Nasional
Sumbar Mengalami Inflasi Pada Bulan Oktober 2020, Ini Penyebabnya
KabarMinang.id - Berdasarkan Berita Resmi Statistik yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) umum gabungan dua kota di Sumatera Barat pada Oktober 2020 tercatat mengalami inflasi sebesar 0,61% (mtm), atau meningkat dibandingkan realisasi September 2020 yang deflasi sebesar -0,05% (mtm).
Laju inflasi Sumatera Barat pada Oktober 2020 tersebut tercatat lebih tinggi dari realisasi nasional sebesar 0,07% (mtm) dan kawasan Sumatera sebesar 0,36% (mtm).
Secara spasial, pada Oktober 2020 Kota Padang tercatat mengalami inflasi sebesar 0,59% (mtm) meningkat dibandingkan realisasi bulan September 2020 yang mengalami deflasi sebesar -0,05% (mtm).
Sementara itu, secara bulanan Kota Bukittinggi mengalami inflasi sebesar 0,75% (mtm) meningkat dibandingkan realisasi pada bulan September 2020 yang tercatat mengalami deflasi sebesar -0,01% (mtm).
Realisasi inflasi Kota Padang dan Kota Bukittinggi menjadikannya sebagai kota dengan nilai inflasi tertinggi masing-masing ke-7 dan ke-4 dari 23 kota/kabupaten di kawasan Sumatera yang mengalami inflasi.
Selanjutnya secara nasional, Kota Padang dan Bukittinggi secara berturut-turut berada pada peringkat ke-8 dan ke-5 inflasi tertinggi dari 66 kota/kabupaten IHK di Indonesia yang mengalami inflasi.
Secara tahunan pergerakan harga pada Oktober 2020 di Sumatera Barat menunjukkan inflasi sebesar 0,90% (yoy) meningkat dibandingkan bulan September 2020 yang mengalami inflasi sebesar 0,16% (yoy).
Nilai inflasi tahunan Sumatera Barat ini tercatat lebih rendah dari realisasi inflasi nasional sebesar 1,44% (yoy) dan dibandingkan realisasi Kawasan Sumatera sebesar 1,05% (yoy).
Secara tahun berjalan 2020 (s.d Oktober 2020) Sumatera Barat tercatat mengalami inflasi sebesar 0,92% (ytd) atau meningkat dibandingkan September 2020 yang mengalami inflasi sebesar 0,31% (ytd).
Inflasi tahun berjalan ini berada di bawah realisasi inflasi nasional sebesar 0,95% (ytd) dan di atas realisasi Kawasan Sumatera sebesar 0,84% (ytd). Inflasi Provinsi Sumatera Barat pada Oktober 2020 terutama berasal dari inflasi kelompok makanan, minuman dan tembakau dengan andil inflasi sebesar 0,64%(mtm).
Inflasi pada kelompok ini terutama disebabkan oleh peningkatan harga komoditas cabai merah, petai, jeruk, cabai hijau dan bawang merah dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,53%; 0,07%; 0,02%; 0,02% dan 0,01%.
Peningkatan harga cabai merah disebabkan oleh kurangnya pasokan dari petani lokal maupun dari Pulau Jawa akibat tingginya curah hujan di beberapa wilayah. Komoditas petai dan jeruk turut menyumbang inflasi terutama disebabkan oleh peningkatan permintaan dan keterbatasan pasokan di masyarakat.
Selanjutnya kenaikan harga komoditas cabai hijau dan bawang merah didorong oleh keterbatasan pasokan di tengah tingginya curah hujan yang mengganggu proses produksi maupun distribusi.
Di sisi lain, inflasi tertahan oleh penurunan beberapa komoditas pangan yaitu ayam hidup, telur ayam ras, dan kentang dengan andil deflasi masing-masing sebesar -0,01%; -0,01% dan -0,01%.
Deflasi pada komoditas ayam hidup, telur ayam ras dan kentang terutama didorong oleh melimpahnya pasokan di masyarakat dan stabilnya permintaan.
Kelompok lain yang turut menyumbang inflasi yaitu kelompok pendidikan dengan andil inflasi sebesar 0,09%(mtm) disebabkan oleh kenaikan biaya akademi/perguruan tinggi dengan andil inflasi sebesar 0,09%.
Sementara itu kelompok transportasi dan perawatan pribadi dan jasa lainnya tercatat menyumbang deflasi dengan andil masing-masing sebesar -0,08% (mtm) dan -0,03%(mtm).
Deflasi pada kelompok transportasi didorong oleh penurunan tarif angkutan udara sebesar -0,04% disebabkan oleh penerapan kebijakan pemerintah untuk menanggung tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) atau Passenger Service Charge (PSC) di 13 bandara di Indonesia mulai 23 Oktober hingga 31 Desember 2020.
Sementara itu deflasi kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya disebabkan oleh penurunan harga emas perhiasan dengan andil inflasi sebesar -0,04% yang dipengaruhi fluktuasi harga emas global dan optimisme pasar terhadap perekonomian di tengah Pandemi COVID-19. (Sumbar data yang diolah Bank Indonesia)