Pemprov Sumbar Dinilai Abaikan Norma dan Semangat Permendikbud Soal PPDB

Anggota Komisi V DPRD Sumbar Hidayat (Foto: dok Hidayat)

Anggota Komisi V DPRD Sumatera Barat Hidayat mengatakan Surat Edaran Dinas Pendidikan Sumbar nomor 420/3376/Sek-2022 tanggal 7 Juli 2022 tentang Pemenuhan Daya Tampung Peserta Didik Baru SMA dan SMK se-Sumatera Barat menjadi bukti bahwa Pemprov Sumbar melalui Dinas Pendidikan mengabaikan norma dan semangat Permendikbud nomor 1 tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)

Menurutnya sesuai ketentuan dalam SE Diknas tersebut dinyatakan bahwa pendaftaran dilaksanakan secara offline bagi calon peserta didik yang belum diterima di PPDB.

Kemudian sistem seleksi yang digunakan untuk SMA berdasarkan rata rata nilai rapor lima mata pelajaran (Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS dan Bahasa Inggris).

SE Diknas tersebut dapat dimaknai bahwa pendaftarannya dilakukan secara offline alias manual, kemudian calon siswa yang bakal diterima, sama dengan mekanisme seleksi jalur prestasi dengan syarat nilai rapor.

"Saya berpandangan SE tersebut bertentangan dengan Permendikbud dan berpotensi tidak transparan dan rawan aksi titip menitip anak," jelas Ketua Fraksi Gerindra ini melalui keterangan tertulisnya, Jumat 8 Juli 2022.

Menurutnya melihat pada Pasal (2) Permendikbud nomor 1 tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, tegas menyatakan bahwa PPDB dilaksanakan secara objektif, transparan dan akuntabel dan dilakukan tanpa diskriminasi kecuali bagi sekolah yang secara khusus dirancang untuk melayani peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu.

Tentang mekanisme penerimaan pada Pasal 29 ayat (1) menyatakan bahwa pendaftaran PPDB dilaksanakan dengan menggunakan mekanisme daring yang pelaksanaannya menjadi tanggung jawab Pemda.

Artinya untuk menjaga objektivitas, transparan dan akuntabel, pelaksanaan PPDB melalui daring atau online.

"Lantas kenapa dalam SE tersebut tidak dilaksanakan secara online agar masyarakat juga bisa mengetahui dan mendapatkan kepastian bahwa untuk pemenuhan daya tampung 257 kursi SMA di Padang tersebut telah diproses secara berkeadilan dan transparan," tanya Hidayat.

Contoh katanya, untuk SMA 1 Padang, disebutkan guna untuk memenuhi kampus 2 dibutuhkan 37 orang siswa dari daya tampung 299 kursi (rincian: zonasi 151, prestasi 88, perpindahan orangtua 15 dan afirmasi 45 orang).

"Pertanyaannya kenapa SMA 1 Padang kok sampai kekurangan peminat sehingga diperlukan pemenuhan daya tampung, ini ada apa, niat dan maksudnya apa, apakah ini modus untuk mengakomodir titipan anak si Anu dan si Anu tertentu. Kasus SMA 1 Padang ini tentu berbeda dengan misalnya dengan SMA 13, 14, 15 dan 16 Padang yang tidak terpenuhi kuotanya karena alasan pilihan dan kepadatan penduduk di sekitar sekolah sehingga dibutuhkan pemenuhan kuota," heran Hidayat balik bertanya.

Cederai Rasa Keadilan Orang Tua Tak Mampu

Kemudian terang Hidayat, terkait ketentuan syarat seleksi yang menggunakan nilai rapor. Hal tersebut sama dengan ketentuan jalur prestasi PPDB online.

Pertanyaannya, kenapa bukan diperuntukkan untuk jalur afirmasi atau yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu dan/atau dari penyandang disabilitas.

"Jika Gubernur berpihak kepada golongan keluarga ekonomi tidak mampu, mestinya memprioritaskannya untuk pemenuhan daya tampung ini. Banyak orangtua yang tidak sanggup menyekolahkan anaknya di SMA swasta karena biaya sehingga berpotensi tidak mampu melanjutkan sekolah anaknya," ungkapnya.

Selaku Anggota DPRD, Hidayat meminta Gubernur mengevaluasi SE tersebut sesuai norma Pasal (44) bahwa Pemda menyusun dan menetapkan kebijakan PPDB  berpedoman pada ketentuan Permendikbud.

Sekaligus mengingatkan kembali ekspos 1 tahun kinerja Gubernur berdasarkan data BPS tahun 2021 bahwa rata rata lama sekolah masyarakat Sumbar adalah 9,07 tahun.
"Artinya rata rata pendidikan penduduk Sumbar adalah tamatan SMP. Apakah memang itu maunya Gubernur, bahagia melihat rakyatnya hanya sama SMP rata rata lama sekolahnya," tegas Hidayat.

Kemudian kata Hidayat, jika ada pernyataan bahwa  jalur afirmasi kuotanya sudah terpenuhi, itu adalah pernyataan yang keliru, sama kekeliruan atas tak berpihaknya Pergub nomor 21 tahun 2021 tentang PPDB kepada masyarakat keluarga tidak mampu. Pasal 11, angka (3) Pergub tersebut menyatakan bahwa jalur afirmasi adalah 15% dari daya tampung sekolah.

Padahal jelas Hidayat, di Permendikbud  Pasal 14 angka (2) menyatakan bahwa untuk jalur afirmasi paling sedikit 15 % dari daya tampung sekolah, artinya potensi penerimaan jalur afirmasi ini bisa melebihi 15% dari daya tampung karena paling sedikit 15%.
Lantas, bagaimana dengan jalur prestasi. Pasal 13 ayat (4) disebutkan bahwa dalam hal masih terdapat sisa kuota dari jalur pendaftaran zonasi, afirmasi dan perpindahan tugas orang tua maka Pemda dapat membuka jalur prestasi.

"Jika memaknai ketentuan Pasal 13 ayat (4) ini, sesungguhnya PPDB diutamakan jalur zonasi dan afirmasi serta perpindahan tugas orang tua, setelah itu baru jalur prestasi. Jika mengacu Pergub, untuk zonasi ditetapkan Gubernur 50%, perpindahan tugas 5%, afirmasi 15%, selebihnya jalur prestasi," terangnya. 

Begitu juga soal mekanisme kelebihan kelebihan daya tampung diatur pada Pasal (33) yang menyatakan bahwa jika berdasarkan hasil seleksi PPDB sekolah memiliki jumlah calon peserta didik yang melebihi daya tampung maka sekolah wajib melaporkan ke Dinas Pendidikan sesuai kewenangannya.

Setelah itu barulah Dinas Pendidikan sesuai kewenangannya menyalurkan kelebihan calon peserta didik tersebut pada sekolah lain dalam wilayah zonasi yang sama, bahkan bila masih belum tertampung juga bisa disalurkan ke sekolah di luar wilayah zonasi atau wilayah pemerintah daerah lain yang terdekat melalui kerjasama antar Pemda.

"Point utama yang ingin saya sampaikan adalah, meminta Gubernur mengevaluasi SE Dinas Pendidikan tersebut dan menerapkan kebijakan yang memprioritaskan pada  pemenuhan daya tampung sekolah tersebut kepada orangtua calon peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu," harap Hidayat.

Editor: Redaksi

Related Stories