Memburuk, Utang Pemerintah Tembus Rp6.527 Triliun per April 2021

Karyawati menunjukkan mata uang rupiah dan dolar di kantor cabang Bank Mandiri, Jakarta, Senin, 22 Maret 2021.

Kementerian Keuangan (kemenkeu) mencatat utang pemerintah Indonesia pada April 2021 mencapai Rp6.527,29 triliun pada April 2021. Utang pemerintah bertambah Rp1.355 triliun atau tumbuh 26% secara tahunan (year on year/yoy).

Dengan demikian, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sudah mencapai 41,18% pada April 2021.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut kondisi Indonesia yang masih dalam fase pemulihan membuat pemerintah harus menambah rasio utang hingga April 2021.

Padahal, pemerintah sebelumnya pernah mematok batas rasio utang terhadap PDB maksimal sebesar 40%. Kendati demikian, besarnya belanja negara untuk perawatan pasien COVID-19 dan pengadaan vaksin membuat proyeksi itu terlampaui.

“Posisi utang pemerintah pusat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Kapasitas fiskal Indonesia masih belum cukup untuk menutupi kebutuhan yang semakin meningkat akibat COVID-19 sehingga menambah porsi pembiayaan,” tulis Sri Mulyani dalam buku APBN KITA Edisi Mei yang dirilis Jumat, 28 Mei 2021.

Surat Berharga Negara (SBN) masih mendominasi proporsi utang Indonesia, yakni 86,74% atau Rp5.661,54 triliun. Lebih rinci lagi, SBN dalam negeri sebesar Rp4.932,96 triliun yang diserap ke dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) Rp3.577,61 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp815,35 triliun.

Pemerintah juga menerbitkan SBN Valas sebesar Rp1.268,5 triliun berbentuk SUN Rp1.023,6 triliun dan SBSN Rp244,98 triliun.

Tidak hanya SBN, utang pemerintah berasal dari bentuk pinjaman sebesar Rp865,74 triliun. Dana tersebut ditarik pemerintah dari dalam negeri Rp12,32 triliun dan luar negeri Rp853,2 triliun.

Merespons tingginya beban utang, Bendahara Negara kembali mengingatkan seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) untuk menghemat anggaran. Sri Mulyani mendorong belanja K/L untuk direalisasikan ke sektor yang produktif dan bisa mengerek konsumsi rumah tangga.

“Pemerintah juga telah menginstruksikan semua entitas untuk melakukan pengetatan, pergeseran, dan pemotongan anggaran untuk mendukung ketiga prioritas (kesehatan, perlindungan sosial, dan insentif dunia usaha),” ungkap Sri Mulyani.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menyebut posisi utang Indonesia masih tergolong aman selama tidak menyentuh 60% PDB.

Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Selain masih berada jauh di bawah batas maksimal, Piter menilai, pengelolaan utang dan belanja negara masih optimal untuk mengerek pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa pandemi COVID-19.

“Kita harus memilih untuk menyelamatkan masyarakat dan perekonomian, melanjutkan program pemulihan ekonomi. Dengan harga kita harus menambah utang, semua risiko di atas bisa kita meminimalkan,” kata Piter saat dihubungi TrenAsia.com beberapa waktu lalu. (TrenAsia.com)


Related Stories