Sri Mulyani Tegaskan Tarif Cukai Rokok Tahun 2022 Naik 12 Persen

Menkeu Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI pembahasan RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2022, beserta Nota Keuangannya, Selasa (24/08/2021). (Humas Kemenkeu)

Pemerintah resmi menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok tahun depan sebesar 12%. Struktur tarif ini turun tipis dari tahun 2021 sebesar 12,5%.

"Hari ini Bapak Presiden (Joko Widodo) telah menyetujui dan sudah dilakukan rapat koordiansi di bawah bapak Menko Perekonomian (Airlangga Hartarto) kenaikan cukai rata-rata rokok adalah 12 persen," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers, Senin, 13 Desember 2021.

Sri Mulyani mengatakan khusus untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT), Kementerian Keuangan menetapkan tarif sebesar 4,5% dari usulan Jokowi di rentang maksimal 5%.

Struktur tarif untuk SKT kembali diterapkan setelah tahun ini tarifnya nol persen berdasarkan pertimbangan situasi pandemi dan serapan tenaga kerja oleh Industri Hasil Tembakau (IHT).

Secara rinci, kenaikan tarif cukai Sigaret Kretek Mesin (SKM) adalah 13,9% untuk golongan I, 12,1% untuk golongan II A, dan 14,3% untuk golongan II B. Sementara jenis Sigaret Putih Mesin (SPM) adalah 13,9% untuk golongan I, 112,4% untuk golongan II A, dan 14,4,1% untuk golongan II B.

Kemudian, untuk SKT adalah 3,5% untuk golongan IA, 4,5% untuk golongan IB, 2,5% untuk golongan II, dan 4,5% untuk golongan III. Sri Mulyani mengatakan, struktur tarif baru ini mulai berlaku per 1 Januari 2021.

Sri Mulyani menegaskan kebijakan ini diambil pemerintah melalui pertimbangan terhadap beberapa aspek, seperti kesehatan terkait prevalensi perokok, tenaga kerja di IHT, petani tembakau, peredaran rokok ilegal, dan penerimaan negara.

Dia berharap kebijakan CHT ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap masing-masing aspek pertimbangan.

"Tarif cukai rokok memang didorong agar rokok semakin tidak terjangkau oleh masyarakat khususnya anak-anak," katanya.

Simplifikasi Tarif

Sri Mulyani menambahkan bahwa dalam struktur tahun depan, pemerintah melakukan simplikasi layer tarif menjadi 8 layer dari sebelumnya 10 layer.

Simplifikasi tarif tersebut dilakukan dengan menggabungkan struktur tarif cukai SKM IIA dan SKM IIIB karena perbedaan tarifnya tidak besar yaitu Rp10 per batang. Adapun tarif masing-masing sebesar RpRp535 per batang dan Rp525 per batang.

Selain itu, struktur tarif SPM IIA dan SPM IIB juga digabungkan karena selisih tarif yang dekat. Kedua struktur layer tersebut memiliki tarif masing-masing Rp565 per batang dan Rp555 per batang.

"Tujuannya agar kita menghindari downtrading atau kelompok produksi menunjuk tarif yang lebih rendah, atau juga untuk mengurangi produksi rokok sektiar 200 juta batang sesuai dengan RPJMN," terang Sri Mulyani.

Dia mengatakan dari aspek industri terdapat bantalan kebijakan untuk masyarakat atau petani dengan mengalokasikan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk kesehatan (25%), kesejahteraan (50%), dan penegakan hukum (25%).

Alokasi ini masih sama dengan tahun 2021, dengan perubahan kecil pada alokasi untuk peningkatan kualitas bahan baku, keterampilan kerja, dan pembinaan industri yang naik menjadi 20% dari 15% tahun ini.

Sementara itu, dari aspek kesehatan, tarif cukai rokok ini pemerintah berusaha mengendalikan konsumsi rokok, penurunan prevalensi merokok yang secara umum diharapkan menurun menjadi 8,7% tahun depan dari 9,1% di tahun 2020.

"Biaya kesehatan akibat merokok sebesar Rp17,9 sampai Rp27,7 triliun per tahun. Dari biaya ini, terdapat Rp10,5 sampai Rp15,6 triliun yang merupakan biaya perawatan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan," ungkap Sri Mulyani.

Dari aspek ketenagakerjaan, dia mengaatkan pemerintah berupaya melindungi keberadaan industri padat karya dalam penyusunan kebijakan cukai hasil tembakau 2022.

Format kebijakan CHT tahun depan tetap mempertimbangkan jenis sigaret (terutama SKT) yang sangat berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja hingga jutaan orang.

Dari aspek peredaran rokok ilegal, kebijakan CHT ini diarahkan untuk menekan peredaran rokok ilegal. Upaya pengawasan dan penindakan akan terus ditingkatkan baik yang bersifat preventif melalui sosialisasi dan berbagai kegiatan penindakan yang sinergis dengan aparat penegak hukum dan pihak terkait lainnya.

Dari aspek penerimaan, Sri Mulyani mengatakan pemerintah menargetkan penerimaan hingga Rp193 triliun tahun depan, naik dari tahun ini sebesar Rp173,78 triliun.

"Oleh karena itu, dengan bahaya merokok pemerintah menggunakan instrumen kebijakan cukai," ungkap Sri Mulyani. (TrenAsia.com)

Editor: Sutan Kampai

Related Stories