Masalah Ekonomi yang Dihadapi Penduduk Negara Landlocked

Deretan Masalah Ekonomi pada Negara Landlocked (null)

JAKARTA - Tidak semua negara memiliki wilayah seperti Indonesia yang dikelilingi oleh daerah perairan atau laut. Negara yang tidak memiliki akses terhadap laut biasa disebut dengan negara landlocked. Dengan kata lain negara tersebut terkurung daratan.

Melansir Britannica, contoh negara landlocked meliputi Kazakhstan, Mongolia, Chad, Vatikan, dan masih banyak lagi. Tercatat terdapat 44 negara yang menyandang predikat sebagai negara landlocked.

Kazakhstan menjadi negara landlocked dengan wilayah paling besar yaitu 2.724.900 kilometer persegi. Sedangkan predikat negara landlocked dengan wilayah terkecil menjadi milik Vatikan yang memiliki wilayah hanya sebesar 0.44 kilometer persegi. 

Tantangan Ekonomi yang Dialami Negara Landlocked

Negara-negara yang terkurung daratan menurut Britannica ternyata menghadapi tantangan ekonomi tersendiri akibat dari tidak adanya pelabuhan laut, titik perdagangan pesisir, dan industri perikanan yang besar. 

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan 32 negara bagian ini sebagai negara berkembang yang terkurung daratan atau landlocked developing countries (LLDC), dan 17 di antaranya diklasifikasikan sebagai negara kurang berkembang. 

LLDC menjadi masalah ekonomi tersendiri karena dapat menimbulkan biaya transportasi yang tinggi untuk perdagangan luar negeri, sehingga menghambat investasi, mengurangi daya saing, dan mengisolasi mereka dari pasar internasional. 

Perdagangan lintas laut negara landlocked menjadi bergantung pada negara-negara tetangga yang seringkali melibatkan infrastruktur yang tidak memadai dan prosedur melintasi perbatasan yang tidak nyaman. 

Namun, meskipun terdapat hambatan-hambatan ini, beberapa LLDC seperti Zambia juga terbukti mampu berkembang berkat industri pertambangannya sehingga mampu mencatatkan neraca perdagangan yang positif. 

Negara tetangga bisa menjadi tantangan lain seperti yang terlihat dari ketergantungan Burundi pada pelabuhan Durban karena masalah dengan Tanzania dan Kenya, dan perdagangan Uganda yang terkena dampak ketegangan politik dengan Kenya. 

Namun, negara-negara Eropa yang tidak memiliki daratan seperti Luksemburg, Austria, dan Swiss tidak terlalu terkena dampaknya, karena perekonomian mereka terdiversifikasi dan kedekatannya dengan pasar yang sudah maju secara ekonomi. 

Negara-negara tersebut, seperti yang disampaikan oleh ekonom Paul Collier, dapat mengambil manfaat dari limpahan lintas batas negara, dengan mengakses sumber daya dari negara-negara tetangga yang lebih kaya, seperti yang dicontohkan oleh negara-negara landlocked seperti Liechtenstein, Andorra, dan negara-negara besar seperti Swiss, yang dikelilingi oleh negara-negara berpendapatan tinggi.

Beberapa negara menjadi terkurung daratan akibat perang atau gerakan kemerdekaan, seperti Serbia, Sudan Selatan setelah berpisah dari Sudan, dan Etiopia setelah Eritrea merdeka pada 1993. 

Negara-negara terkurung daratan, termasuk Bolivia, berupaya memulihkan akses laut, seperti dalam sengketa dengan Chili terkait hilangnya garis pantai selama Perang Pasifik. Meskipun Bolivia dapat menggunakan pelabuhan Chili untuk ekspor, Bolivia ingin peluang perdagangan yang lebih luas. 

Negara lain mencari akses laut melalui proyek infrastruktur bersama dengan tetangga, seperti Proyek Kereta Api Trans-Afghanistan yang menghubungkan Uzbekistan, Afghanistan, dan Pakistan untuk mengakses pelabuhan seperti Karachi dan Gwadar.

PBB merekomendasikan sejumlah inisiatif untuk meningkatkan status dan kekayaan  dengan diversifikasi ekonomi, peningkatan infrastruktur, akses listrik yang handal, penyederhanaan proses perizinan, dan langkah-langkah fasilitasi perdagangan. 

Collier juga mengusulkan peningkatan dampak negatif dengan mendorong perdagangan regional, pengembangan koridor transportasi, pemanfaatan bantuan donor, peningkatan transparansi untuk menarik investasi asing, dorongan pada migrasi dan pengiriman uang, serta pemanfaatan teknologi baru.

Dengan melihat semua itu, Indonesia beruntung karena negara dengan akses laut yang sangat luas. Pertanyaannya, bisa tidak keuntungan itu dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat? 

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Bintang Surya Laksana pada 09 Jan 2024 

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 09 Jan 2024  

Editor: Redaksi Daerah
Redaksi Daerah

Redaksi Daerah

Lihat semua artikel

Related Stories