Nasional
PM Singapura Lawrence Wong, Sosok Pemimpin dengan Terobosan yang Relevan untuk Indonesia
JAKARTA - Perdana Menteri (PM) Singapura, Lawrence Wong, menjadi perhatian publik sejak resmi menggantikan Lee Hsien Loong pada Mei 2024. Kepemimpinannya yang sederhana dan berorientasi pada kebijakan publik membuatnya tampil sebagai sosok yang menarik untuk dicermati, termasuk bagi Indonesia.
Beberapa langkah kebijakan yang ia terapkan dinilai relevan dan bisa menjadi inspirasi bagi Indonesia, khususnya dalam pengembangan pendidikan anak usia dini (PAUD), penerapan meritokrasi, serta upaya membangun sikap inklusif terhadap keberagaman masyarakat.
Dilansir dari berbagai sumber, Rabu, 20 Agustus 2025, berikut sederet kebijakan PM Singapura yang disorot publik,
- Kenali Bibimbap: Nasi Campur Korea yang Lezat sekaligus Menjaga Berat Badan
- Gaji Mepet UMR, Begini Cara Bangun Dana Darurat Biar Hidup Aman
- 10 Aktor Korea Terkaya di 2025, Ada Lee Min Ho
Pembatasan Screen Time Anak Usia Dini
Salah satu kebijakan paling menonjol dari Wong adalah penekanan pada pembatasan screen time atau paparan layar bagi bayi dan balita. Ia mengingatkan bahwa orang tua sebaiknya tidak menggunakan gawai sebagai “pengasuh instan”. Menurut Wong, interaksi langsung dengan lingkungan sekitar jauh lebih penting bagi perkembangan kognitif, sosial, dan emosional anak.
Pemerintah Singapura juga mengintegrasikan edukasi mengenai bahaya screen time dalam kurikulum sekolah hingga perguruan tinggi. Tujuannya untuk membangun kesadaran generasi muda tentang pentingnya keseimbangan antara dunia digital dan interaksi nyata.
“Anak yang tumbuh tanpa layar berlebih, akan lebih mengenal dunia nyata dengan penuh percaya diri,” ujar Lawrence, kala menyampaikan pidato resminya, di Singapura, dikutip Rabu, 20 Agustus 2025.
Kebijakan ini selaras dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang menegaskan bahwa paparan layar berlebihan pada anak usia dini berpotensi menghambat tumbuh kembang mereka.
Kebijakan tersebut bisa menjadi cermin bagi Indonesia, di mana penggunaan gawai pada anak-anak semakin meluas. Tanpa regulasi dan pedoman jelas, risiko terhadap kesehatan mental dan kualitas interaksi sosial anak Indonesia bisa semakin besar.
Baca juga : Rahasia Singapura Raih Usia Panjang: Bukan Tradisi, tapi Kebijakan Publik
Menjaga Keberagaman dan Diplomasi Inklusif
Dalam bidang diplomasi, Wong melanjutkan pendekatan pendahulunya yang menekankan multikulturalisme dan keterbukaan. Meski berhadapan dengan rivalitas geopolitik antara Amerika Serikat dan China, Singapura menegaskan posisinya tidak memihak salah satu kekuatan besar.
Wong menyebut kebijakan luar negeri Singapura bersifat “pro-Singapura”, yakni mengutamakan kepentingan nasional sekaligus menjaga hubungan baik dengan semua pihak.
Di tingkat domestik, inklusivitas juga tercermin dalam kebijakan kesehatan publik. Pemerintah Singapura, misalnya, tidak hanya menindak tegas penggunaan vape, tetapi juga menyediakan program rehabilitasi dan edukasi bagi pecandu.
Meritokrasi dan Transisi Kepemimpinan
Salah satu ciri khas sistem politik Singapura adalah meritokrasi. Wong merupakan produk sistem tersebut. Ia meniti karier panjang di sektor publik dengan rekam jejak yang solid, sehingga dipercaya menggantikan Lee Hsien Loong. Tidak ada faktor dinasti atau hubungan keluarga yang memengaruhi posisinya.
Proses transisi kepemimpinan dari Lee ke Wong juga berjalan mulus, tanpa gejolak politik. Hal ini menunjukkan kematangan sistem politik Singapura, yang mengutamakan kompetensi dan stabilitas. Bagi Indonesia, pengalaman ini menjadi relevan di tengah tantangan politik yang masih kerap diwarnai isu nepotisme dan kolusi.
Baca juga : Peringatan dari Singapura dan Fenomena One Piece
Pendidikan Berbasis Karakter dan Nilai
Kebijakan pendidikan di Singapura tidak hanya menekankan aspek akademis, tetapi juga pembangunan karakter dan spiritualitas. Pemerintah mendorong sekolah negeri dan swasta untuk saling berkolaborasi dalam pengembangan kurikulum, sehingga pendidikan tidak sekadar mencetak tenaga kerja, tetapi juga individu yang memiliki nilai moral dan integritas.
Pendekatan ini memiliki kesamaan dengan arah kebijakan pendidikan di Indonesia yang menekankan pentingnya fondasi teologis, moral, dan karakter. Namun, di Singapura, sistemnya sudah lebih terstruktur dengan dukungan kebijakan yang konsisten dari pemerintah.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 20 Aug 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 22 Agt 2025