Nasional
Ojol Keluhkan Beban Kerja Berat, Penghasilan Tak Sesuai
JAKARTA - Meskipun menjadi bagian penting dalam industri transportasi online, kesejahteraan pengemudi ojek online (ojol) masih jauh dari standar yang layak.
Mereka menghadapi berbagai tantangan, seperti jam kerja yang panjang, penghasilan yang rendah, serta minimnya perlindungan kerja, yang membuat mereka rentan terhadap berbagai permasalahan ketenagakerjaan.
Berikut adalah sejumlah masalah yang dihadapi pengemudi ojol setiap harinya.
- Cara Mengisi Daya Ponsel Anda Selama Ini Salah dan Bisa Merusak Baterai, Ini Tips yang Tepat
- Squid Game 3 Akan Tayang 27 Juni 2025, Siap-siap!
- Mengenal Apa Itu Danantara, Dulu Digagas Sumitro Kini Dieksekusi Prabowo
Berbagai Keluhan yang Dialami oleh Driver Ojol
Jam Kerja Berlebihan, Tanpa Libur
Pengemudi ojol kerap dipaksa bekerja selama seminggu penuh tanpa hari libur. Banyak dari mereka bekerja lebih dari 8 jam per hari. Padahal, Undang - Undang Ketenagakerjaan telah menetapkan batas kerja sehat, yaitu 8 jam per hari atau 40 jam per minggu. Namun, demi mengejar target pendapatan, banyak ojol terpaksa melampaui batas tersebut.
“Saya biasa bekerja pagi jam 06.00 sampai jam 10.00, lanjut sore jam 16.00 - 20.00 kadang sampai larut. Kalau tidak, pendapatan tidak cukup untuk kehidupan sehari - hari” ujar Abdul Hakim, seorang pengemudi ojol di kota Solo, kala memberikan keterangan kepada TrenAsia, Selasa, 18 Februari 2025.
Pendapatan Tidak Memadai, Biaya Operasional Tinggi
Meski jam kerja panjang, pendapatan pengemudi ojol tidak signifikan. Rata - rata pendapatan mereka masih di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Selain itu, pengeluaran operasional seperti cicilan kendaraan, bensin, dan perawatan motor harus ditanggung sendiri. Hal ini membuat keuntungan yang mereka dapatkan semakin tipis.
“Setelah dipotong biaya bensin, uang yang masuk ke kantong saya termasuk sedikit. Apalagi kalau ada service motor, harus keluar biaya lagi,” keluh Hakim.
- Saham Blue Chip LQ45 dengan PER Terendah, ADRO dan ADMR Menarik
- Buyback Saham BNI: Menjaga Nilai Investasi di Tengah Fluktuasi Pasar Global
- Imbas Harga Minyak Dunia Naik, ICP Januari 2025 Dipatok US$76,81 per barel
Minimnya Perlindungan Kerja
Status pengemudi ojol masih ambigu. Sepeda motor tidak diakui sebagai angkutan umum dalam UU 22/2009, sehingga status kerja mereka pun tidak jelas. Selain itu, mereka sering berkonflik dengan ojek pangkalan yang merasa tersaingi. Risiko kecelakaan juga tinggi, sementara tempat istirahat yang aman pun sulit ditemukan.
Jaminan Ketenagakerjaan dan Sosial Minim
Sebagian besar pengemudi tidak memiliki perlindungan sosial yang memadai, padahal risiko kecelakaan dan kesehatan sangat tinggi. Asuransi kecelakaan yang diberikan pun hanya berlaku saat mengangkut penumpang atau pesanan, tidak saat mereka berkendara sendiri.
“Kalau sakit atau kecelakaan, ya harus berjuang sendiri. Tidak ada jaminan dari aplikator,” pungkas Hakim.
- Saham Blue Chip LQ45 dengan PER Terendah, ADRO dan ADMR Menarik
- Buyback Saham BNI: Menjaga Nilai Investasi di Tengah Fluktuasi Pasar Global
- Imbas Harga Minyak Dunia Naik, ICP Januari 2025 Dipatok US$76,81 per barel
Hubungan Kerja yang Tidak Adil
Pengemudi ojol dianggap sebagai mitra, bukan pekerja, oleh aplikator. Akibatnya, mereka tidak mendapatkan hakhak dasar seperti upah minimum, uang lembur, jaminan sosial, dan Tunjangan Hari Raya (THR).
Selain itu, mereka harus membayar atribut perusahaan, seperti jaket dan helm, Kebijakan perusahaan aplikasi juga dianggap sepihak dan tidak transparan. Menanggapi kondisi tersebut, Kementrian Ketenagakerjaan telah mengeluarkan pernyataan khusus.
Regulasi Baru: Harapan Baru bagi Ojol?
Di tengah kemalangan yang dialami pengemudi ojol, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tengah menyiapkan aturan baru yang akan menegaskan status driver ojol sebagai pekerja, bukan mitra. Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Emmanuel Ebenezer (Noel), menyatakan bahwa regulasi ini bertujuan memberikan legal standing yang jelas bagi driver ojol.
“Ke depan, kami akan membuat regulasi untuk memastikan mereka memiliki legal standing sebagai pekerja, bukan lagi mitra. Itu sangat penting. Artinya, mereka harus memiliki status hukum yang jelas,” jelas Noel, dalam keterangan resmi di Jakarta.
Kemnaker juga mengacu pada standar internasional, termasuk regulasi di negara - negara Eropa dan rekomendasi dari International Labour Organization (ILO), yang mengakui driver ojol sebagai pekerja. Selain itu, Kemnaker menegaskan bahwa driver ojol harus menerima THR pada Idul Fitri 2025.
Aplikator transportasi online telah menyatakan kesiapan memberikan bantuan kepada driver menjelang hari raya. Bantuan ini bisa berupa THR, bonus tunai, atau skema Bantuan Hari Raya (BHR). Namun, teknis pembayaran masih dalam pembahasan.
"Apapun namanya, yang penting itu uang. Itu lebih terasa bagi driver ojol, terutama saat mereka membutuhkan uang untuk anak atau keluarga," pungka Noel.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 19 Feb 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 19 Feb 2025