Nasional
Saat WFH Mulai Redup, Sewa Kantor Jakarta Tetap Jalan di Tempat
JAKARTA – Setelah tren kerja remote dan hybrid mencuat selama masa pandemi, kini perlahan terjadi pergeseran. Sejumlah perusahaan besar di Indonesia mulai kembali menerapkan kebijakan kerja dari kantor secara lebih intensif.
Perubahan ini memberikan dampak signifikan terhadap sektor properti komersial, khususnya dalam hal permintaan ruang perkantoran di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Para pengelola gedung perkantoran mencatat tingkat okupansi yang menunjukkan tren pemulihan sejak 2023 dan terus mengalami pertumbuhan pada semester pertama 2025.
Tren kerja jarak jauh sempat dianggap “masa depan dunia kerja” saat pandemi COVID-19 memaksa kantor tutup. Banyak perusahaan yang terbukti bisa beroperasi dengan sistem remote dan hybrid, bahkan menghemat biaya operasional.
- 7 Cara Jitu Jadi Beauty Content Creator dari Nol
- Rekomendasi Spot Kuliner di Blok M Jakarta, Jangan Sampai Terlewat!
- YTI Racing Team Rebut Podium Pertama di Kejurnas MTB 2025
Namun, beberapa tahun berselang, muncul tantangan sulitnya menjaga kolaborasi, menurunnya budaya perusahaan, hingga isu produktivitas.
Data terbaru dari konsultan riset properti, Colliers Indonesia melaporkan bahwa suplai produk properti seperti ruang perkantoran di wilayah Jakarta nampak stagnan tak menunjukkan kemajuan signifikan hingga kuartal II-2025.
Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto menyebut, memang bakal terjadi peningkatan serapan ruang kantor di area CBD alias central business district (area pusat bisnis) pada 2025. Namun minimnya suplai akan berlanjut di beberapa tahun kedepan, pasok masih terbatas sampai 2027, terutama di CBD.
Jika tahun lalu, terdapat 1,9 juta meter persegi ruang kantor yang belum terserap di area CBD, kali ini ia memperkirakan jumlahnya bakal turun menjadi 1,8 juta meter persegi, seiring melambatnya pembangunan baru untuk ruang kantor.
"Kekosongan pasokan sampai tahun 2028. Sehingga dengan berkurangnya pasok sampai 2-3 tahun ke depan itu tentu akan juga membantu menormalisasi kondisi tingkat hunian kantor sampai beberapa tahun ke depan.," katanya dalam laporan Perkembangan Sektor Properti Q2 2025 dilansir pada Senin, 14 Juli 2025.
Ferry menjelaskan jika dilihat dari sisi permintaan penyewa masih Wait and see untuk ekspansi atau melakukan relokasi ruang kantor. Dalam situasi ini tenant’s market, gedung premium dan kelas A masih diminati.
Kepedepannya pemekaran Kementerian/Lembaga Negara berpotensi mendongkrak tingkat permintaan ruang kantor. "Dan ada potensi kedepannya ini bisa mendongkrak tingkat permintaan ruang kantor karena kebutuhan ruang bagi kementerian ini cukup besar sehingga ini berpotensi untuk mengangkat tingkat kompetensi," jelasnya.
Tarif Sewa Masih Rentan Penyesuaian
Jika dilihat dari sisi tarif sewa menurut Ferry, secara quarter to quarter (QoQ) di kuartal I-2024 dan kuartal I-2025, secara umum tarif dasar sewa gedung kantor cenderung stabil dimana penyesuaian UMP, inflasi dan biaya utilitas berpotensi memicu kenaikan biaya pemeliharaan.
Namun dalam periode 2024 hingga semeter I-2025 paket sewa masih kompetitif namun gedung-gedung kantor dengan tingkat hunian yang baik akan mempertimbangkan penyesuaian tarif sewa.
Beberapa gedung mulai memberikan diskon yang lebih kecil dibandingkan periode sebelumnya nantinya harga sewa akan mengalami pertumbuhan sekitar 2% sampai 3% per tahun hingga 2028.
Saat ini secara kuartalan, volume transaksi relatif kecil di mana harga jual cenderung stabil namun hanya bermain di pasar sekunder yang masih memberikan daya tarik karena harga di bawah yang ditentukan pemilik gedung.
Namun dari sisi harga belum ada pertumbuhan dalam semester kedua 2025. Nantinya pas masuk gedung strata yang terbatas diharapkan dapat memulihkan tingkat serapan dan harga jual ke depan.
Beberapa tren yang muncul:
- Perusahaan mengadopsi model hybrid: Tetap butuh kantor untuk meeting, kolaborasi, training.
- Desain ruang lebih kecil tapi premium: Ruang kolaborasi modern, hot desk, ruang rapat.
- Coworking space tumbuh: Banyak bisnis memilih solusi fleksibel daripada kontrak jangka panjang.
Meski tren remote working surut, para ahli menekankan bahwa model kerja 100% kantor seperti sebelum 2020 tidak akan kembali sepenuhnya.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Debrinata Rizky pada 14 Jul 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 21 Jul 2025