Terimbas COVID-19, BI Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Sumbar 2020 Melambat

Ilustrasi aktivitas di kawasan pelabuhan Teluk Bayur Padang/Foto: M Hendra/KabarMinang.id

KabarMinang.id - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sumatera Barat memperkirakan pertumbuhan perekonomian Sumatera Barat melambat di tahun 2020.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sumatera Barat, Wahyu Purnama A, mengatakan, hal tersebut sejalan dengan penurunan permintaan akibat pandemi COVID-19. Perlambatan itu terlihat pada sisi permintaan terutama terjadi pada konsumsi rumah tangga dan investasi, serta kontraksi net ekspor.

Seperti halnya untuk komoditas unggulan Sumatera Barat yakni Crude Palm Oil (CPO) dan karet. Terutama untuk ekspor CPO yang merupakan komoditas unggulan Sumatera Barat, sampai dengan Mei 2020 masih menunjukkan tren penurunan seiring dengan mewabahnya COVID-19.

Sementara untuk CPO, secara umum, produksi CPO Sumatera Barat berada dalam tren menurun namun masih manageable sejalan dengan penurunan harga CPO dunia. Namun demikian pelaku usaha masih optimis produksi akan tumbuh meningkat pada triwulan III 2020.

"Jadi penyebab melambatnya pertumbuhan perekonomian di Sumatera Barat itu tidak terlepas dari dampak dari pandemi COVID-19," katanya, Selasa 28 Juli 2020.

Wahyu menjelaskan melihat pada volume ekspor CPO pada Mei 2020 tercatat kontraksi sebesar -15,25% (yoy), menurun jika dibandingkan dengan April 2020 dan Mei 2019 masing-masing sebesar -7,81% (yoy) dan -6,93% (yoy) sejalan dengan menurunnya
harga CPO global.

Sementara untuk nilai ekspor CPO pada Mei 2020 tercatat kontraksi sebesar -4,60% (yoy) turun dibandingkan bulan April 2020 yang tumbuh sebesar 3,05% (yoy).

Lalu untuk karet, volume ekspor karet pada Mei 2020 tercatat kontraksi sebesar -69,02% (yoy) menurun dibandingkan bulan April 2020 yang kontraksi sebesar -55,23% (yoy) sejalan dengan menurunnya harga karet global dan penundaan kontrak beberapa negara tujuan ekspor.

Nilai ekspor karet pada Mei 2020 tercatat kontraksi sebesar -72,90% (yoy) menurun dibandingkan bulan sebelumnya yang kontraksi sebesar -55,23% (yoy).

"Penurunan ini disebabkan oleh tutupnya industri ban yang menutup pabrik-pabriknya di Eropa, Amerika dan negara konsumen lainnya. Sehingga Buyers melakukan delay shipment sampai pada permintaan pembatalan kontrak," jelas Wahyu.

Bagikan

Related Stories