Setelah Sritex Pailit, Kurator Soroti Berbagai Kejanggalan

Kurator Ungkap Berbagai Kejanggalan Setelah Sritex Dinyatakan Pailit (Dokumentasi Internal Sritex)

JAKARTA - Kasus kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex masih menyisakan berbagai kejanggalan. Perusahaan ini dinyatakan pailit melalui putusan Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Semarang.

Meskipun status kepailitan Sritex telah memiliki kekuatan hukum tetap setelah Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi perusahaan terkait putusan PN Semarang No. 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg pada 21 Oktober 2024, tim kurator tetap menemukan sejumlah kejanggalan dan aktivitas ilegal di dalam perusahaan tersebut.

Kejanggalan yang Terjadi di Sritex 

Utang Jumbo

Awal kehancuran raksasa tekstil ini berawal dari tak bisanya perusahaan melunasi tagihan utang jumbo. Secara keseluruhan, total tagihan sementara dari ketiga jenis kreditur mencapai Rp32,63 triliun.

Kreditur preferen adalah pihak yang memiliki hak istimewa dalam pelunasan utang. Dalam proses likuidasi, kreditur jenis ini akan menjadi prioritas. Sebanyak 1.881 kreditur preferen mengajukan tagihan dengan total nilai mencapai Rp691,42 miliar.

Kreditur separatis adalah pihak yang memberikan pinjaman dengan jaminan tertentu. Meski jumlahnya hanya 22 kreditur, nilai tagihan mereka jauh lebih besar, yaitu mencapai Rp7,2 triliun.

Kreditur konkuren tidak memiliki jaminan tertentu atas aset debitur. Namun, mereka tetap memiliki hak untuk mengajukan klaim utang. Sebanyak 223 kreditur konkuren mencatatkan total tagihan sebesar Rp24,74 triliun.

Dugaan Ekspor Ilegal

Dugaan ini datang dari Tim kurator yang menyampaikan bahwa dari sejak dinyatakan pailit, para debitur yakni Sritex beserta anak usahanya, PT Primayudha, PT Bitratex Industries, dan PT Sinar Pantja Djaya tetap menjalankan perusahaannya seperti tidak terjadi kepailitan.

Berdasarkan investigasi tim kurator juga ditemukan bahwa Sritex dan PT Primayudha melakukan kegiatan ilegal pada malam hari yakni memasukkan dan mengeluarkan barang berupa bahan baku dan barang jadi yang diekspor dengan dukungan Bea Cukai. Namun hingga saat ini belum ada konfirmasi dari pihak Sritex.

Restoran Milik Sritex Ikut MBG
Di tengah proses kepailitan Sritex, raksasa tekstil ini terlibat program makan bergizi gratis. Ada dua restoran mewah milik Grup Sri Rejeki Isman (Sritex) didapuk menjadi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) alias dapur MBG.

Dua restoran itu adalah Diamond dan Daegu Korean Grill, keduanya ditunjuk sebagai SPPG atau dapur MBG. Mereka bertugas memasok makanan bagi siswa sekolah di daerah Laweyan.

Krisis Bahan Baku

Komisaris Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto menyebutkan, perusahaan yang menghadapi kekurangan bahan baku di tengah kondisi pailit tersebut. Bahkan menurutnya bahan baku hanya bisa bertahan hingga tiga pekan ke depanper November 2024 lalu.

Iwan menjelaskan kondisi ini diperparah dengan masalah administrasi dan pembekuan rekening bank yang pernah dihadapi perusahaan tekstil terbesar tersebut. Akibat kurangnya bahan baku produksi membuat perusahaan Sritex harus meliburkan karyawan sebanyak 2.500 orang.

Menurut tim kurator, kabar terkait pabrik Sritex kehabisan bahan baku untuk produksi hanya bualan yang disampaikan debitur. Dari hasil investigasi tersebut, tim kurator menilai stok bahan baku masih berlebih dan masih dapat melakukan ekspor secara ilegal.

Anak Usaha Minta PHK

Berdasarkan surat yang diterima tim kurator pada 23 Desember 2024, karyawan PT Bitratex Industries, salah satu anak usaha Sritex, memohon kepada kurator untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Debrinata Rizky pada 16 Jan 2025 

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 23 Jan 2025  

Editor: Redaksi Daerah
Redaksi Daerah

Redaksi Daerah

Lihat semua artikel

Related Stories