Ternyata Gen Z Lebih Memprioritaskan Kehidupan Pribadi daripada Kerja

Ahli Ungkap Alasan Mengapa Gen Z Lebih Memprioritaskan Kehidupan Pribadi, Bukan Bekerja (Daily Express)

JAKARTA - Pekerja yang berasal dari kelompok usia generasi Z ternyata lebih mengutamakan kehidupan pribadi dan kesejahteraan mereka daripada bekerja. Seorang pakar masa depan dunia kerja mengatakan bahwa Generasi Z "bekerja untuk hidup" karena mereka melihat penderitaan pada generasi-generasi sebelumnya. 

Seperti yang dikutip dari Business Insider, pemimpin global layanan transformasi di konsultan Mercer, Ravin Jesuthasan menyatakan bahwa Generasi Z tidak melihat apresiasi yang sama untuk kerja keras. 

Oleh karena itu, mereka tidak ingin menempatkan pekerjaan sebagai prioritas dengan mengorbankan kehidupan pribadi dan kesejahteraan mereka. Generasi Z memilih "bekerja untuk hidup" daripada "hidup untuk bekerja" seperti generasi sebelumnya karena mereka mendapatkan apresiasi yang lebih sedikit untuk kerja keras mereka.

Generasi Z "memiliki sikap bekerja yang sangat berbeda" dari generasi sebelumnya, kata Jesuthasan, karena merupakan salah satu generasi pertama yang anggotanya tidak akan memiliki kekayaan lebih besar dari orangtua atau kakek nenek mereka. Selain itu, mereka sudah mengalami gangguan besar, seperti pandemi COVID-19.

Jesuthasan mengatakan: "Saya pikir mereka memiliki sikap lebih bekerja untuk hidup daripada hidup untuk bekerja seperti banyak dari kita tumbuh dengan itu. Ini terutama berlaku di Barat.” kata Jesuthasan. 

Jesuthasan menyebut pola pikir Gen Z ini didapat dari pengalaman orang tua dan kakek nenek mereka yang mendedikasikan diri untuk perusahaan dan dijanjikan banyak fasilitas seperti pensiun, namun pada nyatanya tak mendapatkan apapun. 

“Mereka telah melihat warisan dari semua janji yang hancur. Pada masa lalu dan di banyak bagian Barat, mereka akan berjanji jika Anda bekerja selama 30 tahun, Anda memiliki pensiun manfaat tetap, Anda memiliki perawatan medis pensiun, dll. Tidak ada yang ada hari ini.” lanjutnya. 

Hal ini menurut Jesuthasan membuat Gen Z akhirnya bekerja sesuai nilai yang ingin mereka berikan ke perusahaan. 

"Dan jadi mereka melihat semua itu diambil dari orangtua atau kakek nenek mereka, dan sekarang ada rasa, 'Saya hanya sebaik keterampilan yang saya miliki. Saya hanya sebaik nilai yang saya berikan hari ini, dan jadi ini syarat di bawahnya saya ingin bekerja, dan entah Anda memenuhinya atau tidak.’” lanjutnya. 

Generasi Z melihat bagaimana kaum milenial berjuang melalui kesulitan ekonomi, termasuk beberapa resesi dan pandemi, yang merugikan pendapatan dan impian kepemilikan rumah mereka. Biaya hidup yang meningkat, harga rumah yang melambung, dan utang mahasiswa telah membuat milenial kesulitan memasuki pasar perumahan dan sulit untuk mengumpulkan kekayaan.

Sebagai hasilnya, banyak anggota Generasi Z yang melakukan "quiet quitting" dan mundur dari pekerjaan karena mereka menyadari bahwa kerja keras mereka pada akhirnya mungkin tidak berarti apa-apa.

Untuk diketahui, Generasi Z sering kali mendapat kritik karena sikap pekerjaan yang dianggap acuh tak acuh. Dalam satu survei tahun lalu, 74% manajer mengatakan bahwa generasi ini adalah yang paling sulit untuk bekerja sama.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Rumpi Rahayu pada 22 Jan 2024 

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 22 Jan 2024  

Editor: Redaksi Daerah
Redaksi Daerah

Redaksi Daerah

Lihat semua artikel

Related Stories