Mata Uang Kripto Halal atau Haram? Ini Penjelasan Pakar

Bitcoin

Penjualan mobil tertinggi selama lima bulan terakhir terjadi pada Maret  Pakar Ekonomi Syariah Institut Pertanian Bogor (IPB) Irfan Syauqi Beik menilai bahwa mata uang kripto atau cryptocurrency belum memenuhi syarat sebagai mata uang yang sesuai prinsip syariah.

“Pasalnya, nilai cryptocurrency sangat tidak stabil dan ada kecenderungan mengandung unsur gharar (ketidakpastian) dan maysir (spekulasi),” papar Irfan Syauqi Beik dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa, 15 Juni 2021.

Ia menambahkan cpryptocurrency juga belum bisa masuk dalam bursa berjangka syariah. Hal ini karena bursa berjangka syariah memerlukan fisik barang tersebut.

“Karena sifatnya virtual, maka akan sulit untuk memenuhi syarat fisik dalam bursa syariah yang diperdagangkan,” tegasnya.

Ia menyampaikan, ada dua hal yang harus dikaji mengenai cryptocurrency, yakni regulasi dan syariah.

“Dua hal ini perlu kita kaji, sehingga kita bisa menilai apakah keberadaan cryptocurrency ini memberikan manfaat bagi perekonomian, atau di sisi lain, bisa memberikan manfaat bagi sebagian pihak dan pada saat bersamaan justru mengancam perekonomian secara keseluruhan,” ujarnya.

Apabila cryptocurrency ini sampai menggantikan peran dari official currency atau mata uang resmi dari suatu negara, ia menilai, ada potensi membahayakan sistem keuangan negara tersebut.

Apabila sistem keuangan negara terancam, lanjut dia, maka akan memberikan efek buruk bagi sistem perekonomian secara keseluruhan.

Kendati demikian, Irfan mengatakan, ada beberapa kelebihan dari sistem keamanan mata uang kripto.

Menurut dia, keberadaan teknologi block chain dalam sistem mata uang kripto dapat digunakan untuk pengembangan ekonomi syariah, seperti untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana sosial syariah.

Di samping itu, lanjut dia, sistem block chain juga dapat menjamin transparansi dan akuntabilitas.

Dengan demikian, dari perspektif keamanan sangat aman termasuk keamanan data pribadi. Pasalnya, dalam transaksi cryptocurrency ini tidak perlu menunjukkan identitas diri.

“Menengok keberadaan cryptocurrency ini, kita bisa memanfaatkan teknologi block chain untuk berbagai sistem. Contohnya bisa digunakan untuk penyaluran wakaf maupun zakat,” ujar Dr Irfan yang saat ini menjadi Ketua Dewan Pakar Pusat – Persatuan Umat Islam (PUI) itu.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis menegaskan, cryptocurrency sebagai alat investasi hukumnya haram. Sebab, keberadaan Bitcoin tidak ada aset pendukung, harga tak bisa dikontrol dan belum ada jaminan sebagai alat investasi resmi.

“Sehingga kemungkinan besar banyak spekulasi ialah haram,” katanya dikutip dari dari cholilnafis.com.

Cholil melanjutkan, Bitcoin hukumnya adalah mubah sebagai alat tukar bagi yang berkenan untuk menggunakannya dan mengakuinya. Artinya, Bitcoin tidak untuk spekulasi, ada kebutuhan, apabila transaksi dilakukan pada mata uang sejenis nilainya harus sama dan tunai (attaqabudh). (TrenAsia.com)


Related Stories