ACT
Kamis, 14 Juli 2022 21:29 WIB
Penulis:Sutan Kampai
Editor:Redaksi
Mantan Presiden lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin akan kembali dipanggil Bareskrim Polri hari ini, setelah diperiksa tiga hari berturut-turut pada 8,11, 12 Juli 2022.
Kasubdit IV Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Andri Sudarmaji mengatakan, selain Ahyudin, hari ini akan dilakukan pemeriksaan kembali terhadap Vice presiden ACT Ibnu Khajar, dan Senior Vice President Operational Global Islamic Philanthropy Hariyana Hermain.
"Ahyudin diperiksa pukul 13.00 WIB, Ibnu khajar pukul 14.00 WIB dan Pengurus ACT atau Senior Vice President Operational Global Islamic Philanthropy saudara Hariyana Hermain pukul 13:00 WIB," kata Andri kepada TrenAsia (Jejaring KabarMinang.id) pada 14 Juli 2022.
Saat ini, pengusutan terkait kasus ACT ini telah naik ke tahap penyidikan dari penyelidikan.
Sebelumnya, Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Nurul Azizah mengungkapkan, saat melakukan audit keuangan dua sumber pendanaan yang dikelola oleh ACT ada dugaan penggunaan dana untuk korban pesawat yang terjadi pada 18 oktober 2018 dengan total Rp138 miliar dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua pengurus pembinaan serta para staf yayasan lembaga kemanusiaan.
"Diduga pihak yayasan ACT tidak merealisasikan seluruh dana CSR yang diperoleh dari pihak Boeing, melainkan sebagian dana CSR tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua pengurus pembina serta staff pada yayasan ACT," kata Nurul beberapa waktu lalu.
Menurut Nurul, Pikah ACT juga menggunakan dana CSR tersebut untuk mendukung kegiatan hedonis para petinggi ACT yaitu mantan Presiden ACT Ahyudin dan Vice President ACT Ibnu Khajar.
"Digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan atau kepentingan pribadi ketua pengurus atau presiden saudara A (Ahyudin dan Vice president saudara IK (Ibnu Khajar)," kata Nurul.
Lembaga kemanusiaan ini diketahui menerima dana donasi sekitar Rp60 per bulan dari berbagai pihak yakini dari masyarakat umum, donasi kemitraan, perusahaan nasional, dan internasional, sinasi dari komunitas serta donasi dari anggota lembaga.
Pada proses pengolahannya, donasi-donasi tersebut dapat terkumpul sekitar Rp600 miliar per bulan dan dipangkas atau dipotong oleh pihak ACT sebesar 10-20% atau sekitar Rp6-12 miliar untuk pembayaran gaji pengurus dan seluruh karyawan.
Kemudian pembina dan pengawas juga mendapatkan dana operasional yang bersumber dari potongan donasi tersebut.
Dalam kasus ini, penyidik menduga Petinggi ACT tersebut telah melakukan pelanggaran Pasal 372 junto 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) juncto Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. (TrenAsia.com)