Nasional
Upaya Indonesia Lepas dari Jebakan Pendapatan Menengah
JAKARTA - Masalah jebakan pendapatan menengah (middle income trap) menjadi tantangan signifikan bagi Indonesia. Selama lebih dari 20 tahun, pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung stagnan di kisaran 5%. Untuk mengatasi hal ini, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berfokus pada reformasi struktural guna mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi hingga mencapai target ambisius sebesar 8%, dengan harapan membawa Indonesia menjadi negara maju.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa negara-negara yang berhasil keluar dari jebakan pendapatan menengah memiliki kemampuan untuk membangun daya saing dan produktivitas. Hal tersebut mencerminkan kemampuan mereka dalam memproduksi barang atau jasa serta menjualnya ke pasar dunia.
"Ciri dari negara-negara yang mampu keluar dari middle income trap adalah mereka pasti bisa membangun daya saing dan produktivitas negara tersebut. Itu artinya mereka bisa berproduksi, bisa menjual ke pasar dunia," ujar Menkeu di Jakarta, dikutip laman resmi Kemenkeu, Senin, 25 November 2024.
- BRI Ventures Rilis Impact Report 2024 di Gelaran Impact Day
- Agen Mitra UMi BRI di Merauke Sukses Wujudkan Pendidikan Anak dan Ekonomi Keluarga
- 6 Kebijakan Kerja Unik di Berbagai Negara yang Bantu Karyawan Makin Dihargai
Sri Mulyani mengungkap tidak semua negara di dunia mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi untuk mencapai status negara maju. Dari total sekitar 197 negara yang ada, sebagian besar masih berada dalam kategori negara berpenghasilan rendah atau menengah. Fenomena ini menunjukkan bahwa keluar dari middle income trap adalah tantangan yang sangat sulit bagi banyak negara.
Menurut Sri Mulyani, hanya segelintir negara yang berhasil mengatasi jebakan pendapatan menengah dan naik ke kategori negara berpenghasilan tinggi. Ia menjelaskan, berdasarkan studi Bank Dunia saat ia menjabat sebagai Managing Director Operasi, jumlah negara yang berhasil mencapai level tersebut tidak lebih dari 20, bahkan mungkin hanya sekitar 15 negara di seluruh dunia. Hal ini mencerminkan perlunya upaya luar biasa bagi sebuah negara untuk mencapai status high-income country.
“Hanya sedikit di dalam studi Bank Dunia di mana saya waktu itu menjadi managing director operasi tidak lebih dari mungkin 20 negara atau bahkan lebih kecil, 15 negara yang bisa terlepas dari middle-income trap menjadi high-income country,” ujar Menkeu.
Sri Mulyani menegaskan pentingnya reformasi struktural dan kebijakan strategis untuk meningkatkan daya saing ekonomi. Investasi di bidang pendidikan, inovasi teknologi, dan infrastruktur menjadi elemen kunci agar negara seperti Indonesia mampu keluar dari jebakan pendapatan menengah dan bergabung dengan kelompok negara maju.
- Kinerja Semester I-2024 Memukau, MR DIY Mau IPO Rp4,7 Triliun
- Bank Saqu Raih Hampir 2 Juta Nasabah
- Harga Sembako di Jakarta: Beras Muncul .I Naik, Gula Pasir Turun
Tantangan yang Menghambat Kemajuan
Dilansir dari Antara, terdapat sejumlah tantangan yang masih menjadi hambatan dalam upaya mendorong kemajuan ekonomi nasional, berikut di antranya:
Stagnasi Pertumbuhan Ekonomi
Meski stabil, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama dua dekade terakhir belum cukup tinggi untuk membawa negara ini keluar dari jebakan pendapatan menengah. Rata-rata pertumbuhan ekonomi 5% per tahun masih jauh di bawah negara-negara seperti Korea Selatan yang mencatatkan pertumbuhan lebih dari 7% selama era transformasinya.
Produktivitas Tenaga Kerja yang Rendah
Sebagian besar tenaga kerja Indonesia berada di sektor informal dengan produktivitas yang rendah. Misalnya, sektor pertanian yang menyerap 30% tenaga kerja hanya menyumbang 12,7% terhadap PDB, kondisi tersebut menunjukkan efisiensi tenaga kerja yang belum optimal.
Kualitas Sumber Daya Manusia yang Tertinggal
Indeks Modal Manusia Indonesia hanya mencapai 0,54, tertinggal jauh dibandingkan dengan negara maju seperti Singapura (0,88). Rendahnya hasil tes PISA mencerminkan kesenjangan dalam kualitas pendidikan dasar dan menengah.
Ketimpangan Wilayah
Ekonomi Indonesia sangat terpusat di Pulau Jawa, sementara kawasan timur seperti Papua dan Maluku tertinggal jauh. Ketimpangan ini membatasi potensi pertumbuhan nasional yang merata.
- 9 Cara Ampuh Menghindari Penipuan di Media Sosial
- Waspada! Ini Ciri-ciri Judi Online yang Menyamar sebagai Game
- Kisah Inspiratif Pelaku Usaha Naik Kelas Bersama Rumah BUMN BRI
Belum Optimalnya Peran UMKM
Meskipun UMKM menyumbang lebih dari 60% terhadap PDB, potensinya sebagai motor penggerak ekonomi belum sepenuhnya dimanfaatkan. UMKM menghadapi kendala seperti akses pembiayaan, digitalisasi, dan efisiensi produksi.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 25 Nov 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 26 Nov 2024