Nasional
Kemenag RI Sebut Antrian Kuota Haji Capai 55 Tahun, Ini Penyebabnya
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, Ditjen PHU Kemenag RI, Nur Arifin didampingi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatra Barat diwakili Kepala Bidang PHU, Ramza Husmen melakukan pembinaan di Pelayanan Haji dan Umrah Terpadu (Pelhut) Kota Padang, Minggu (16/10) lalu.
Dalam kesempatan ini, Direktur Bina Umrah mengatakan dalam undang-undang nomor 8 tahun 2019 tentang penyelenggaraan umrah dan haji khusus, penyelenggaraan ibadah haji itu ada dua jenis, haji kuota dan non kuota.
“Haji kuota itu berdasarkan kuota resmi yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi. Di era normal dalam setahun kuota haji dunia diberikan kuranglebih 2,5 juta dan Indonesia dapat kuota 221 ribu jemaah atau 10 sepuluh persen dari data penduduk,” ungkap Nur Arifin.
Sementara di masa pandemi lanjut Direktur, tahun kuota haji hanya 10 ribu yang diperuntukkan bagi penduduk Saudi. Tahun 2021 naik menjadi 60 ribu untuk penduduk Saudi dan Kedutaan atau Espatriat. Tahun 2022 kuota haji diizinkan Saudi 1 juta jemaah dan Indonesia mendapatkan kuota 100.051.
Hal ini kata Direktur mengakibatkan antrian atau masa tunggu haji menjadi panjang. Karena saat ini pendaftar haji setiap tahunnya mencapai angka 5,5 juta. Jika dibagi kuota normal sebanyak 221 ribu maka masa tunggu haji rata-rata 25 tahun secara nasional.
“Ketika kuota tidak normal, 5.5 juta pendaftar dibagi dengan kuota jemaah haji tahun ini 100.051 maka masa tunggu ibadah haji nasional 55 tahun. Hal ini disebabkan adanya pengurangan kuota jemaah haji yang diberangkatkan. Jika kuota normal maka masa tunggu juga akan kembali normal,” ulas Direktur.
- BUMN Terus Pacu Kontribusi ke Perekonomian untuk Negeri
- Teman Semasa Kuliah Kenang Sosok Presiden Jokowi
- Olahan Biomethane Jadi Lini Bisnis Baru PGN
- Lemhannas Beri Tiga Petuah G-20 Pada Jokowi, Ini Isinya
Dilanjutkan Nur Arifin haji kuota ini juga terbagi dua, haji regular dan haji khusus. Haji regular diselenggarakan oleh pemerintah dengan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) sebesar 35-37 juta yang dibayarkan jemaah haji tetapi biaya sesungguhnya adalah 90 juta. Jemaah haji mendapat nilai manfaat dari pemerintah sekita 62 juta.
“Kemudian haji khusus diselenggarakan oleh swasta atau Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Kuotanya 8 (delapan) persen dari kuota reguler. Tahun ini Indonesia dapat kuota 7.226 jemaah,” jelas Direktur.
Sementara ibadah haji non kuota, sambung Direktur ibadah haji yang diselenggarakan dengan undangan khusus dari pemerintah Arab Saudi untuk orang orang-orang yang dihormati disemua Negara, yang dikenal dengan sebutan Haji Mujamalah (orang-orang yang diindahkan atau dihormati).
“Haji mujamalah ini gratis dari pemerintah Saudi disambut dengan mobil khusus dan ditempat khsusus. Namun dalam perkembangannya ada komunikasi antara Amir-amir dengan travel-travel di Indonesia agar kuota Mujamalah ditambahkan. Namun anggarannya sudah tidak ada, maka jemaah membayar setengahnya,” papar Nur Arifin.
Dalam perjalanannya permintaan untuk haji mujalamah semakin meningkat, maka pemerintah Saudi hanya memberikan undangan tetapi visa dan biaya ditanggung sendiri oleh jemaah haji, hal ini disebut dengan haji mandiri atau dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Furoda. Namun hal ini dalam evaluasi pemerintah Arab Saudi.
Sementara itu, Kepala Kanwil Kemenag Sumbar diwakili Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Ramza Husmen mengatakan saat ini kuota haji di Sistem Informasi Haji Terpadu (Siskohat) Kanwil Kemenag Sumbar, kuota jemaah haji memang tidak sesuai dengan estimasi awal saat jemaah mendaftar.
Hal ini menurutnya sesuai dengan ungkapan Dirjen Bina haji dan Umrah karena kuota yang yang diberiakn Arab Saudi tidak sama dengan kuota sebelum masa pandemic sehingga hal ini juga berdampak kepada kuota haji Sumbar secara keseluruhan.
“Tahun 2022 ini pemerintah Saudi juga membatasi usia jemaah haji paling tinggi 65 tahun. Sementara usia jemaah haji Sumbar masih didominasi oleh 60 tahun ke atas,” pungkasnya. (rel)