Nasional
Preah Vihear: Candi Indah di Tengah Perseteruan Dua Negara
JAKARTA - Candi kuno Preah Vihear kembali menjadi sorotan internasional setelah pecahnya bentrokan bersenjata pada Juli 2025 yang menewaskan 16 warga Thailand dan menyebabkan 120.000 orang mengungsi. Serangan roket yang diluncurkan dari wilayah Kamboja menghantam area permukiman di perbatasan Thailand, menjadikan situs warisan budaya ini kembali berada di tengah ketegangan geopolitik antara kedua negara.
Candi Preah Vihear, dibangun sejak abad ke-9 dan disempurnakan pada abad ke-11, merupakan mahakarya arsitektur era Khmer yang didedikasikan bagi Dewa Siwa. Terletak di puncak Pegunungan Dangrek, struktur ini menampilkan lima gapura monumental, sistem tangga sepanjang 800 meter, dan ornamen batu yang luar biasa rumit.
Lebih tua dari Angkor Wat, candi ini bukan hanya simbol spiritual, tapi juga bagian tak terpisahkan dari identitas nasional Kamboja. Thailand menyebutnya Phra Viharn, mencerminkan keterikatan historis dan persepsi kepemilikan mereka atas situs tersebut.
- Lagi Cari Lowongan Kerja? Ini 7 Sektor yang Potensial!
- Dedicated Server IDCloudHost Jadi Solusi Andalan Tangani Big Data
- Tips Nonton Bola di GBK Buat Suporter Pemula sampai Senior
Akar Konflik Lama: Dari Kolonialisme hingga Sengketa Wilayah
Akar perselisihan bermula pada awal abad ke-20, saat Perancis (kolonial Kamboja) dan Siam (kini Thailand) menyepakati batas negara berdasarkan garis punggung Pegunungan Dangrek dalam Perjanjian 1904. Namun, peta yang dibuat Perancis pada 1907 justru menempatkan candi di wilayah Kamboja, sesuatu yang membuat Thailand protes, namun tak disertai gugatan resmi.
Ketegangan memuncak pasca-kemerdekaan Kamboja. Pada tahun 1954, Thailand mengerahkan pasukan dan menduduki Preah Vihear. Gugatan Kamboja ke Mahkamah Internasional (ICJ) pada 1959 berujung pada keputusan tahun 1962, candi secara sah milik Kamboja, dengan mempertimbangkan sikap diam Thailand selama lima dekade. Meskipun pasukan Thailand ditarik, sengketa tidak benar-benar selesai, Thailand masih mengklaim wilayah sekitar candi sebagai bagian dari teritorinya.
Konflik kembali mengemuka pada 2008 ketika UNESCO menerima pengajuan Kamboja untuk menjadikan Preah Vihear sebagai Warisan Dunia, tanpa konsultasi formal dengan Thailand. Thailand menuduh pengajuan itu mencakup zona penyangga yang masih disengketakan dan menuduh Kamboja melanggar MoU 2000 yang melarang aktivitas unilateral.
Langkah UNESCO justru memicu ketegangan baru. Bentrokan senjata meletus pada 2008 hingga 2011, dan nasionalisme menguat di kedua negara. Di Thailand, para politisi dan kelompok konservatif menuding pemerintah “menjual tanah air”, sementara di Kamboja, Perdana Menteri Hun Sen menyatakan siap menjadikan wilayah candi sebagai "zona maut" demi mempertahankan kedaulatan.
Baca juga : Perang Thailand-Kamboja: Intip Perbandingan Ekonomi Kedua Negara
Upaya Perdamaian
Pada tahun 2013, ICJ kembali turun tangan dan mempertegas keputusan sebelumnya, memerintahkan Thailand menarik pasukan dari area sekitar candi. Namun, Thailand tetap menolak, menyebut peta buatan Perancis tidak lagi relevan secara hukum.
UNESCO sejak itu mendorong pendekatan co-management atau pengelolaan bersama yang melibatkan kedua negara, terutama dalam aspek konservasi dan pariwisata. Sayangnya, sentimen nasionalisme dan ketegangan politik membuat opsi tersebut belum terealisasi.
Konflik yang sempat mereda kembali menyala pada Juli 2025. Serangan roket dari arah Kamboja menghantam desa perbatasan Thailand, menewaskan 16 orang dan melukai puluhan lainnya. Pemerintah Thailand menyebut ini sebagai pelanggaran berat atas kedaulatan dan memobilisasi militer ke wilayah sengketa. Pihak Kamboja membantah tuduhan sebagai provokasi militer, menyebutnya insiden balasan atas pelanggaran udara oleh Thailand.
Konflik ini kembali menempatkan Candi Preah Vihear dalam bahaya. Meski menyandang status Warisan Dunia, kawasan sekitar kini tertutup bagi wisatawan dan pengunjung, sementara konservasi situs terhambat oleh situasi keamanan yang tidak menentu.
Candi Preah Vihear menjadi simbol paradoks, sebuah situs budaya yang seharusnya menyatukan manusia justru memicu konflik antarbangsa. UNESCO berhasil mengakui nilai universal situs ini, namun belum mampu menjadi jembatan perdamaian antara dua negara yang saling mengklaim.
Solusi jangka panjang, seperti demarkasi batas definitif dan mekanisme pengelolaan bersama masih terhambat ego geopolitik dan nasionalisme. Hingga para pemimpin Thailand dan Kamboja mampu memisahkan warisan budaya dari rivalitas politik, masa depan Preah Vihear tetap berada di ujung tanduk.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 28 Jul 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 29 Jul 2025