Daerah
Puluhan Ribu Truk Over Kapasitas Lintasi Sumbar, Ini Kata Organda
KabarMinang.id - Organisasi Angkutan Darat (Organda) Provinsi Sumatra Barat menyoroti lalu lintas truk yang over kapasitas di daerah itu yang diduga jadi penyebab kerusakan jalan.
Ketua Organda Provinsi Sumbar S. Budi Syukur mengatakan setidaknya ada sebanyak 20.000 unit angkutan muatan barang berkeliaran di jalan raya di Provinsi Sumbar setiap harinya.
"Truk barang yang melintas ada yang melebihi kapasitas muatan. Kondisi ini yang menimbulkan kerusakan jalan di daerah ini. Kita sangat menyayangkan hal tersebut," ujar Budi belum lama ini.
Dia menjelaskan untuk truk bermuatan CPO saja ada 3.000 unit truk melintas sehari. Sementara truk pengangkut batu bara jumlahnya mencapai 6.000 unit truk satu hari.
Sehingga diperkirakan ada 20.000 unit truk dalam satu hari melewati jalan-jalan di Sumbar. "Bisa dibayangkan dampaknya terhadap kerusakan jalan di Sumbar,” katanya.
Menurut Budi kebiasaan adanya angkutan muatan barang yang melebihi muatan, sudah berlangsung puluhan tahun. Kondisi itu terjadi, karena masyarakat hanya pandai membeli mobil saja. Tetapi tidak memahami aturan-aturan dalam pengangkutan dalam muatan yang dibolehkan.
"Sekarang pemerintah melalui Kementerian Perhubungan ingin mengembalikan kondisi ini normal kembali dengan pola over dimensi overloading (ODOL)," sebut dia.
Dimana, muatan angkutan barang harus sesuai dengan yang terdata dalam buku KIR. Sementara, di lain pihak kebiasaan melebihkan muatan barang ini sudah berlangsung cukup lama.
Budi menilai, untuk menerapkan aturan ODOL ini, semua pihak harus terlibat. Karena dampak dari penerapan aturan ini, cukup besar. Dampak ekonominya, terjadi kenaikan tarif ongkos angkut. Kemudian mahalnya harga barang-barang.
Dia menyebutkan dampak lainnya juga harus memperhatikan kelancaran distribusi barang, karena barang yang diangkut dikurangi muatannya. Selain berpengaruh kepada distribusi barang juga berpengaruh terhadap ketepatan waktu.
Dengan sosialisasi Penegakan Hukum Bidang LLAJ Tahun 2020 yang dilakukan di Padang itu, Budi meminta semua pihak harus merunut kembali ke belakang. Menurutnya ada empat P yang harus dilaksanakan untuk dapat menerapkan hukum terhadap angkutan muatan barang ini.
P yang pertama yakni, patuh pemilik barang. “Pemilik barang harus mengatakan kepada pemilik angkutan barang, Anda boleh mengangkut muatan saya ini segini cuman. Kalau tidak saya salah, nanti saya yang ditegur,” terang Budi.
P yang kedua, patuh pemilik kendaraan. “Pemilik kendaraan juga harus berani bersikap, saya tidak boleh bawa muatan lebih kok, segini juga boleh, kalau tidak saya kena tilang,” ungkap Budi.
P yang ketiga, patuh petugas. Seandainya di lapangan ada angkutan yang memuat barang melebihi tonase, petugas juga harus tindak dan beri sanksi. Jangan dilepaskan. “Hukum tidak mengenal toleransi kalau kita komitmen sampai ke bawah,” tegasnya.
Kemudian juga ada P yang keempat, patuh pabrik karoseri. Dalam surat rancang bangun kendaraan ditentukan ukuran bak dan jenisnya. “Pabrik karoseri jangan memenuhi permintaan pemilik angkutan yang ingin melebihkan ukuran bak-nya. Nah, untuk menjalankan empat P ini, butuh waktu yang panjang dan diakuinya akan sulit dilakukan,” ungkap Budi.
Budi juga meminta pemerintah agar jangan hanya di Provinsi Sumbar saja angkutan muatan barang yang diminta untuk patuh aturan. Bagaimana dengan angkutan muatan barang di Jambi, Riau dan Jawa.
“Jika mereka tidak diminta untuk patuh juga kan susah. Karena angkutan muatan barang yang ada di Sumbar ini banyak dari luar kok," ujar dia.
Budi menilai disanalah peran satu kesatuan. Karena memang berdampak terhadap sektor ekonomi. Jangka pendek terasa tapi jangka panjang cukup bagus. Ini sudah pernah dilakukan tiga kali di Sumbar kok. Tahun 2006, 2007 dan 2010, dan berhasil.
"Tapi karena tadi tidak komitmen dan kembali melanggar aturan ya kembali lagi tidak patuh,” ungkapnya.
Banyak pemilik angkutan yang awalnya patuh, kemudian lama-lama mulai tidak patuh, dengan melebihkan muatan barang satu ton, dua ton, empat ton, sampai lebih delapan ton.
