliki populasi lebih dari 1.000 jiwa, dan pulau-pulau di bagian selatan memiliki kepadatan penduduk yang lebih tinggi dibandingkan dengan pulau-pulau di bagian utara. Angka kelahiran di Maladewa sedikit lebih tinggi daripada rata-rata dunia, namun angka kematian lebih rendah.

Lebih dari seperlima dari total penduduk berusia di bawah 15 tahun. Harapan hidup di Maladewa adalah sekitar 74 tahun untuk pria dan 79 tahun untuk wanita.

Pendidikan

Tiga jenis pendidikan formal tersedia di Maladewa, termasuk sekolah tradisional (makthabs) yang dirancang untuk mengajarkan membaca dan mengaji Al-Qur’an, sekolah berbahasa Dhivehi, dan sekolah dasar dan menengah berbahasa Inggris. Sekolah berbahasa Inggris adalah satu-satunya sekolah yang mengajarkan kurikulum standar dan menawarkan pendidikan tingkat menengah.

Hampir semua anak berusia antara 6 dan 15 tahun bersekolah di tingkat sekolah dasar atau sekolah menengah pertama, namun angka partisipasi menurun secara signifikan pada pendidikan menengah atas. Terdapat beberapa institusi swasta yang menyediakan pendidikan tinggi.

Maldives National University (sebelumnya Maldives College of Higher Education) menjadi institusi publik pertama yang menawarkan program gelar sarjana pada tahun 2000, sejumlah program gelar terbatas tersedia selama tahun-tahun berikutnya. Warga Maladewa yang mencari sebagian besar jenis gelar harus pergi ke luar negeri

Ekonomi

Sejak tahun 1970-an, perekonomian Maladewa mengalami perkembangan pesat. Pertumbuhan tahunan Produk Domestik Bruto (PDB) sangat tinggi, rata-rata sekitar 6% pada tahun 2010-an, dan Pendapatan Nasional Bruto (GNI) per kapita—termasuk yang terendah di dunia pada tahun 1970-an—telah mencapai tingkat pendapatan menengah ke atas pada akhir tahun 2010-an.

Perekonomian didasarkan pada pariwisata, perikanan, pembuatan kapal, dan perbaikan kapal, dengan sektor pariwisata menjadi penggerak utama dalam pertumbuhan ekonomi yang cepat.

Menjadi Tujuan Liburan Selama 50 Tahun

Maladewa adalah tujuan wisata yang relatif baru, meski sudah ada selama beberapa ribu tahun. Ini adalah tujuan rahasia bagi para peselancar dan penyelam sebelum resor pertama dibuka pada tahun 1972.

Mantan Presiden Maumoon Abdul Gayoom memberikan dorongan besar pada pariwisata selama masa jabatan pertamanya dan pada tahun 2019, 1,7 juta wisatawan mengunjungi Maladewa.

Pantainya Sangat Langka

Pasir putihnya tidak hanya menarik secara tampilannya, tetapi sebenarnya terbuat dari koral. Pantai berpasir koral ini hanya mencakup 5% dari semua pantai di dunia, dengan sebagian besar pasir pantai terbuat dari kuarsa.

Kerang Digunakan Sebagai Mata Uang

Kerang digunakan sebagai metode perdagangan mata uang internasional pada tahun 1800-an, sesuatu yang banyak dimiliki Maladewa. Cangkang cowrie ini khas, ringan, dan tidak dapat dipalsukan, menjadikannya pengganti uang yang ideal. Perdagangan uang cangkang sudah lama hilang, dan cangkang cowrie tidak lagi berharga saat ini, meskipun cangkang tersebut masih menjadi lambang Otoritas Moneter Maladewa.

Mengadakan Sidang Kabinet Bawah Air Pertama

Salah satu keuntungan menjadi negara terendah di dunia adalah bisa menyelenggarakan rapat kabinet di dasar laut. Hal inilah yang dilakukan Presiden Maladewa Mohamed Nasheed pada tahun 2009 sebagai isyarat bantuan atas kenaikan permukaan air laut yang akan menenggelamkan beberapa daerah dataran rendah pada tahun 2100.

Sebelas menteri tersebut menandatangani dokumen yang menyerukan pengurangan emisi karbon secara global, dan pakaian selam yang mereka tandatangani dilelang untuk mengumpulkan dana bagi perlindungan terumbu karang.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 08 Jun 2024 

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 13 Jun 2024  

Editor: Redaksi Daerah
Redaksi Daerah

Redaksi Daerah

Lihat semua artikel

Related Stories