Menurutnya hal tersebut terjadi, jika mereka yang tidak patuh ini melanggar, hanya didenda tilang Rp500 ribu. Lebihkan saja muatan dua ton untuk bayar tilang, 10 ton untuk dia, masih untung juga. Jadi yang diperlukan di sini kesadaran masyarakat.
Budi juga menyambut baik adanya BUMN yang telah patuh terhadap aturan muatan barang. Seperti PT Pupuk Indonesia, yang dalam tender sudah menentukan tarif sesuai ODOL.
“Kementerian Perhubungan harus mendorong seluruh BUMN dan perusahaan lain, untuk menerapkan seperti yang dilakukan Pupuk Indonesia ini,” harapnya.
Sanksi Terhadap Sopir Truk
Sementara, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sumbar Heri Nofiardi mengatakan, UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, memberi ruang bagi petugas penindakan pihak yang menyuruh sopir-sopir melakukan pelanggaran kelebihan muatan.
Selama ini yang sering ditindak hanya sopir. Dengan UU No 22 Tahun 2009 ini, harus memulai menyelesaikan masalah dari segi hukum bagi angkutan barang yang melanggar kelebihan muatan, mulai dari hulu ke hilir.
Penegakan hukum di hulu, menurut Heri, misalnya dapat dilakukan dengan pengawasan produksi karoseri dan pengujian kendaraan bermotor. Sedangkan di hilir berupa, pemeriksaan berkala rutin di terminal dan ruas jalan, monitoring pengawasan penyelenggaraan angkutan barang di jembatan timbang, angkutan penumpang di terminal dan pengawasan bus pariwisata di kawasan wisata.
Seperti halnya jembatan timbang jangan pernah diimpikan bisa menyelesaikan permasalahan kelebihan muatan. Jembatan timbang itu berada di muara. Selama permasalahan di hulu tidak diselesaikan.
"Maka masalah overload tidak akan bisa terselesaikan,” tegas Heri.
Sekretaris Panitia Sosialisasi Penegakan Hukum Bidang LLAJ 2020 yang juga Kasi LLAJ BPTD Sumbar, Yugo Kristanto mengatakan, tindaklanjut amanat UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, di mana ada beberapa kewenangan pemerintah daerah beralih ke pemerintah pusat. Salah satunya operasional Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB).
Berdasarkan data UPPKB yang telah beroperasi, diperoleh data di lapangan, marak operasional kendaraan angkutan barang dengan dimensi dan muatan berlebih (over dimensi dan overloading).
Dampak yang terjadi, banyak kecelakaan lalu lintas angkutan barang yang diakibatkan karena rem blong dan kendaraan tidak terkendali. Dampak lainnya, kerusakan jalan yang massif. Sehingga perbaikan jalan setiap tahunnya membebani anggaran pemerintah.
Berdasarkan informasi Kementerian PUPR, kerugian mencapai Rp43 triliun setiap tahunnya. Di Provinsi Sumbar, kecelakaan lalu lintas akibat over dimensi overloading (ODOL), sering terlihat di ruas Sitinjau Lauik.
"Jadi di samping kondisi topografi kurang baik, kendaraan yang dikendarai, sering mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan kerugian material dan korban jiwa," katanya.
Disamping itu, kerusakan jalan nasional, jalan provinsi dan bahkan jalan lokal di Sumbar, juga dampak dari ODOL armada yang bermuatan batubara, batu kali, pasir, semen, pupuk dan CPO.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 154 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD), mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan lalu lintas dan angkutan jalan, sungai danau dan penyeberangan.
Dalam hal pengelolaan dan penyelenggaraan UPPKB di Provinsi Sumbar, saat ini sudah dibuka di empat lokasi. Yakni, UPPKB Tanjung Balik di Kabupaten Limapuluh Kota, UPPKB Lubuk Selasih di Kabupaten Solok, UPPKB Sungai Langsat di Kabupaten Sijunjung dan UPPKB Air Haji di Kabupaten Pesisir Selatan.
BPTD Wilayah III Provinsi Sumbar mengacu pada kebijakan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, melaksanakan tahapan sosialisasi kepada seluruh stakeholder dan deklarasi bersama, menuju Zero ODOL di awal tahun 2023. Kemudian, melaksanakan penertiban kendaraan ODOL dengan penilangan, transfer muatan, sampai penegakkan hukum, untuk memberikan efek jera.
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor KP. 4293/AJ.510/DRJD/2019, tentang Pedoman Normalisasi Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan dan Kereta Tempelan.
Peraturan ini mengatur tata cara normalisasi bagi kendaraan yang melanggar dimensi, agar memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, melalui Surat Registrasi Uji Tipe (SRUT). Berikutnya, mekanisme pelaksanaan normalisasi serta pengendalian melalui stickerisasi.
“Melalui forum ini, pihak terkait, agar dapat mendukung regulasi tersebut, demi tercipta efektifitas dan efisiensi pelayanan transportasi, serta meningkatnya tingkat keselamatan LLAJ,” ujarnya.